CHAPTER TIGA PULUH DELAPAN <<38>> AWAN KELABU DI MASA LALU

780 37 3
                                    

Happy Reading🍇

"Dalam kegelapan, kita menemukan kekuatan. Dalam kehangatan satu sama lain, kita menemukan ketenangan. Ketika masa lalu menyapa, keberanian untuk melangkah maju muncul. Tetap bersatu dalam perjuangan, karena kebenaran tidak akan pernah berhenti bersinar." ~Straddle

***

Malam itu, keheningan memeluk seluruh sudut ruang perpustakaan tua, menciptakan suasana yang seolah-olah waktu berhenti. Tempat itu hanya diterangi oleh lampu kuning yang remang-remang, cukup untuk membuat bayangan-bayangan aneh menari di dinding yang dingin. Genta dan Luna duduk di salah satu meja yang dipenuhi dengan berkas-berkas lama, mencoba menyatukan potongan-potongan informasi yang mungkin bisa mengungkap siapa di balik fitnah yang menimpa Straddle. Sesekali suara kertas yang bergesekan dan napas yang tenang adalah satu-satunya bunyi yang mengisi ruangan besar tersebut.

Luna, yang duduk di seberang Genta, sibuk menghubungkan titik-titik dalam catatan yang mereka kumpulkan. Matanya menelusuri baris demi baris, berusaha mencari pola yang bisa membantu mereka mengungkap kebenaran. Sementara itu, Genta terdiam, tatapannya tertuju pada sebuah foto tua yang terselip di antara tumpukan kertas-kertas kuno. Foto itu menangkap momen bahagia yang sekarang terasa seperti kehidupan lain: seorang wanita muda dengan senyum lembut menggenggam tangan seorang anak laki-laki, yang tak lain adalah dirinya sendiri, bertahun-tahun yang lalu. Mata Genta melekat pada senyuman wanita itu—ibunya, yang dulu adalah sumber kehangatan dan cinta tak bersyarat, tetapi kini hanya menjadi kenangan pahit yang menghantuinya.

Jantungnya berdegup kencang, rasa sesak mulai merayap naik dari dadanya ke tenggorokan. Tangan Genta mulai bergetar, mencoba menggenggam sesuatu yang tidak ada di sana. Pandangannya menjadi kabur, bayangan masa lalu dan kenyataan bercampur menjadi satu. Rasa dingin tiba-tiba menyelimuti tubuhnya, bukan karena udara malam, tetapi karena ingatan yang kembali menyerangnya tanpa ampun.

Luna mengangkat kepalanya dari catatan, menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ekspresi Genta berubah menjadi kosong, matanya tidak fokus pada apa pun di depannya. "Kak Genta, kenapa?" tanya Luna dengan cemas, suaranya lembut tetapi mengandung kekhawatiran yang nyata.

Namun, Genta tidak menjawab. Dia terjebak dalam ingatannya, dalam ketakutan yang dia coba kubur jauh di dalam hatinya. Napasnya mulai terdengar lebih berat, tubuhnya gemetar semakin parah. Dia berusaha berkata sesuatu, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya, mengubahnya menjadi suara-suara tak jelas.

Luna yang semakin panik, mencoba mendekati Genta, tangannya terulur ragu untuk menyentuh bahunya. "Kak Genta… kenapa?" suaranya bergetar, mencoba memecahkan keheningan yang menekan.

Genta tiba-tiba meracau, suara-suara dalam kepalanya membawanya kembali ke masa lalu yang telah lama dia coba lupakan. “Mama... Jangan pergi... Aku nggak bisa sendiri... Aku nggak bisa…” suaranya lirih, seolah-olah dia sedang berbicara dengan seseorang yang tak terlihat. Kata-kata itu keluar seperti air yang mendesak melewati bendungan, mengalir tanpa bisa dihentikan.

Genta tiba-tiba meracau, suaranya dipenuhi oleh rasa sakit yang telah lama terkubur dalam dirinya. Suara-suara dalam kepalanya kembali mengingatkan pada masa lalu yang telah lama dia coba lupakan, namun kini kembali menghantui dengan kekuatan yang tak terelakkan. Wajahnya pucat, matanya kosong menatap ke depan seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang yang tak terlihat.

"Mama... jangan pergi... Aku nggak bisa sendiri... Aku nggak bisa…" Genta berbisik lirih, suaranya penuh dengan ketakutan dan keputusasaan. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seperti air yang mendesak melewati bendungan, mengalir deras tanpa bisa dihentikan.

Suaranya semakin keras, penuh dengan rasa putus asa yang mengoyak hatinya. “Mama, tolong... Aku janji nggak akan merepotkan... Jangan tinggalin aku sendirian...” Nafasnya terengah-engah, seperti seseorang yang tenggelam dan berjuang keras untuk bertahan di permukaan. “Kenapa Mama harus pergi? Kenapa Mama nggak sayang aku lagi?”

GENTA & LUNA [SEDANG DALAM REVISI💣]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang