Fajar menyising mengobati badai malam yang tak berizin. Sinar mentari juga sudah tak sabaran menuju permukaan bumi yang menjerit minta diperbaiki. Badai semalam meninggalkan kekacuan yang begitu dahsyat menghasilkan aroma basah yang mengedar kedalam kamar seorang gadis cantik, membuat tidurnya semakin pulas.
"Nona?"
Satu panggilan tidak akan membangunkan gadis itu.
"Nona"
Tak ada jawaban.
"Nona Vicky"
panggilan ketiga barulah berhasil mengusik gadis itu dari tidurnya. Perlahan ia mulai mengerjapkan mata menormalkan cahaya yang tepat memasuki retina. Sekali lagi ia merenggangkan otot dan barulah kesadarannya benar-benar pulih.
Segera ia meraba kasur di sebelahnya, tapi tak menemukan siapapun, "Dimana Sylvester?"
"Raja berangkat menuju arion satu jam yang lalu, nona"
Dahinya mengerut, untuk apa Sylvester pergi ke sana pagi pagi sekali? Apakah ada suatu hal yang sangat penting hingga membuatnya pergi tanpa pamit lagi? Atau memang ia sengaja untuk tidak berpamitan?
"Nona, sarapan telah siap di meja makan"
Victoria menangguk, rasanya ia tak ingin makan, tapi ia juga merasa jika perutnya sudah memelas minta di isi. "Ya terimakasih, beri aku 15 menit untuk mempersiapkan diri" ujarnya sembari tersenyum, lantas pelayan itu melenggang pergi meninggalkan Victoria di kamar.
Tak langsung beranjak ke kamar mandi, Victoria memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi miring sejenak. Rasanya ia seperti kehilangan Sylvester, pria itu, Victoria ingin sekali menyusulnya. Mengapa ia sangat merindukan pria itu. Suaranya, tatapannya, sentuhannya seakan menjadi candu. Sebenarnya ada apa di Arion sampai-sampai pria itu cepat-cepat pergi ke sana? Apakah karena Allishia? Ah entahlah. Ia tidak mau menerka-nerka.
Sudah selesai ia mengadu nasib, tubuhnya pun beranjak meninggalkan kasur untuk membersihkan diri di kamar mandi. Tak butuh waktu lama, akhirnya ia selesai. Memang sedari dulu papa selalu mengajarkan untuk tidak berlama lama di dalam kamar mandi, bahaya, ia pun menurut.
Tok.. Tok.. Tok
Tiba-tiba sebuah Ketukan terdengar di pintu. Ia melilitkan handuk pada tubuhnya dan segera berlari ke arah pintu. Pikirnya, mungkin pelayan yang mengetuk, tapi nyatanya Savarez-lah yang ada di sana, ia terkejut.
"ah, ada apa?" Victoria menahan daun pintu supaya pria itu tidak membukanya terlalu lebar.
"izinkan aku masuk"
"tidak"
"kenapa?"
"aku sedang tidak memakai baju, tunggulah sebentar" dan barulah Savarez membiarkan gadis itu menutup kembali pintu kamarnya sedangkan ia menunggu di luar.
Gadis itu sedang tidak memakai baju, selintas pikiran kotornya datang menghampiri. Bagaimana rasa darah keperawanan Victoria? Pasti sangatlah nikmat, dan desahan gadis itu saat menyebut namanya, uh, ia menggila. Bagian intimnya mengeras, Segera tangannya mengusap wajah untuk kembali sadar. Sangat tidak sopan membayangkan hal berbau porno kepada calon kakak iparnya. Terkutuklah ia.
"hai" Suara gadis itu membuyarkan lamunan Savarez yang masih berusaha sadar dari dunia khayalan.
Savarez menoleh memandang Victoria yang berbeda dari pikirannya. Hari ini ia mengenakan gaun putih ditimpali dengan jubah biru membalut badan mungilnya. Tak ada pakaian seksi atau makeup tebal ter-rias disana, ia sangat berbeda.
"tak gerah memakai jubah di musim panas ini nona? "
Victoria tersenyum kecil sembari menggeleng pelan, "aku menyukai gaunnya tapi tidak pantas jika kupakai, jadi aku memakai jubah untuk menutupinya"
KAMU SEDANG MEMBACA
WEREWOLF : The Story Of Sylvester [Completed]
Romance#1 in Serigala #1 in king #2 in Immortal [BOOK 1] Matanya membara menatap nyalang kearah Victoria croft, gadis bertudung merah yang ia temui beberapa hari lalu di inti jurang kematian. Ia telah mengorbankan separuh nyawanya untuk menolong gadis itu...