Part 18

1.3K 85 7
                                    

"Heh cupu! pokoknya kita gak mau tau. Besok kelas ini udah harus bersih!"

Gabby menunduk dengan kedua tangan yang meremas rok abu-abunya. Sementara itu dua siswi yang berdiri di hadapannya saat ini tengah menatapnya dengan tatapan nyalang.

"Denger gak gue ngomong!" bentak siswi itu lagi yang dibalas anggukan kaku dari Gabby.

"Heh! kalo gue ngomong itu natap gue! Ngapain nunduk terus!" Gabby tersentak saat siswi itu tiba-tiba dengan kasar mengangkat dagunya.

"Car, udah. Kalo ada yang liat gimana? yang ada ntar kita kena lapor lagi sama guru." ujar siswi satunya lagi dengan nada sedikit panik.

Siswi dengan nama tag Carla itu menghembuskan napasnya kasar, mencoba mengontrol emosinya. Rasa bencinya begitu besar terhadap Gabby. "Awas aja kalo gak laksanain apa yang gue perintah!" desisnya tajam lalu melengos pergi meninggalkan kelas yang saat ini memang sudah sepi.

"Bye, Cupu!" pamit siswi satunya lagi dengan raut wajah mengejek lalu menyusul Carla, temannya.

Gabby tersenyum kecut dengan mata memandang kepergian kedua siswi itu. Tidak apa, Ia sudah biasa diperlakukan seperti ini.

Tanpa mau membuang waktu lama lagi, Gabby segera mengambil sebuah sapu yang berada di pojok kelas kemudian mulai menyapu kelas yang tampak kotor sekali hari ini. Sebenarnya hari ini memang jadwalnya piket bersama kedua siswi tadi, Hanya saja mereka tidak pernah mau mengerjakannya. Lagi dan lagi ia yang harus mengerjakan ini sendirian.

Gabby menghela napasnya pelan. Rasa pusing mulai menyerang kepalanya. Entah mengapa akhir-akhir ini ia selalu merasakan pusing.

Mencoba meredakan pusingnya, Gabby memilih mendudukkan diri sebentar di sebuah bangku yang berada di dekatnya lalu kemudian memijat pelan pelipisnya.

Sebuah botol air mineral tersodor di hadapannya. Spontan Gabby mendongak menatap siapa orang yang sudah berbaik hati memberikannya minum itu.

"Kamu?!" Gabby sedikit tersentak saat menyadari siapa orang itu. "Kamu ngapain di sini?"

"Minum." Bukannya menjawab, justru orang itu menyuruhnya meminum air tersebut.

Gabby berdecak pelan, "Aku gak haus."

Tidak mengubris ucapannya, Sosok itu langsung membuka tutup botol dan kemudian menyodorkan botol air itu lagi padanya. "Minum." ucapnya lagi dengan nada perintah.

Terpaksa Gabby meraih botol itu dan kemudian mulai meneguk airnya.

"Gimana?" Gabby mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Rafka. Ya, cowok itu adalah Rafka. Entah dari kapan cowok itu muncul di kelasnya.

Seolah mengerti kebingungan Gabby. Rafka kembali bertanya, "Lo masih pusing?"

Kerutan di kening Gabby semakin ketara. Darimana cowok itu tahu bahwa sedari tadi ia pusing?

Dengan masih dilingkupi oleh kebingungan akhirnya Gabby hanya mengangguk saja sebagai respon. Walaupun pusing masih mendera di kepalanya.

Rafka secara tiba-tiba mengambil alih sapu yang berada di tangan kiri Gabby.

"Eh, Kamu mau ngapain?" kagetnya.

"Mau bersihin nih kelas." jawab Rafka santai. Kemudian cowok mulai menyapu, mengerjakan tugas yang seharusnya Gabby kerjakan.

Gabby segera bangkit dari duduknya dan berjalan dengan langkah pelan menghampiri Rafka. "Buat apa? gak usah." ujarnya kembali mengambil alih sapu di tangan cowok itu, tetapi cowok itu lebih dulu menghindar menyembunyikan sapunya.

"Biar gue aja yang bersihin ini kelas. Mending lo duduk aja di sana, supaya  pusing lo nanti cepet hilang." tutur Rafka lembut.

Gabby mengeleng cepat, "Makasih. Tapi aku bisa ngerjain ini sendirian." tolaknya halus.

"Gue gak yakin sama lo. Apalagi nih kelas kotor banget. Gak mungkin lo bisa kerjain ini sendirian dalam keadaan lo pusing kayak itu. Biarin gue aja yang selesain tugas ini."

"Gak usah Rafka. Aku gak mau ngerepotin orang lain." ujarnya seraya hendak merebut sapu itu lagi di tangan Rafka.

"Sebagai seorang teman. Gue berkewajiban membantu lo. Jadi, jangan merasa lo itu ngerepotin gue." Gabby terdiam dengan kata yang terlontar dari mulut Rafka. Mengapa ia bisa sampai lupa bahwa cowok di hadapannya ini sekarang berstatus sebagai temannya.

Entah mengapa Rafka begitu perduli padanya. Sejak kemarin cowok itu selalu banyak membantunya. Gabby jadi tidak enak sendiri menolak bantuan dari orang yang sudah begitu baik padanya.

Gabby menyungingkan senyum tipisnya menatap Rafka yang kini juga tengah menatapnya. Cowok itu menunggunya berbicara.

"Oke. Kita kerjain ini sama-sama."

>>•<<

Amora berdecak kesal dengan tubuhnya yang berguling-guling di atas ranjang. Hal itu terus dilakukannya sejak tadi. Ia uring-uringan tanpa sebab. Di tambah dengan detingan di ponselnya yang terus saja berbunyi sungguh membuatnya terganggu.

Amora menduga ini pasti kerjaan Hana yang menspam chat di WhatsApp nya. Karena ini sudah menjadi kebiasaan Hana yang tidak bisa menahan kepo tingkat akutnya tentang hal yang pasti tidak jauh-jauh dari Atlas. Apalagi gadis itu juga menyaksikan kejadian yang terjadi di parkiran sekolah tadi. Hana pasti sekarang tidak akan berhenti mengusiknya dengan berbagai macam pertanyaan.

Dengan gusar Amora bangun dari tidurannya seraya mengambil ponsel yang tergeletak di dekat ranjang.

Ponselnya kembali berdeting lagi. Matanya sontak terbelalak saat melihat sebuah postingan di istagram dari akun milik sekolahnya. Dimana di dalam postingan itu tampak dirinya dengan Atlas yang sedang mengandeng tangannya.

Lansung saja, hal pertama yang ia lakukan adalah membaca komentar dari para murid sekolahnya. Dan yang paling banyak muncul adalah komentar negatif tentangnya. Yang mengatakan bahwa putusnya hubungan Atlas dan Sheyla disebabkan oleh dirinya. Apalagi sampai ada yang terang-terangan mengatainya pelakor.

Amora geram, entah siapa yang sudah mengungah foto itu di akun milik sekolah. Rasanya ia ingin sekali memaki-maki orang itu.

Amora segera menonatifkan data lalu melempar ponselnya ke sembrangan arah. Wajahnya memerah menahan emosi. Ingin sekali menabok wajah Atlas dan Sheyla sekarang. Dua orang itu sukses memburukan nama baiknya. Setelah ini, Amora yakin, ia tidak bisa bersekolah dengan nyaman dan tenang seperti dulu lagi.

Kesal, marah, kini bercampur menjadi satu. Amora meraih sebuah bantal dan kemudian memukul-mukulnya dengan kesal, melampiaskan emosinya. Membayangkan bahwa bantal itu adalah wajah songong Atlas.

Sekarang Amora memang harus segera mencari cara, agar ia bisa terbebas dari hutang Atlas. Kalau tidak, Amora harus menghadapi banyak resiko jika terus berdekatan dengan cowok itu.

😊😊😊

Tbc.


AmorAtlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang