"Dimana gadis itu?"
Ujar seorang pria yang diutus untuk membawa Victoria makan malam bersama Sylvester. Pria yang bernama Perseus itu berperawakan tinggi besar dengan kulit cokelat sawo matang dan wajah yang tertutupi topeng. ia selalu membawa dua pedang di kanan serta kiri pinggangnya.
"Aku tidak tau perseus, bagimana jika Raja tau? Pasti beliau akan marah besar kepada kita"
Perseus seketika frustasi mendengar jawaban dari pelayan yang biasa mengantar makanan untuk Victoria. Pelayan itu merintih cemas akan nasibnya nanti. Apa yang akan dilakukan Sylvester jika ia mendengar kabar bahwa victoria kabur?
"Sebaiknya kita cari saja, aku mencium dari aromanya jika dia belum jauh dari kastil" Kemudian Perseus berlalu meninggalkan kamar yang di tempati Victoria menyisakan dua pelayan disana.
-Werewolf -
"APA?! Bagaimana bisa gadis itu kabur? Bahkan aku belum sempat menandainya"
Sylvester yang sedang menikmati santapan seketika berhenti. Ia begitu geram mendengar gadisnya pergi dari kastil, gadis itu pasti akan terancam bahaya. Dunia immortal tidak seperti dunia manusia, apalagi gadis itu adalah seorang manusia, bisa-bisa gadis itu akan menjadi santapan para werewolf lainnya. Sial!"Saya tidak tau Yang Mulia, mungkin lemahnya penjagaan yang membuat gadis itu lolos begitu mudah, tapi saya telah memerintahkan para pengawal untuk mencarinya"
Perseus menunduk ketakutan, ia terlampau jujur dan dengan kejujuranya ini ia siap menerima segala perlakuan Rajanya yang pasti akan murka. Benar saja, dua tamparan berhasil melayang ke arah pipinya begitu kasar dan kuat. Ia hanya bisa menahan supaya tetap menunduk membiarkan kepalanya berdenyut. Ia tidak mau merintih ataupun mengeluh karena serangan akan lebih didapat jika ia melakukan kedua hal tersebut.
"Pergi dari hadapanku atau kupenggal kepalamu! Cari gadis itu dan kurung dia di penjara"
Titah Sylvester penuh kemurkaan, ia melempar gelas wine yang tersedia di atas meja kearah dinding hingga remuk tak terkira. Betapa bodohnya gadis itu memilih kabur daripada menetap. Apakah ia tidak tau jika di luar sana banyak sekali mahluk immortal lain yang mengincar dirinya?! Memang gadis bodoh mau bagaimanapun dijelaskan tetap tidak akan mengerti.
-
Jam menunjukan pukul 3 sore, gadis itu masih terus berlari menyusuri hutan yang mulai menggelap. Napasnya sudah memburu bersamaan dengan keringat yang juga membasahi tubuh. Ia terengah, kakinya seakan ingin patah. Ia tidak kuat lagi dan memutuskan untuk beristirahat dibawah pohon besar yang dilihat cukup aman untuk bersembunyi. Diliriknya gaun ungu kebesaran yang telah basah oleh keringatnya sendiri. Gaun sederhana yang penuh estetika. Benar benar gaun yang begitu indah, menurutnya.
Saat dirinya hampir tertidur, samar-samar telinganya mendengar pergerakan yang tidak jauh dari tempat persembunyian. Pergerakan itu semakin lama semakin mendekat dan membuat matanya reflek terbuka.
Ia melihat kesekeliling, gelap dan sunyi, tapi dengan kesunyian ini ia bisa lebih jelas mendengar suara disekitar. Perlahan, dirinya beranjak dan kakinya yang mungil itu mulai melangkah mendekati semak-semak belukar. Jantungnya berdegup kencang, dilihatnya semak itu dan ia bernafas lega. Ternyata tidak ada apa-apa. Ia mengelus dada berulang kali sambil mengehembuskan napas keras. Lalu ia memutar tubuhnya dan seketika napasnya tercekat. Kakinya begitu sulit untuk di gerakan. Apalagi jantungnya, seakan ingin berhenti berdetak. Yang ia temukan, dua ekor monster berbentuk serigala bertubuh besar dengan gigi panjang menyeringgai.
Monster serigala itu seolah menyapa, seketika pikirannya pun tertuju untuk segara pergi, ia tidak bisa terus terusan berdiam diri di sini atau dirinya akan mati. Dengan segala nyali yang terkumpul, kakinya mulai melangkah meninggalkan serigala itu. Ia tidak mau menjadi santapan mereka, lantas ia terus berlari sampai tenaganya terkuras habis dan nafasnya pun tersenggal. Sumpah demi dewa zeus ia butuh air. Diliriknya kebelakang, ternyata dua serigala yang mengejarnya tadi tertinggal jauh. Entah dirinya lari begitu cepat atau serigala itu yang memilih mundur, ia tidak tau, namun yang terpenting sekarang adalah air.
Bruk
"Ah"
Tubuhnya terpental menabrak sesuatu yang ia yakini itu adalah manusia, tetapi mengapa dirinya begitu keras tertabrak?
"Maaf-maafkan aku.. aku tidak-"
Dan saat itulah ia tidak bisa lagi melanjutkan perkataanya. Ternyata seseorang yang ia tabrak tadi adalah prajurit. Prajurit dengan tubuh besar yang 3 kali lebih besar dari tubuhnya. Prajurit itu mengenakan baju yang sama percis seperti di kastil Sylvester. Sialan. Ini benar benar sialan.
"Ma-mau apa kalian?!"
Victoria tergagap. Suaranya bergetar, ia tidak mau menjadi tawanan disana. Ia tidak mau menjadi tumbal atau apa pun. Ia seorang pengembala dan butuh kebebasan, namun prajurit itu tidak mengindahkan pertanyaannya dan langsung meraih tubuh mungil itu lalu mengangkatnya ke atas pundak layaknya karung beras.
"Lepaskan aku! Lepaskan aku! Kumohon. Jangan bawa aku kesana! Aku tidak mau... aku tidak mau"
Victoria meronta sembari terus memukul punggung prajurit itu yang ternyata pukulannya sama sekali tidak terasa. Ia menangis. Tamatlah riwayatnya kali ini.
-
"Diam kau gadis cengeng, tempatmu disini sekarang"
Prajurit itu menjatuhkan tubuh Victoria kasar di atas tumpukan jerami yang berbau anyir. Banyak percikan darah serta tulang belulang seukuran tulang manusia disekitarnya. Ia begitu tercekat dan tubuhnya langsung bergetar merinding. Ia sangat takut. Disini begitu gelap dan bau dan sudah pasti dirinyalah yang akan menjadi tumbal.
"Jangan pernah berusaha kabur lagi atau aku akan mematahkan lehermu dan memakan jantungmu" Ujar prajurit itu lagi yang membuat Victoria merinding ketakutan, lalu prajurit itu menutup pintu penjaranya dan meninggalkan Victoria di dalam sana.
"Hiks"
Victoria menangis. Tangisannya semakin lama semakin keras membangkitkan salah satu mahluk di samping selnya yang ikut terkurung.
"Bsstt. Hei"
Victoria menoleh, tidak ada yang terlihat selain kegelapan.
"Siapa disana?"
suara Victoria bergetar. Ia takut, sangat takut. Alih-alih jika suara itu adalah monster yang akan memakannya bagaimana? Apakah ia bisa mewujudkan mimpinya dulu sebelum mati?
"Jang-jangan membuatku takutt"
lalu Victoria memundurkan badan hingga menyentuh dinding yang ada di belakang. Dindingnya basah, Ia segera meraba dinding tersebut untuk melihat cairan apa yang mengenai punggungnya dan saat matanya berhasil menangkap sedikit warna dari cairan tersebut dirinya langsung menjerit histeris.
"Bsstt.. diamlah, kau bisa membangunkan yang lain"
Seketika Victoria terdiam tapi tubuhnya masih menggigil tegang. Bagaimana bisa ia memegang darah yang begitu kental? Ia begitu mual.
"Siapa kau!"
"Beatrise, panggil aku Beatrise"
Victoria tak menjawab ia masih menormalkan nafasnya yang tersenggal. Sialan, ia benar benar tidak bisa melihat lawan bicaranya sekarang.
"Baumu.. hmm.. kau- kau benar benar harum. Kau manusia? Siapa namamu?"
Beatrise berjalan mendekat kearah sel sebelah yang ditempati Victoria, dengan begitu Victoria dapat lebih jelas melihat Beatrise dibantu oleh pantulan lampu yang remang-remang.
Wajah Beatrise sangat pucat seperti mayat hidup. Bibirnya berwarna putih sedikit mengelupas. Kuku-kukunya panjang menghitam dan yang paling menyeramkan adalah rambutnya. Seketika Victoria terperanjat dan memalingkan muka kesamping. Mahluk apa itu? Mengapa tubuhnya begitu menakutkan?
"Jangan takut. Aku vampire"
[original story by rafaefazelt]
KAMU SEDANG MEMBACA
WEREWOLF : The Story Of Sylvester [Completed]
Romance#1 in Serigala #1 in king #2 in Immortal [BOOK 1] Matanya membara menatap nyalang kearah Victoria croft, gadis bertudung merah yang ia temui beberapa hari lalu di inti jurang kematian. Ia telah mengorbankan separuh nyawanya untuk menolong gadis itu...