Amora menghela napas seraya merengangkan kedua otot-otot tangannya yang sedari tadi pegal karena menulis. Akhirnya, Amora selesai juga mengerjakan semua tugasnya Atlas setelah hampir empat jam lamanya. Meskipun ia sedikit kesusahan dengan soal dan tulisan Atlas yang mirip seperti cakaran ayam membuat Amora pusing melihatnya.
Amora melirik kemudian mendengus pelan dimana di sebelahnya Atlas sudah tertidur dengan pulasnya. Amora mengalihkan pandangannya pada jam berwana biru yang melingkar di pergelangan kirinya, memastikan pukul berapa sekarang.
Matanya seketika membulat melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul lima sore. Amora baru menyadari ia sudah terlalu lama di sini. Amora langsung saja bangkit buru-buru ingin segera pulang. Karena ia yakin setelah ini, Bundanya akan menceramahinya.
Merasa terganggu dengan grasak-grusuk di sampingnya, Atlas terbangun seraya membuka matanya malas.
"Mau kemana lo?" Atlas menahan tangan Amora yang hendak pergi itu.
Amora berdecak singkat sebelum menjawab, "Pulang lah."
"Tugas gue udah kelar?"
"Tuh, udah," balas Amora cuek. "Lepasin, gue mau pulang."
"Gue anter." Atlas melepaskan tangannya pada gadis itu.
Amora mengeleng cepat, "Gak usah. Gue pulang sendiri."
"Ini udah sore. Gue gak yakin lo bisa pulang sendiri. Jam segini susah buat nyari kendaraan, apalagi itu bus."
"Gue tau, kalo lo selalu berangkat pulang sekolah naik bus," ucap Atlas lagi sebelum Amora memotong ucapannya.
Amora menghela napasnya, "Gak usah. Gue bisa kok pulang sendiri. Gue juga gak mau ngerepotin lo nanti."
"Gak! Lo pergi sama gue, otomatis gue juga yang bakal ngaterin lo pulang."
"Lo tunggu di sini. Gak ada pernolakan!" ucap Atlas tak mau dibantah dan kemudian berlalu pergi mengambil kunci motor dan juga jaketnya.
Amora berdecak kesal, mengapa cowok itu mengaturnya dan bahkan sekarang selalu memaksanya. Amora tidak tahu harus memakai alasan apalagi supaya Atlas benar-benar tidak jadi mengatarnya.
"Ayo!" ucap Atlas kembali muncul. Cowok itu meraih tangan Amora dan kemudian menariknya.
Amora segera menepis kasar tangan Atlas. "Bisa gak sih, Lo gak usah tarik-tarik tangan gue! Lo pikir gue ini kambing apa pakek acara tarik segala!"
"Habisnya kalo lo gak gue tarik lo gak bakalan jalan nantinya." jawab Atlas dengan ekspresi tenangnya.
Amora menghentakkan kakinya kesal. Tanpa mengatakan apapun lagi ia berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Atlas yang sekarang terkekeh geli menatap punggung gadis itu. Kemudian ia segera menyusul gadis itu tanpa menghilangkan kekehan gelinya.
Selama di perjalanan, keduanya sama-sama diam. Atlas melirik pada spionnya dimana terdapat wajah Amora di sana. Muka gadis itu sejak tadi terus di tekuk karena masih kesal dengannya.
"Pegangan," ucapnya pertama kali membuka suara setelah sekian lama terdiam. Ia menuntun tangan gadis itu melingkari pinggangnya. Sebab gadis itu sama sekali tak berpengangan padanya tak seperti awal mereka pergi tadi.
Amora langsung saja menarik tangannya, tidak menuruti ucapan Atlas. Bahkan rasanya ia bertambah kesal saja pada cowok itu. "Harus banget ya?"
"Ya kan gue udah bilang, kalo lo gak pengangan nanti jatoh."
Amora memutar bola matanya malas seraya berpengangan pada kedua bahu cowok itu.
"Ck, Gue bukan tukang ojek."
KAMU SEDANG MEMBACA
AmorAtlas
Teen FictionTidak pernah terpikir oleh Amora bahwa hanya pertama kalinya ia datang terlambat kesekolah membawanya harus berurusan dengan Atlas. Si Bad boy tampan plus playboynya. Dimana ia harus terjerat hutang dengan cowok itu, dan di sanalah awal mula hidupn...