Part 25

2.4K 163 21
                                    

Sylvster merenung menatapi sebuah danau besar yang terletak di tengah taman bunga. Gurat wajahnya terlihat sedih, berulang kali ia menyeka air mata yang turun melewati pipi. Tak pernah terpikirkan olehnya untuk menangis, ia sama sekali tak perduli dengan kesedihan, tetapi ini benar-benar membuatnya seperti hilang. Semua rasa sakit tak bisa terbendung lagi oleh relung hatinya. Ia benar-benar tak ingin kehilangan Victoria sama sekali tak ingin.

"Aku turut berduka atas insiden yang menimpa Victoria" tiba tiba Allishia datang sembari mengusap bahu Sylvester. "Aku menyesal menyuruh Victoria pergi untuk mencari peta itu, kita mendapatkan petanya tetapi kehilangan Victoria" Allishia menghembuskan nafas perlahan, matanya melirik ke arah Sylvester yang tengah mengusap wajah.

"Kau berkata seperti itu seakan Victoria benar-benar mati" tukasnya tanpa memandang Allishia sedikit pun. Victoria adalah gadis kuat, ia tidak akan mati semudah itu. Ia yakin jika Victoria akan segera sembuh dan berkumpul lagi dengannya disini. Sylvester merindukan Victoria, semua yang gadis itu lakukan sangat ia rindukan.

"Maafkan aku, aku kira Victoria.."

"Dia sekarat, tetapi aku berhasil menolongnya. Ia sedang dirawat oleh bangsa Falcon. Perjalanan yang jauh tidak memungkinkan jika aku membawanya pulang dan sekarang aku benar-benar khawatir dengan kondisinya"

Allishia berpindah menatap Sylvester penuh tanda tanya. "Bangsa Falcon? Tak kusangka jika mereka nyata. Seberapa tau mereka mengenai kaum hybrid?" Ia tak peduli dengan kondisi Victoria.

"Tidak banyak, bahkan ia tidak tau jika aku adalah Raja Werewolf" Sylvester berpaling menatap wajah Allishia sekilas, kemudian berlalu meninggalkan wanita itu sendiri. Ia sedang tidak ingin berbincang dengan siapa pun.

"Vester"

Belum sempat ia memegang gagang pintu Allishia memanggilnya, "ada apa?"

"Tak ingin menikmati sunset bersamaku? Mungkin segelas wine juga bisa menghilangkan rasa gundahmu" wanita itu tersenyum manis. Tak pernah terpikirkan olehnya jika ia bisa seanggun ini.

Sylvester terlihat berpikir, ia juga butuh kawan untuk sekedar menghiburnya, mungkin saja dengan ini ia tidak akan terlalu mengkhawatirkan gadis itu, gadis itu pasti akan baik-baik saja. "Baiklah, kutunggu kau di gazebo" ia kembali melanjutkan langkah sampai tubuhnya benar-benar menghilang dari pandangan. Wanita itu langsung tersenyum puas sebelum dirinya ikut pergi mengekori Sylvester.

-WEREWOLF-

Dua hari sebelumnya..

Di sisi lain Proplee-pemimpin bangsa Falcon-sedang mengerahkan para tabib untuk mengobati Victoria yang masih berlumuran darah. Bebarapa tabib perempuan langsung melepaskan pakaian Victoria dan menggantikannya dengan pakaian mereka, sedangkan Tabib yang lain membuat ramuan untuk membalurkanya pada luka Victoria. Hidup di alam bebas membuat mereka sangat cepat dalam bertindak dan tak butuh waktu lama tubuh Victoria sudah terobati.

"Lukanya cukup besar mungkin butuh waktu sekitar 3 minggu untuk ia benar-benar pulih" ujar tabib wanita kepada proplee, pria itu hanya mengangguk sembari masuk kedalam kamar untuk menjenguk jiwa ringkih yang sedang terbaring lemah di atas gumpalan kapas yang dianggap sebagai tempat tidur mereka. Gadis itu benar-benar pucat tetapi kecantikan wajahnya tidak akan pernah luntur. Bibir mungil, hidung mancung, serta alis tebal yang ia miliki berhasil merias wajahnya dengan sangat sempurna.

Tak perlu waktu lama Proplee kembali bergegas meninggalkan Victoria dan bersiap untuk berburu hidangan makan malam mereka nanti.

***

"Vester"

Allishia menatap wajah Sylvester dari samping, pria itu sama sekali tidak mengindahkan panggilannya. "Victoria akan selamat, tenanglah" ia kembali mengusap bahu Sylvester mencoba untuk mengambil perhatiannya, namun tetap itu tidak berhasil.

"Memangnya kenapa jika Victoria tidak selamat?" Barulah kalimat itu mampu membuat Sylvester menatap Allishia. Mata kelabu langsung menusuk tajam manik cokelat wanita itu.

"Aku akan mati bersama Victoria, jiwaku dan dia sudah menyatu. Victoria merasa sakit akupun begitu"

Allishia mendengus, "kau tak menganggapku? Kita dulu pernah bersama"

"Apa maksdumu? Sekarang aku milik Victoria!" Tegas Sylvester sembari meremas rumput yang ada di samping mengimbas kekesalan. "Kau tidak akan pernah bisa menggantikan Victoria, sekeras apapun kau berjuang Victoria tetap selalu ada di sini" jelas Sylvester sembari menunjuk bagian dadanya mengisyaratkan jika Victoria telah berada di sana dan tak akan pernah tergantikan.

Allishia terdiam, ia kehabisan kata-kata untuk membalas. Rasanya ingin sekali menyingkirkan Victoria dari sini, gadis itu merusak rencananya. "Ah ya Vester, mungkin kau tidak tau tentang ini karena aku merahasiakannya darimu. Savarez memiliki rasa dengan Victoria dan aku tidak sengaja pernah melihat mereka berciuman di belakangmu. Jujur aku tidak bermaksud untuk merusak hubunganmu dengannya, tapi sepertinya aku harus memberitahu ini untuk mengingatkan jika Victoria tidak mencintaimu seperti kau mencintainya" Allsihia berpaling menatap matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. Garis wajahnya terlihat puas setelah berkata seperti itu, sekilas matanya melirik Sylvester yang terdiam menatapnya. Senyum kemenangan sedikit ia tunjukan karena keberhasilannya itu. Ia bangga akan dirinya.

"Aku sama sekali tidak percaya dan aku tidak peduli jika Victoria tidak mencintaiku. Cinta memang egois, tetapi cinta tidak memaksa. Cukup aku yang memberikannya cinta sebagaimana aku menyayangi dan melindunginya dan apapun yang terjadi tidak akan bisa merubah takaran cintaku kepada Victoria, kau paham itu?! Diamlah dan cukup sore ini aku mendengar bualanmu. Kau benar-benar memuakan!"

Allishia terbengong mendengar semua tutur kata Sylvester. Pria itu memang tidak bisa ditebak, perilakunya, perbuatannya bahkan perkataanya. "Allsihia, apa kau tidak malu? Dulu aku bersamamu karena kau selalu mengejarku dan sumpah demi tuhan aku sama sekali tidak mencintaimu. Kau wanita yang sangat tidak mempunyai harga diri. Jadilah Ratu bijaksana dan berhenti mengurusi urusan asmaraku!" Tegasnya sekali lagi. Kali ini Allishia benar-benar terdiam, dadanya bergemuruh, sudut matanya memanas, ia akan segera menangis sekarang juga. Dirinya begitu malu akibat perkataan menohok Sylvester, pria itu memang pantas dicap sebagai pemilik mulut terpedas di Syrion. Tanpa basa-basi lalu Sylvesyer pergi meninggalkan wanita itu di tengah perpindahan siang menuju malam.

Langit yang semula cerah berubah menjadi hitam pekat tertutupi mendung yang dibawa angin dari timur. Angin kencang mulai menyambut Syrion beserta Allishia yang sedang menangis kencang dihadapan danau besar. Ia meraung dan berubah menjadi werewolf kemudian mengobrak abrik taman untuk melampiaskan semuanya, lalu ia berlari menuju gerbang belakang dan menghilang di dalam hutan.

Aku akan update 2 bab jadi pantengin aja yah okey

WEREWOLF : The Story Of Sylvester [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang