Sudah seminggu berlalu setelah insiden yang menimpa Victoria, gadis itu mulai tersadar dari koma dan ia merasa bingung, dimana ia berada sekarang? Dimana Sylvester? Kenapa tidak ada orang disini? Perlahan ia mulai bangkit dari tidur dan berteriak ketika merasakan rasa sakit yang menyengat di bahu serta pipinya. Sungguh benar-benar sakit dan saat ia berteriak tadi seorang pria datang memasuki kamarnya. Ia terkejut karena pemimpin bangsa falconlah yang datang bukan Sylvester.
"Dimana Sylvester? Apa yang terjadi padaku?" Gadis itu masih berusaha untuk duduk dengan perlahan.
"Tenanglah, sebaiknya kau berbaring saja. Lukamu belum cukup kering" Proplee membaringkan Victoria yang masih nekat untuk duduk. Ia menatap raut wajah gadis itu yang mulai segar. Bibir mungilnya sudah berwarna pink kembali, kantung hitam di bawah mata juga sudah menghilang dan kecantikan gadis itu lebih terpancar dari pada hari hari kemarin. Wajar jika Sylvester menikahinya.
"Kau nyaris mati kemarin tetapi Sylvester berhasil menolongmu. Ia sedang berada di kastilnya sekarang, mungkin dua minggu lagi ia akan datang menjemputmu pulang" Jelasnya kepada Victoria yang masih terdiam. Ia menghembuskan nafas pelan menormalkan moodnya yang tiba-tiba memburuk. "Baiklah.." Saat ia ingin melanjutkan perkataannya kembali, raut wajahnya mendadak berubah, perutnya mual, sangat mual, bahkan sampai ia tidak tahan lagi.
"Aku mual"
Dan saat itu juga ia memuntahkan cairan bening ke lantai yang ada disamping tubuhnya. Segera Proplee memijat tengkuk Victoria berbarengan dengan volume muntahannya. "Mungkin itu efek dari ramuan yang setiap hari kami minumkan kepadamu"
"Perutku sakit" ia menyeka bibirnya menggunakan kain yang diberikan Proplee. Sudut matanya berair dan wajahnya kembali memucat. "Aku ingin minum" segera Proplee mengambil air yang tersedia di atas meja dan memberikannya kepada Victoria sontak gadis itu meminumnya begitu cepat hingga tak sampai lima detik air yang diberikan Proplee sudah habis terminum. Proplee menganga, gadis itu lebih rakus dari kaumnya atau memang manusia seperti itu?
"Aku tidak tau jika kau rakus" perkataan Proplee barusan membuat Victoria tertawa, ia menyerahkan kembali kendi yang dibawanya dan saat Proplee ingin meraihnya tiba-tiba tabib wanita datang mengejutkan mereka.
"Proplee.. istrimu melahirkan"
"Apa?!"
sontak pria itu bergegas untuk menuju ke kamar istrinya "Victoria aku akan memanggilkan Silva untuk menemanimu" victoria hanya mengangguk sembari mengucap selamat kepada Proplee sebelum pria itu berlalu meninggalkannya sendiri, tapi tak sampai waktu lama seorang wanita datang menghampiri. Wanita itu menyapa Victoria dengan senyum hangat, Victoria segera menyadari jika wanita itu pernah ia temui di dalam mimpinya saat ia menembus air terjun itu.
"Aku pernah bertemu denganmu"
Silva mengernyit dahi heran, ia bahkan baru hari ini bertemu dengan Victoria.
"Kau tak percaya? Aku memiliki kemampuan untuk pergi tanpa membawa badan" Victoria menyakinkan Silva yang masih tidak percaya.
"kau hanya manusia biasa"
Victoria tersenyum sekilas, "aku tau tetapi suamiku seorang werewolf"
"Ah ya, aku ingin tau bayinya perempuan atau laki laki?" Lanjutnya.
"Perempuan dan sangat cantik" Silva kembali tersenyum.
"Aku sangat ingin melihatnya"
"Kau masih sakit Victoria"
senyum Victoria yang tadinya sumringah luntur terganti raut wajah kecewa. Silva hanya terdiam sembari tangannya mengusap kepala Victoria."Silva, aku ingin tau. Apa yang kalian lakukan saat hamil?" Silva mengernyit dahi sebentar sebelum ia menjawab pertanyaan gadis yang ada di hadapanya.
"Kami memiliki sebuah tradisi. Saat tabib mendeteksi kehamilan, suami yang menghamilinya harus melayani istri apapun yang diminta demi kebahagian sang buah hati dan istri yang hamil harus merelakan jika suaminya mencari hewan buruan tanpa senjata dan tanpa teman" jelasnya diiringi senyuman yang sama sekali tak pernah pudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEREWOLF : The Story Of Sylvester [Completed]
Romance#1 in Serigala #1 in king #2 in Immortal [BOOK 1] Matanya membara menatap nyalang kearah Victoria croft, gadis bertudung merah yang ia temui beberapa hari lalu di inti jurang kematian. Ia telah mengorbankan separuh nyawanya untuk menolong gadis itu...