Amora menaiki satu-persatu anak tangga di rumah mewah kediaman Wijaya. Dalam hati ia tak hentinya berdecak kagum melihat setiap ornamen indah rumah yang bernuansa Eropa itu.
Kakinya tepat berhenti di pertengahan anak tangga. Matanya memperhatikan sebuah figura besar yang tertempel di dinding sebelahnya. Terlihat di dalam figura tersebut terdapat sebuah keluarga kecil di dalam sana yang tak lain merupakan Aksen, Arlina, Atlas dan seorang bocah perempuan yang Amora yakini adalah Adiknya Atlas.
Wajah bocah perempuan itu terlihat sangat cantik persis seperti Arlina. Amora saja yang melihatnya terpana. Lalu matanya beralih menatap Atlas. Bibirnya sedikit tertarik menatap Atlas yang terlihat tersenyum dengan menghadap kamera.
Sekali lagi Amora dibuat berdecak kagum. Ternyata selain sultan, anggota keluarga Wijaya mempunyai tampang menawan semua. Ia jadi minder sendiri jika berada di antara keluarga ini.
Amora yang masih tersenyum menatap foto Atlas seketika dibuat tersadar. Untuk apa juga ia tersenyum menatap foto Atlas di sana? Amora menggelengkan kepalanya sekilas. Seharusnya ia tidak begini. Mengusir pikiran bodohnya tentang Atlas yang mulai berkelana di kepalanya.
Amora kemudian kembali melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga. Tujuannya saat ini adalah kamar Atlas. Sedari tadi cowok itu tak kunjung keluar dari kamarnya sampai kegiatan membuat cheese cake bersama Arlina pun sudah selesai. Arlina menyuruhnya menghampiri Atlas di kamarnya menyuruh cowok itu untuk mencicipi cheese cake buatan mereka.
Saat sampai di lantai dua itu, Amora dihadapkan dengan empat kamar di sana sehingga ia jadi bingung sendiri, yang manakah kamarnya Atlas? Amora meruntuki diri karena tadi lupa bertanya pada Arlina dimana sebenarnya letak kamar Atlas.
Dengan ragu, perlahan namun pasti Amora menghampiri pintu kamar pertama yang tidak jauh berada dari letak anak tangga. Dahinya berkerut memperhatikan sebuah kertas yang tertempel di sana.
Sebelum masuk kamar orang ganteng, harap kecup dulu. Ralat! Ketuk dulu maksudnya :*
Bibir Amora sedikit berkedut setelah membaca tulisan itu. Ada-ada aja, batinnya.
Jelas Amora mengenali tulisan itu yang sebelas dua belas mirip seperti hasil cekeran ayam. Sepertinya ini memang kamarnya Atlas.
Sesuai dengan apa yang tertulis di sana, Perlahan tangannya mulai mengetuk pelan pintu berwarna coklat tua itu.
"Masuk."
Baru Amora memasuki kamar itu setelah mendengar instruksi dari dalam.
Harum musk serta ruangan yang bernuansa abu-abu hitam yang pertama kali menyambutnya saat baru selangkah memasuki kamar tersebut. Tidak berantakan seperti yang ia pikirkan, ternyata kamar Atlas cukup rapi untuk seukuran cowok seperti Atlas. Pasti setiap hari ada pelayan di rumah cowok itu yang membersihkannya.
Amora mendapati tubuh tegap Atlas tengah duduk santai di sebuah bean bag dengan membelakanginya dan memangku sebuah, gitar?
Rasa gugup menghampiri raga Amora saat bertemu cowok itu. Entah mengapa ia tidak bisa menepis rasa aneh tiba-tiba ini.
"Ngapain?"
Amora tersentak kala mendengar suara berat bercampur serak itu. Tanpa sadar kakinya sedari tadi sudah berhenti melangkah.
"Hah?" beonya bingung menatap sosok yang masih membelakanginya itu.
"Ngapain lo bengong di situ?"
Amora menetralkan detak jantungnya. Mengapa ia harus jadi gugup seperti ini?
"Harusnya gue yang nanya. Ngapain lo terus di kamar gak keluar-keluar?" Bagus Amora. Lo harus bersikap biasa aja, batinnya berusaha tenang.
"Kenapa, kangen?" Atlas mengubah duduknya menghadap Amora seraya tersenyum miring menatap gadis itu.
Kenapa senyum miring cowok itu membuat Amora...Err, sudahlah.
"Bisa gak sih. Lo jadi orang jangan terlalu percaya diri. Gue kesini karena suruhan dari Mommy lo yang nyuruh lo buat turun ke bawah!" tekan Amora.
"Oh." Atlas mengedikkan kedua bahunya acuh lalu kembali melanjutkan kegiatannya dengan gitar di pangkuannya. Memetik senarnya asal-asalan tanpa lagi menghiraukan kehadiran Amora yang masih berdiri di sana.
"Lo denger gue ngomong gak sih?" Amora sedikit kesal dengan cowok itu yang seolah menganggap ucapannya tadi hanya angin lalu.
"Denger."
Jawaban acuh dari Atlas entah mengapa semakin membuat Amora tambah kesal.
"Lo itu kenapa sih?!" Amora tidak bisa menahan lagi apa yang dipendamnya sedari tadi. Atlas tiba-tiba bersifat acuh dan dingin padanya. Amora merasa cowok itu seperti marah padanya. Tapi kenapa marah? Amora rasa ia tidak pernah membuat kesalahan pada cowok itu.
Atlas menghentikan kegiatan memetik senar gitar asal-asalannya. Matanya ia alihkan pada gadis yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan kesal. "Emang kenapa sama gue?" ujarnya santai.
Amora menghela napasnya sejenak. "Lo hari ini aneh tau gak!"
Atlas menaikkan alis tebalnya menanggapi ucapan Amora masih dengan tenang. "Bukannya lo yang aneh?"
"Lo itu kenapa sih? Kalo marah sama gue, bilang!" Amora mulai geram sendiri dengan tingkah Atlas.
Atlas menatap manik coklat itu lama.
"Iya. Gue marah sama lo. Gue marah sama lo kerena lo seenaknya pulang tanpa bales pesan dari gue." Cowok itu menghembuskan napasnya kasar.
Amora menggeleng tidak percaya mendengar jawaban Atlas. Jadi ini alasannya mengapa Atlas bersikap aneh? Seharusnya dia yang marah pada cowok itu yang sudah membuatnya harus menunggu lama cowok itu di parkiran tadi.
"Kenapa lo yang harus marah? Harusnya gue yang marah sama lo. Gara-gara lo, Gue terpaksa buang waktu sia-sia gue cuman karena nunggu lo yang gak jelas itu! Dan--"
"Dan lo dengan seenaknya pulang bareng sama si Ketos cupu itu?" sarkas Atlas yang entah mengapa kini terlihat begitu menyebalkan bagi Amora. Kesabarannya selalu diuji jika sudah berhadapan dengan cowok itu.
"Iya! Kenapa, Lo cemburu?!"
"Iya. Gue cemburu."
Deg!
Jantung Amora kembali berdetak tidak karuan. Apalagi melihat Atlas yang bangkit dari duduk dan mulai berjalan mendekat ke arahnya.
"Gue cemburu lo pulang bareng si Ketos cupu itu. Gue gak suka liat lo deket sama dia," Amora perlahan memundurkan langkahnya ketika Atlas semakin mendekat ke arahnya. Jantungnya semakin berdetak tidak terkendali, Ada suatu perasaan yang tiba-tiba muncul menggelitik di hatinya. Sulit didefinisikan.
Atlas semakin mendekat sampai pada akhirnya tubuh Amora menyentuh dinding. Sial, Amora terpojok. Kenapa harus ada dinding di sini?!
"L-lo mau a-pa..?"
Amora tidak bisa menahan rasa gugupnya kala melihat aura berbeda dari Atlas.
Atlas menyangga kedua tangannya pada dinding mengurung pengerakan gadis itu. Bisa dikatakan jarak yang terbentang diantara keduanya sangatlah sempit. Aroma mint yang berasal dari napas Atlas menyapu wajah Amora. Manik hitamnya tidak pernah terlepas dari manik coklat milik Amora sedikitpun. Mengunci tatapan gadis itu.
"Gue cemburu. Karena apa, karena gue suka sama lo. Bukan, lebih tepatnya gue udah jatuh cinta sama lo," ujar Atlas dengan suara rendah.
Amora menahan napasnya saat tatapan Atlas beralih pada bibir pink tipisnya. Amora gugup luar biasa. Bahkan tangannya terasa kelu dan kaku tidak bisa untuk sekedar mendorong tubuh tegap itu. Tubuhnya lemas, pikirannya mendadak blank setelah mendengar ucapan Atlas barusan.
Amora memejamkan matanya erat saat Atlas memiringkan wajah semakin membuat jarak di antara mereka menipis hingga--
"Amora, Atlas, kali-- UPS! SORRY MOMMY GAK LIAT!"
😊😊😊
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
AmorAtlas
Teen FictionTidak pernah terpikir oleh Amora bahwa hanya pertama kalinya ia datang terlambat kesekolah membawanya harus berurusan dengan Atlas. Si Bad boy tampan plus playboynya. Dimana ia harus terjerat hutang dengan cowok itu, dan di sanalah awal mula hidupn...