Crak!
Terdengar suara telur pecah yang sengaja di jatuhkan pada kepala seorang gadis yang saat ini tengah tertunduk menahan tangis. Bau busuk begitu menyengat dari tubuhnya ditambah tepung yang berceceran memenuhi wajah dan juga rambutnya.
Sementara itu, tiga gadis di depannya kini sudah menyungingkan senyum puas dengan apa yang telah mereka perbuat.
"Rasain, ini pantas buat lo." ucap Difa salah satu orang yang membully gadis itu.
Gadis yang di bully itu hanya terdiam dengan apa yang telah dilakukan oleh ketiga gadis cantik di hadapannya ini. Baginya di pelakukan seperti ini sudah biasa. Tetapi entah mengapa ia selalu lemah saat di perlakukan seperti itu.
Ketiga sosok cantik itu adalah salah satu tukang bully yang paling disengani di sekolahnya. Salah satunya Sheyla, Si primadona sekolah. Ia tidak akan segan-segan membully orang yang membuatnya terganggu.
Sheyla sedikit menunduk untuk melihat wajah gadis yang sejak tadi kedua temannya bully. Memang, sedari tadi ia hanya menyaksikannya saja tidak ikut membullynya langsung.
Kemudian Sheyla mengangkat dagu gadis itu agar mau menatapnya meskipun hal itu cukup menjijikkan baginya.
"Ingat! Lo berurusan sama gue. Jadi, jangan harap lo bisa lepas gitu aja dari gue," desisnya seraya menekan dagu itu kuat-kuat yang membuat sang empu meringis kesakitan. Sheyla menyerigai puas melihat itu.
"Yok gays!"
Setelah merasa puas membully, Sheyla berserta antek-anteknya berjalan angkuh meninggalkan gadis itu.
"GABBY!"
Tidak lama setelah itu, Seorang gadis dengan rambut berkuncir kuda berlari cepat ke arah gadis yang dipangggilnya Gabby itu. Wajahnya langsung berubah panik bercampur khawatir kala melihat keadaan memperihatinkan Gabby saat ini yang tak lain merupakan sahabatnya.
"Gabby, kenapa keadaan lo bisa jadi kayak gini?" Terlihat sekali bahwa gadis berkuncir kuda itu begitu mencemaskan Gabby.
"Mora, Aku gak papa," ucap Gabby mencoba terlihat baik-baik saja dan berupaya menenangkan sahabatnya.
"Lo bilang gak papa! dengan keadaan lo kayak gini, Lo masih bilang gak papa?!" Gadis yang di panggil Mora itu menggeleng tak habis pikir mendengar jawaban Gabby. "Lo tau gak, gue khawatir banget sama lo! Gue udah cari lo kemana-mana dari tadi. Dan kenapa lo sama sekali gak ngabarin gue?!" ujarnya marah.
"Maaf, Aku gak ngabarin kamu tadi," lirih Gabby menunduk kepalanya. Raut wajahnya terlihat menyesal karena telah membuat sahabatnya khawatir.
Gadis dengan nama lengkap Amora Renata itu menghela napasnya pelan. Merasa bersalah juga karena sudah marah-marah pada Gabby. "Yaudah kalo gitu, sekarang lo harus jujur. Kenapa keadaan lo bisa jadi kayak gini. Lo habis di bully?" ujarnya kini lebih tenang.
"Udahlah Mora, Kamu gak perlu khawatir. Aku baik-baik aja," Bukan maksud Gabby tidak memberitahukan bahwa Sheyla yang telah membullynya. Gabby tidak ingin memperpanjang masalah. Ia juga tidak ingin Amora ikutan di bully oleh geng nya Sheyla. Meskipun Gabby tau niat Amora sebenarnya hanya ingin melindunginya.
Amora akhirnya hanya mengangguk pasrah saja. Ia sebenarnya tahu kalau yang membully Gabby adalah geng nya Sheyla karena bukan sekali dua kali Amora mendapati kaadaan Gabby seperti ini. Hanya saja Amora ingin Gabby jujur, tidak menutup-tutupi lagi darinya.
Amora juga tahu Gabby tidak ingin memperpanjang masalah makanya Amora memilih untuk diam saat ini. Tapi, bukan Amora namanya jika membiarkan sahabatnya dibully terus. Ia tidak akan tinggal diam jika orang-orang tersayangnya itu menderita.
Dan sayangnya saat Gabby di bully Amora selalu datang terlambat. Ia selalu menyesali hal itu karena tidak ada saat Gabby membutuhkan pertolongan.
"Mora, kamu liat kacamata aku gak?" tanya Gabby yang terlihat kesusahan mencari benda berlensa itu yang jatuh entah kemana saat ia di bully tadi.
"Oh ini," Amora mengambil kacamata yang tergeletak di tanah yang berada jauh dari posisi mereka.
Amora menatap prihatin kacamata Gabby yang sudah rusak parah. Entah apa yang dilakukan oleh geng nya Sheyla pada benda yang begitu penting bagi Gabby hingga menjadi serusak ini. "Yahh, kacamata lo rusak. Gak bisa diperbaikin lagi. Mending kita beli yang baru aja pas pulang sekolah nanti." Gabby hanya mengangguk kecil sebagai respon.
Amora yang tiba-tiba mengingat sesuatu refleks menepuk keningnya. "Ya ampun Gabby! gue sampe lupa, sopir lo udah nunggu lama di depan!"
"Ayo!" Tanpa mau berlama-lama lagi Amora langsung mengajak Gabby pergi dari sana. Tapi sebelum itu, Ia menyempatkan membantu Gabby membersihkan tepung yang berceceran di rambut Gabby agar terlihat tidak terlalu kotor. Kemudian mereka meninggalkan taman belakang sekolah yang sudah sangat sepi.
>>•<<
Sedari tadi Amora hanya duduk diam melamun di meja belajarnya. Niat awalnya yang tadi ingin mengerjakan tugas sekolah justru kini sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Sudah dua jam ia melamun memikirkan bagaimana cara agar Gabby, sahabatnya itu tidak terkena bullyan lagi.
Bukan apa-apa, Amora tahu bertapa menderitanya Gabby saat ini. Sudah cukup masalah dengan keluarga yang harus dihadapi gadis itu. Amora kesal mengapa ia tidak satu kelas dengan Gabby padahal sedari SMP ia dan Gabby selalu satu kelas. Kalau mereka satu kelas, Amora lebih leluasa bisa melindungi Gabby dan terus berada di samping sahabatnya itu. Sayangnya tahun ini Amora dan Gabby tidak satu kelas, ditambah lagi dengan anak kelasnya Gabby sama sekali tidak menyukai gadis itu.
Ceklek
Mendengar pintu kamarnya terbuka Amora langsung tersadar dari lamunannya.
"Kamu kok main masuk aja?" Gadis berbehel itu berdecak kesal melihat kelakuan adiknya yang dengan seenak jidatnya memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Bocah dua belas tahun itu memutar bola matanya malas. "Aku udah ngetuk pintu berapa kali tapi kak Mora gak denger."
"Beneran?"
"Ck, Ngapain aku bohong gak guna juga." Amora meresponnya dengan anggukan acuh saja. Terlalu malas meladeni bocah satu itu.
"Ngapain?"
"Tuh, kak Mora dipanggil sama Bunda suruh makan," jawab Alvin seraya berjalan menuju arahnya rak buku Amora.
"Iya, bilang sama Bunda bentar lagi Kakak turun. Kamu keluar gih! Ngapain ke situ? cari apaan hah?!" Amora heran karena melihat adiknya itu yang terlihat seperti sedang mencari sesuatu di rak bukunya.
"En-ngak kok, cuma liat-liat doang." Alvin gelagapan menjawabnya karena ia sedang mencari salah satu buku Amora yang kemarin dia ambil tanpa sepegentahuan kakaknya. Tetapi buku itu entah hilang kemana. Alvin pikir Amora sudah mengambilnya kembali.
"Tumben," Ujar Amora yang sudah mulai curiga dengan gelagatnya Alvin. "Udah, sekarang kamu cepetan keluar sana!"
"Iya kak, ini juga mau keluar. Pelit amat kayak Alvin ada ambil sesuatu aja di kamar kakak."
"Jangan-jangan kamu emang ada ambil barang ya di kamar kakak?!" tuding Amora yang semakin memincingkan matanya curiga menatap Alvin.
"Gak baik su'uuzon kak. Ingat dosa lohh." balas Alvin. Kemudian bocah itu cepat-cepat keluar dari kamar bernuasa biru itu. Hampir saja ia ketahuan.
Amora mengangkat bahunya acuh meskipun curiga dengan gelagat aneh yang ditunjukkan Alvin. Karena bukan masalah itu yang harus ia pikirkan. Masalah yang harus Amora pikirkan saat ini adalah, Gabby. Bagaimanapun juga Amora harus bisa melindungi Gabby.
😊😊😊
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
AmorAtlas
Teen FictionTidak pernah terpikir oleh Amora bahwa hanya pertama kalinya ia datang terlambat kesekolah membawanya harus berurusan dengan Atlas. Si Bad boy tampan plus playboynya. Dimana ia harus terjerat hutang dengan cowok itu, dan di sanalah awal mula hidupn...