Amora menghela napas berat dengan menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ada di Rumah sakit. Di sebelahnya, ada Bi Atik dengan raut wajah tidak tenangnya. Beliau terlihat sangat mengkhawatirkan anak majikannya itu.
Amora lebih memilih memberitahukan kondisi Gabby pada Bi Atik dari pada orang tua sahabatnya itu sendiri. Karena bagaimana pun juga, Bi Atik adalah orang pertama dan paling perduli terhadap Gabby.
Saat ini, mereka berdua masih menunggu dengan cemas Dokter yang tengah menangani Gabby yang belum sadarkan diri di dalam sana. Sementara Rafka, Cowok itu berpamitan keluar sebentar entah kemana.
Kreek
Keduanya spontan berdiri saat pintu ruangan rawat Gabby terbuka. Mereka lantas di hadapkan dengan seorang wanita berjas putih di sana.
"Gimana Dok? Non Gabby baik-baik saja 'kan?" tanya Bi Atik penuh kekhawatiran.
Dokter itu tersenyum sejenak dengan mata menatap Bi Atik. "Kondisi pasien baik-baik saja. Tidak ada hal serius yang perlu dikhawatirkan di sini. Hanya saja, sedikit benturan di kepalanya membuat pasien sedikit mengalami pendarahan. Tapi tenang saja, Kami sudah menanganinya tadi,"
"Jika kalian ingin melihat keadaan pasien, silahkan. Pasien sudah sadarkan diri. Saya permisi." pamit Dokter itu, kemudian berlalu dari sana diikuti dengan seorang suster di belakangnya.
Amora dan Bi Atik segera memasuki ruangan rawat Gabby. Tampak di sana gadis itu terbaring lemah dengan wajah pucatnya.
"Ya Allah non Gabby, Bibi khawatir sekali sama non. Untung non Gabby baik-baik saja." Bi Atik langsung saja menghambur memeluk anak majikannya itu.
Gabby dengan perlahan mengelus punggung wanita paruh baya itu. Wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibu setelah Mamanya. "Aku gak papa Bik," ucapnya tersenyum lemah.
Amora hanya memperhatikan keduanya dalam diam. Perlahan ingatannya kembali pada kejadian yang membuat Gabby menjadi seperti ini.
Dirinya dan Rafka menemukan Gabby dalam keadaan terkapar lemah di lantai dan ada Atlas di sana. Entah apa yang cowok itu lakukan terhadap sahabatnya. Yang pasti, Amora hanya beropini bahwa Atlas lah yang membuat Gabby menjadi seperti ini.
"Mora."
Amora tersadar ketika mendengar suara lemah itu. Perlahan kakinya melangkah mendekati brankar di mana tempat sahabatnya terbaring lalu memilih duduk di kursi yang ada di sana.
"Iya, Lo butuh sesuatu?"
Gabby menjawabnya dengan gelengan pelan. Keningnya masih mengerut memperhatikan Amora yang melamun sedari tadi.
"Bik Atik kemana?" tanya Amora ketika tidak mendapati wanita paruh baya itu lagi di ruangan ini.
"Bik Atik tadi permisi mau ke toilet sebentar."
Untuk keseperkian detik keheningan mulai menyelimuti keduanya. Amora hanya memperhatikan dalam diam Gabby dengan segala pikiran yang berkecamuk di kepalanya.
Sementara Gabby yang tidak tahan dengan keheningan mencoba untuk membuka suara. Sedikit aneh dengan perubahan sikap Amora yang hanya bungkam menatapnya. Tak seperti biasa, Amora pasti akan terus mengoceh jika sesuatu terjadi pada padanya.
Meskipun agak ragu akhirnya Gabby tetap harus bertanya, "Atlas di mana?"
"Atlas?" Amora bukan tidak tahu cowok mana yang ditanyakan Gabby. Hanya saja, Ia sedikit terkejut mendengar ucapan Gabby yang entah mengapa menanyakan keberadaan cowok itu.
"Ngapain lo nanyain cowok songong itu?" desis Amora tidak suka. Bukan apa-apa, Amora hanya tidak suka saja saat mendengar nama cowok itu yang sudah membuat keadaan Gabby menjadi terbaring lemah di Rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
AmorAtlas
Teen FictionTidak pernah terpikir oleh Amora bahwa hanya pertama kalinya ia datang terlambat kesekolah membawanya harus berurusan dengan Atlas. Si Bad boy tampan plus playboynya. Dimana ia harus terjerat hutang dengan cowok itu, dan di sanalah awal mula hidupn...