Part 19

1.4K 73 16
                                    

Sebuah bus tepat berhenti di halte dekat SMA Pelita Nusa. Tak lama setelah itu, keluarlah beberapa remaja yang mengenakan seragam putih abu-abu yang tak lain merupakan murid dari SMA tersebut. Termasuk seorang siswi dengan rambut dikuncir kuda yang terlihat berjalan dengan langkah buru-burunya.

Amora melangkahkan kakinya menuju gerbang SMA Pelita Nusa sembari memeluk tubuhnya yang dilapisi sweater berwarna biru itu. Hari ini, Amora sangat bersyukur karena Atlas tidak memunculkan batang hidungnya, untuk menjemput dirinya. Dari kemarin Amora terus saja berdoa supaya Atlas tidak menjemputnya yang mengharuskan ia berangkat bersama cowok itu dan hasilnya sekarang doanya terkabul.

Pagi ini, cuaca terlihat begitu mendung dengan angin yang bertiup lumayan kecang. Amora semakin melajukan langkahnya memasuki sekolah saat tubuhnya semakin terasa kedinginan dan perasaannya pun mulai berubah tidak karuan dengan degup jantung yang berdetak lebih cepat.

Cemas melandanya.Tidak, tidak boleh di sini! Amora perlahan mulai mengatur deru napasnya dengan semakin memeluk tubuhnya mencoba menhilangkan kedinginan. Seharusnya Amora menuruti ucapan Lita tadi yang melarangnya untuk sekolah di cuaca seperti ini. Dan seharusnya Amora juga memakai sweater yang lebih tebal lagi dari ini.

Amora baru bisa menghela napas lega ketika memasuki area sekolah tubuhnya tidak merasa begitu kedinginan lagi seperti tadi. Perlahan perasaan cemas sekaligus takut pun mulai menghilang padanya. Amora menetralkan tubuhnya kembali dan mulai berjalan dengan langkah santai seperti biasa.

Amora bertemu dengan segerombolan siswi yang berbisik-bisik menatapnya. Sebelumnya Amora sudah menduga hal ini akan terjadi. Pasti siswi-siswi itu sedang membicarakannya tentang perihal masalah yang terjadi kemarin. Mencoba mengacuhkannya, Amora memilih melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Hal serupa juga terjadi ketika Amora berjalan di koridor sekolah yang saat ini memang sedang banyak di lalui oleh murid. Apalagi banyak pasang mata yang menatapnya dengan berbagai macam tatapan. Amora tidak perduli. Biarlah saat ini mereka berpikiran sesuka hati tentangnya. Ia terus berjalan hingga sampai di depan kelasnya.

Langkahnya perlahan melambat saat menyadari seseorang berdiri tegap di depan kelasnya. Amora meruntuk dalam hati saat tatapannya beradu pandang dengan manik hitam itu. Buru-buru Amora membuang muka, bersikap tidak perduli dan kembali melanjutkan langkahnya. Hingga akhirnya ia bisa melewati sosok itu dan masuk ke dalam kelas.

Baru saja Amora mendudukan diri di bangkunya, Sosok itu muncul di ambang pintu dan kemudian memasuki kelasnya. Sontak para penghuni kelas yang baru datang itu menfokuskan pandangan mereka pada cowok yang kini berjalan menghampiri bangku Amora.

"Morning, my babu." sapa cowok itu sembari tersenyum begitu mempersona yang justru terlihat menyebalkan di mata Amora.

"Hell." gumam Amora pelan yang terdengar jelas di telinga Atlas. Tapi cowok itu malah menyeringai.

Atlas menompang kedua tangannya menumpu pada bangku, mencodongkan wajahnya sedikit lebih dekat dengan Amora sembari memandang lekat-lekat cewek itu. "Lo marah karena gue gak jemput lo?"

"Sorry, Gue gak bisa jemput lo tadi, dikarenakan gue ada urusan mendadak."

Amora dibuat tidak percaya sekaligus cukup geli mendengar ucapan yang baru saja terlontar dari mulut cowok itu. Sifat terlalu percaya diri Atlas sudah melebihi level atas. Justru Amora amat merasa bersyukur karena cowok itu tidak menjemputnya dan bila perlu sekalian cowok itu menghilang dari hidupnya.

Amora menatap sengit manik hitam Atlas. Sedekat ini, Amora bisa dengan jelas melihat ciptaan tuhan yang begitu terlihat sempurna itu. Mengapa ia baru menyadarinya sekarang? Jujur, Amora mengakui ia sempat terpersona dengan wajah tampan Atlas. Pantas saja cowok itu banyak dikagumi oleh perempuan.

Bisik-bisik mulai terdengar dari penghuni kelas kala melihat jarak keduanya yang begitu dekat. Tersadar, Amora langsung saja mendorong tubuh cowok itu menjauh. "Jauh-jauh dari gue!"

Atlas terkekeh pelan. "Tuh kan lo marah." ujarnya mencolek pelan dagu gadis itu.

Amora menepis kasar tangan Atlas dengan mata melotot marah menatap cowok itu. Emosinya mulai tersulut. "Apaan sih! gila lo!"

"Sebaiknya lo keluar dari kelas gue!" usirnya tegas.

"Calm down Mora. Lo gak perlu emosi gitu, Kita bisa ngomongin ini baik-baik." ujar Atlas diiringi dengan senyuman manis. Sampai membuat beberapa siswi yang melihat senyuman itu memekik tertahan.

Sinting. Satu kata yang terlintas di otak Amora melihat tingkah Atlas sekarang. Sebenarnya apa maksud dari ucapan cowok itu tadi? "Lo budeg? Gue bilang keluar sekarang!"

"Enggak mau Sayang."

Kurang ajar. Amora yang sudah emosi sampai ke ubun-ubun mulai mengepalkan tangannya sembari bangkit dari duduknya dan maju hendak menonjok Atlas, tetapi cowok itu berhasil menahan tangannya dan menarik tubuhnya mendekat pada cowok itu.

"Seorang babu gak boleh kasar sama majikannya," bisik Atlas tersenyum miring tepat di sebelah telinganya Amora, yang membuat gadis itu merinding. Cowok itu menarik lengan Amora semakin kuat hingga jarak diantara mereka semakin sempit. Mata mereka saling menatap satu sama lain selama beberapa detik. Hingga tatapan Atlas berubah serius, "Mulai hari ini dan seterusnya, Lo harus biasain diri dengan kehadiran gue. Lo tau kan apa artinya?"

Amora tak menjawab, Enggan menatap manik hitam itu yang entah mengapa tatapan dari cowok itu membuatnya begitu tidak nyaman. Mencoba mengalihkan pandangannya, Amora menatap kesekelilingnya yang kini sudah banyak murid yang berdatangan di kelas. Ia cukup terkejut mendapati Hana yang berdiri mematung di ambang pintu. Bahkan mata gadis itu terlihat melotot dengan mulut sedikit terbuka.

"Lepasin gue!" berontak Amora yang lansung saja Atlas dengan mudah melepaskan gadis itu.

Atlas berdiri dengan santai sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Tugas lo nanti. Temenin gue makan."

Amora mendengus kesal dengan mata menatap cowok itu tajam. Dalam hati ia terus megumpat sarapah atas tindakan Atlas barusan. Dan kini cowok itu mulai menyuruh Amora menjadikan babunya lagi.

Atlas kembali menyunggingkan senyum miringnya, "Jam istirahat gue tunggu di Kantin." ujarnya kemudian mengacak rambut Amora pelan, membuat para siswi yang melihat itu memekik heboh. Setelahnya, dengan antengnya cowok itu pergi begitu saja seolah tidak melakukan apa-apa.

Setelah kepergian Atlas, langsung saja siswi di kelasnya mengerubungi Amora dan mencercanya dengan berbagai pertanyaan.

"Amora, Lo ada hubungan apa sama Atlas?"

"Mora, tadi bebeb Atlas bilang apa sama lo?"

"Mora, Lo pacaran sama Atlas?"

Ingin rasanya Amora menghilangkan diri saat ini juga. Ini adalah ulah cowok itu yang membuatnya harus menghadapi berbagai pertanyaan dari siswi di kelas yang notabene fans Atlas. Amora memilih bungkam, terlalu malas menjawab pertanyaan dari para siswi itu.

Untungnya Hana muncul dan mencoba membubarkan para siswi itu. "Hush, hush! Kalian ini apaan sih, bubar!" usir gadis itu, persis seperti mengusir anak ayam.

Jessie si biang gosip angkat bicara. "Lo kok sewot sih! Kita kan nanyanya sama Amora." decaknya tidak suka.

"Amora pusing denger pertanyaan unfaedah kalian itu. Mendingan kalian cepetan bubar sana! Bu Ela mau masuk ke sini. Ngapain kalian masih berdiri di sini?!" sahut Hana mulai geram dengan siswi-siswi kepo itu.

Baru saja Jessie ingin kembali bersuara, tetapi tertahan saat seorang guru memasuki kelas mereka. Terpaksa, para siswi itu membubarkan diri.

"Behel, bilang sama gue! Tadi Atlas apain lo?!" Baru saja kepergian para siswi kepo itu, kini justru Hana yang menjadi heboh.

Amora memandang Hana dengan tatapan mematikan seolah ingin memakan gadis itu hidup-hidup. Hana yang mendapat tatapan seperti itu langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

Helaan napas terdengar dari Amora, Hana sama saja seperti para siswi tadi. Sementara Hana hanya bisa menyengir dengan tangan diangkat membentuk huruf 'V'.

😊😊😊

Tbc.

AmorAtlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang