Berlari menyusuri hutan dan dikejar oleh para warga sudah biasa bagi Victoria, tetapi jika berjalan di kerumunan dan menjadi pusat perhatian itu cukup sulit baginya. Victoria bukanlah gadis yang dapat berinteraksi kepada siapapun, karena semasa kecil papa selalu menguncinya di rumah atau membiarkannya pergi ke pinggir sungai, namun tidak melebihi batas yang ia berikan. Victoria tumbuh menjadi gadis hutan yang sangat bersahabat dengan alam. Ia terkenal menjadi gadis pendiam yang sukar tersenyum sehingga mendapat julukan sebagai penyihir.
Kini, dentingan alunan musik mulai terdengar jelas di kedua telinganya, Sylvester yang sedari tadi bersanding dengan Victoria semakin mengeratkan genggaman tangan pada gadis itu sembari menuntunnya ke lantai dansa.
"Pesta yang menyenangkan, Your Majesty"
tiba-tiba seorang pria muncul di hadapan mereka membuat keduanya sedikit terlonjak."Kau selalu membuatku terkejut, Savarez" Terdapat penekanan pada ujung kalimat membuat Victoria segera menatap Sylvester. Bibir tipis pria itu menyudut membentuk senyuman kecil, matanya juga tak lepas memandang lawan bicara.
Victoria pun akhirnya memalingkan wajah kearah lawan bicara Sylvester, sekilas pria itu memiliki kemiripan wajah seperti cara memandang serta berkedip, namun saat tersenyum pria itu lebih unggul dibanding Sylvester.
"My Queen mencari anda yang mulia"
Savarez membungkuk memberikan rasa hormat diikuti seulas senyum jahil terlukis pada bibirnya. Victoria tau jika pria itu sedang bergurau saat dirinya membungkuk.
"Teruslah seperti itu Savarez, aku menyukainya" balas Sylvester dengan gelak tawa. Victoria pun ikut tertawa walaupun ia tidak tau apa yang sedang mereka tertawakan namun ekspresi Sylvester membuat dirinya ikut tertawa.
"Oh.. ngomong-ngomong, siapa gadis cantik yang ada disampingmu ini?"
Victoria segera tersenyum dan melepas tautan tangannya pada Sylvester. "Victoria"
Ujarnya malu malu bagai kuncup bunga yang tak siap mekar. Melihat itu membuat Savarez merasa gemas akan tingkah dan senyumnya tetapi ada satu hal yang mengganjal, yaitu aromanya.Gadis itu memiliki aroma yang tak pernah ia cium, aroma kedamaian yang begitu tentram dan menyeruak. Seakan nalurinya keluar, ia ingin merasakan bagaimana nikmatnya gadis itu. Setiap darah yang mengalir ditenggorkan, setiap daging yang melekat ditulang dan juga kehangatan. namun cepat-cepat semua pikiran keji itu ia tepis jauh-jauh mengingat gadis itu sudah ditandai yang berarti jika ia merebut sesuatu bukan miliknya, maka akan terjadi pertempuran hebat untuk mendapatkannya.
"Savarez"
Setelah cukup lama membayangkan kenikmatan gadis itu, akhirnya Savarez pun membalas. Ia melayangkan tangan kedepan menunggu lawanya menjabat. "Ingin berdansa denganku?"Victoria segera menoleh kearah Sylvester yang mengangkat sebelah alis memberikan isyarat bahwa Victoria boleh berdansa dengan Savarez. Dengan ragu, Victoria menggapai tangan Savarez lalu pria itu mencium pucuk tangannya sekilas.
Mereka berjalan menuju lantai dansa dan menari bagai seorang putri dan pangeran. Kedua kaki Victoria bergerak lihai mengikuti alunan musik merdu dari paduan piano serta biola seperti yang dulu papanya ajarkan. Sampai pada sesi gerakan dimana seorang pria harus mencium wanitanya, Victoria pun berpaling. Alhasil, Savarez meraih dagu gadis itu untuk menatap wajahnya yang tersirat gelisah.
"Kita harus melakukan ini"
"Tidak harus, aku tidak bisa"
Victoria membalas tatapan Savarez memberikan permohonan dalam supaya pria itu tidak menciumnya.Savarez berdecak, "Hanya sekali" Lalu tanpa persetujuan Victoria, pria itu mencium bibirnya dengan kecupan singkat yang membuat jantungnya berdegub kencang. Ia mematung dan tak berkedip sama sekali. Bibirnya terkatup rapat tak bergumam, hingga pada detik berikutnya Savarez meraih pinggang Victoria dan mendekatkan gadis itu ketubuhnya.
"Bersikaplah seperti seorang bangsawan yang terhormat"
Bisik Savarez di telinga Victoria. Segera gadis itu menjauhkan tubuhnya kemudian menatap Savarez tidak suka."Kemarilah, sesi dansa belum berakhir. Akan kuceritakan sesuatu"
Raut wajah Victoria berubah ragu. Rasanya ia ingin berlari pergi, namun perkataan Savarez tadi membuatnya mengurungkan niat. Dengan langkah perlahan, akhirnya Victoria mulai mendekat dan menautkan kembali tangannya pada Savarez.
"Kau tidak ingin bertanya siapa aku?"
Victoria mendongak, sebenarnya ia ingin menanyakan hal itu tapi ia terlalu takut untuk mengutarakannya. Lagi pula ia juga tidak berhak untuk bertanya-tanya.
"Aku tidak berhak untuk menanyakan itu"
Savarez mengulum senyum lalu memindahkan tangan gadis itu keatas bahunya "Sylvester terlahir tidak sendirian, ia memiliki saudara kembar dan akulah saudaranya"
Pantas wajah mereka terlihat sama ternyata mereka saudara kembar. Tapi, mengapa aku tidak pernah melihat pria ini di kastil? Apakah dia selalu bersembunyi? Gumam Victoria dalam hati.
"Aku tidak pernah melihatmu"
Savarez terkekeh. Lagi dan lagi ia mengulum senyum sebelum berkata. "Aku memiliki sebuah kastil sendiri bersama ratuku sebagai pemimpinya"
Victoria mengernyit heran. Ratu? Apakah dia yang menemani Sylvester berdansa? Siapa dia? Apakah istri dari Savarez? Tapi jika dia adalah istrinya mengapa Savarez tidak berdansa saja dengan ratunya mengapa Savarez memilih berdansa denganku?
"Kau memiliki ratu? Kalau begitu mengapa berdansa denganku?"
"Dia bukan pasanganku, dia adalah saudara angkatku dan Sylvester. Usianya lebih tua dari kita berdua jadi dialah yang memegang kekuasaan di Arion" Lantas Savarez memutar tubuh Victoria lalu menangkapnya kembali dan mendekatkan wajahnya kearah ceruk leher gadis itu yang terdapat bekas taring disana.
"Saat perpecahan antara kaum vampire dan werewolf, Sylvester memutuskan untuk membangun kekuasaanya disini, atau yang kami kenal sebagai Syrion. Ia membawa sebagian prajurit serta kaum diluar bangsawan untuk menjadi rakyat atau pun pengawalnya. Saat itu aku berniat untuk ikut dengan Sylvester namun Allishia melarang"
Victoria termangu ia menghentikan gerakannya sejenak, "siapa Allishia?"
"Ratu kami"
Lalu melanjutkan kembali gerakannya yang terhenti, "Apakah Sylvester memiliki hubungan dengan Allishia?"
Savarez menggeleng. "Ia memilihmu"
Dan sesi berdansa pun berakhir dengan pinggang Victoria yang terangkat oleh Savarez, dari sudut ini ia bisa melihat sebagian orang sedang berdansa dan tak jauh dari pandangannya, ia juga melihat Sylvester ikut mengangkat Allishia.
Savarez pun kembali menurunkan Victoria lalu membawa gadis itu ke pinggir. Niat Savarez ingin mengajak Victoria menikmati anggur merah yang rasanya terbaik di seluruh negeri terpaksa ia urungkan karena merasakan sebuah tatapan tajam mengintimidasi dari arah samping tubuhnya.
"Dia mengawasi kita"
Victoria menoleh, mata gadis itu memincing kearah savarez bingung, "Siapa?"
"Sylvester"
Kemudian Savarez meninggalkan Victoria sendiri di tengah keramaian. Victoria yang tak mengerti lantas mengikuti Savarez dari belakang, namun karena langkah pria itu sangat cepat dan tak tergapai alhasil ia kehilangan jejak Savarez begitu saja. gadis itu pun menatap kesekeliling, banyak mata menatapnya heran dan ia merasa sedikit terancam, akhirnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu ke suatu arah yang tak ia tau. Naasnya saat ia berlari tiba-tiba kakinya tak sengaja terpeleset sehingga membuat tubuhnya hampir terjatuh dan beruntung sebuah tangan berhasil menahannya. "Aarkh.. aku takut" Segera gadis itu meraih tangan yang berhasil menahannya kemudian memeluk tangan itu erat.
"Aku disini"
Seseorang itu mengusap punggung Victoria perlahan menimbulkan rasa hangat dan lembut yang tercipta diantara gesekan kulit mereka."Aku ingin kembali ke kamar"
"Mari kuantarkan"
Lalu seseorang itu meraih pinggang Victoria dan menuntunnya ke arah ruangan yang membawa mereka ke kamar. Victoria begitu naif ia tak sempat menatap siapa yang menolongnya tadi, sedangkan seseorang itu menyeringgai puas penuh kemenangan di balik topeng yang sedang ia gunakan.Vote komennya dong kakak cantik;)
KAMU SEDANG MEMBACA
WEREWOLF : The Story Of Sylvester [Completed]
Romansa#1 in Serigala #1 in king #2 in Immortal [BOOK 1] Matanya membara menatap nyalang kearah Victoria croft, gadis bertudung merah yang ia temui beberapa hari lalu di inti jurang kematian. Ia telah mengorbankan separuh nyawanya untuk menolong gadis itu...