CHAPTER EMPAT PULUH SATU <<41>>BAYANGAN KEMATIAN

778 36 2
                                    

Happy Reading👊

"Di balik senyum yang terukir, tersimpan luka yang tak terobati. Di balik tawa yang meriah, terpendam rahasia yang mematikan."

~Andhika Malik






***

Kenzie menancap pedal gas, memacu mobil dengan kecepatan yang hampir tak terkendali. Jalanan di depan terasa sempit dan gelap, hanya diwarnai oleh kilatan lampu kota yang berlalu begitu cepat. Suara mesin mobil yang menderu seolah berlomba dengan detak jantung Kenzie yang semakin cepat. Setiap tikungan diambil dengan ketegangan yang sama, pandangannya fokus ke jalan, tetapi hatinya terombang-ambing antara harapan dan ketakutan.

Di kursi belakang, Nicolast duduk dengan gelisah di samping Andhika yang terbaring lemah. Wajah Andhika pucat, bibirnya biru, dan napasnya begitu lemah—hampir tak terdengar. Keringat dingin mengalir di pelipis Nicolast saat dia meraih tangan sahabatnya itu, merasakan betapa dinginnya kulit Andhika. Dalam keheningan, Nicolast menundukkan kepalanya, bibirnya bergetar dalam doa-doa yang dipanjatkannya dengan harapan besar.

"Lo kuat, Dhik... tolong, lo harus kuat," bisiknya dengan suara yang nyaris hilang, sementara air mata mulai menggenang di sudut matanya. Kepanikan merayap dalam dirinya, tapi dia tahu, ini bukan saatnya untuk kehilangan kendali.

Kenzie, yang duduk di balik kemudi, sesekali melirik ke kaca spion, matanya berkabut dengan kecemasan. Setiap detik terasa seperti jarum yang menusuk, perlahan, namun mematikan. Keningnya berkerut dalam konsentrasi penuh, namun di dalam hatinya, dia terus dihantui oleh rasa takut. Jika mereka terlambat... jika Andhika tak bisa diselamatkan...

"Nicolast, gimana keadaannya?" tanya Kenzie dengan nada yang lebih menyerupai teriakan putus asa. Suaranya serak, penuh dengan rasa tak berdaya.

Nicolast hanya bisa menggeleng pelan, matanya tak lepas dari Andhika. "Kondisinya... makin parah, Ken. Lo harus lebih cepet lagi..."

Mendengar itu, Kenzie mengencangkan cengkeramannya pada setir, seolah-olah dengan kekuatan tangannya, dia bisa mempercepat waktu. Napasnya berat, hampir seperti desahan kemarahan pada keadaan yang tampak begitu tidak adil.

Nicolast dengan tangan gemetar mengambil ponselnya, menekan nomor Gerlan dengan tergesa. Ketika panggilan tersambung, suaranya terdengar patah-patah, hampir tak bisa keluar dari tenggorokannya.

"Gerlan... ini parah. Andhika overdosis... dia... dia sekarat," ucap Nicolast dengan suara serak, seperti mencoba menahan tangis yang hampir pecah.

Di seberang sana, Gerlan terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja dia dengar. Suara napasnya terdengar berat, hampir tak percaya dengan kenyataan yang menimpa sahabatnya itu. "Gue akan ke rumah sakit sekarang. Gue bakal ngasih tahu yang lain. Lo fokus buat selamatin Andhika. Jangan biarin dia pergi."

Suara Gerlan terdengar tegas, tapi ada ketegangan yang begitu jelas tergambar di sana. Tanpa menunggu balasan dari Nicolast, dia segera memutuskan panggilan dan melangkah cepat di apartemennya.

Gerlan dengan segera mengumpulkan semua orang yang ada di apartemen, wajahnya memancarkan keseriusan yang tak biasa. Waktu seolah melambat saat dia berdiri di tengah ruangan, menyusun kata-kata yang harus dia sampaikan.

"Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" serunya tiba-tiba, suaranya keras dan penuh ketegangan.

Semua yang ada di ruangan itu terdiam sejenak, terkejut oleh perintah yang mendadak. David, yang duduk di sudut ruangan, berdiri dengan cepat, wajahnya penuh tanda tanya. "Kenapa kita harus ke rumah sakit, Ger? Apa yang terjadi?" tanyanya, nada suaranya penuh dengan kekhawatiran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GENTA & LUNA [SEDANG DALAM REVISI💣]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang