"Gue udah ganteng kok."
"Emang dari lahir gue udah ganteng. Bener kan Ty?"
"Bokap Mora pasti langsung nerima gue kalo liat calon mantunya cakep gini."
Atlas tersenyum manis pada kaca spion motornya yang menampilkan wajahnya di sana. Percayalah, yang Atlas ajak bicara sedari tadi adalah si Ninja merah kesayangannya yang sengaja Atlas namainya Pity.
Pitynya sudah terparkir rapi di depan rumah Amora. Hampir sepuluh menit Atlas bergelut memperhatikan wajahnya di spion. Atlas terus saja memandangi wajahnya dengan menyungingkan senyuman manis yang masih terpatri di sana sambil sesekali mengajak motornya itu berbicara. Untung saja tidak ada orang yang lewat di sini. Mungkin orang itu nanti akan menyangkanya gila karena berbicara dan tersenyum sendiri.
"Doain ya Ty. Semoga aja camer gue itu orangnya gak galak," ujar Atlas menepuk pelan badan motornya.
Sudah puas memandangi diri dan mengecek pernampilannya sekali lagi, Atlas beranjak turun dari Ninja merahnya dan berjalan memasuki halaman rumah mewah bergaya minimalis itu. Memang tujuannya ke sini mengajak Amora keluar sekaligus iseng ingin bertemu dengan bokap gadis itu. Dan tentunya Amora tidak mengetahui kedatangannya ke rumah gadis itu. Ya, kalaupun Atlas memberitahunya sudah pasti Amora melarangnya. Bisa dapat dibayangkan bagaimana syoknya gadis itu nanti.
Atlas menghembuskan napasnya pelan sebelum akhirnya memutuskan mengetuk pintu berwarna putih itu. Tak menunggu waktu lama pintu rumah Amora pun terbuka menampilkan sosok bocah laki-laki yang Atlas yakini adalah Adik dari Amora.
"Siapa?" Bocah laki-laki itu bertanya dengan raut wajah datar.
"Oh halo. Perkenalkan, Atlas temennya Amora." Atlas menyapa bocah laki-laki itu dengan senyum ramah. Itung-itung bersikap sopan di hadapan bocah itu. Sebelum meluluhkan hati orang tua Amora, maka Atlas harus lebih dulu meluluhkan hati Adik laki-lakinya gadis itu.
"Temen apa pacarnya Kak Mora?"
"Masih calon," ralat Atlas.
Alvin mangut-mangut saja dengan mata yang masih menilai Atlas. "Ngapain ketemu Kak Mora?"
"Mau ngajak dia jalan." jawab Atlas jujur.
Lah, gue gak disuruh masuk nih? Batin Atlas sedikit kesal. Ia mulai jengah dengan bocah laki-laki itu yang terus saja mengetrogasinya layaknya seperti orang tua Amora saja.
"Da--"
"Mau martabak gak? Kebetulan gua gak sengaja tadi beli di jalan." Atlas langsung mengeluarkan sebuah kantong kresek berwarna putih yang sedari tadi sengaja ia sembunyikan di belakang tubuhnya.
Sebenarnya Atlas sudah mempersiapkan martabak ini untuk orang tuanya Amora. Tetapi, karena rasa kesalnya pada mulut bocah tengil itu yang ingin sekali Atlas bungkam dengan sesuatu agar berhenti bertanya dan martabak itulah yang jadi sasarannya.
Wajah Alvin spontan berbinar. Ia langsung merampas kantong kresek berisi martabak itu di tangan Atlas.
"Silahkan masuk. Kak Mora ada di dalem. Mau ngajak jalan juga gak papa."
Alvin membukakan pintu itu dengan lebar tidak lupa dengan wajahnya yang terlihat lebih bersahabat.Atlas terbengong melihat perubahan sikap Alvin. Secepat itu? batinnya tidak menyangka dengan mudah meluluhkan hati bocah itu dengan makanan.
"Bang, ngapain bengong mau masuk kagak?"
"Eh," Atlas tersentak pelan kemudian menyengir kuda pada Alvin. "Mau lah."
"Kalo gitu ayok!"
"Eh tunggu Cah!" Atlas langsung menahan Alvin yang hendak melangkah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AmorAtlas
Teen FictionTidak pernah terpikir oleh Amora bahwa hanya pertama kalinya ia datang terlambat kesekolah membawanya harus berurusan dengan Atlas. Si Bad boy tampan plus playboynya. Dimana ia harus terjerat hutang dengan cowok itu, dan di sanalah awal mula hidupn...