Rencana ....

1.4K 120 39
                                    

Pagi ini. Semua orang di rumah Bu Rini tampak menikmati kesibukkan mereka setiap hari. Hanya saja, mungkin bisa dikatakan berbeda. Sebab kali ini, keluarga mereka terasa lengkap.

Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Karena dengan sangat terpaksa, Galang dan Thea harus bergegas mengurus kepergian mereka ke Makasar.

"Apa kalian harus pergi hari ini? Mama masih ingin kalian tinggal di sini lebih lama." Bu Rini berkata dengan nada berat, ia masih berjalan menemani anak menantunya sampai keluar rumah sebelum mereka pergi.

"Maaf, Ma. Ada suatu masalah yang harus kami selesaikan dulu," jawab Thea.

"Masalah? Apa itu masalah serius? Siapa tahu mama bisa bantu kalian."

"Insha Allah kami bisa mengatasinya, Ma. Mama jangan terlalu khawatir. Ini cuma masalah biasa aja, kok."

Thea menghentikan langkah setelah mereka bertiga sampai di samping sebuah mobil yang mereka pesan lewat aplikasi. Sekilas ia lihat Bu Rini masih keberatan dengan keputusan ini. Apalagi, ia juga tidak bisa memastikan akan bisa bertemu kembali.

"Kalau ada apa-apa, segera hubungi mama. Jaga kesehatan kalian berdua, ya," kata Bu Rini lagi seraya memeluk tubuh Thea sejenak. Pandangannya berpindah kepada Galang, lelaki itu tampak diam tak berkata.

"Apa kalian mau datang ke sini lagi? Buat mama ...."

Bu Rini bertanya pelan, sebenarnya ia merasa sudah terlalu banyak menuntut pada Galang. Mengingat kejadian semalam saja, sudah bisa terjawab bagaimana anaknya akan mengambil sikap.

"Ya ... mungkin," kata Galang agak ragu. Ia balas melihat Bu Rini, wanita itu sedikit mengulas senyum seolah ingin mendapat jawaban lebih. Dan Galang sendiri tidak bisa terus menolak keadaan.

Galang melangkah pelan untuk meraih tubuh wanita paruh baya itu, ia ingin memastikan sesuatu. Bu Rini terpaku saat tubuh jangkung anaknya mendadak memberi kehangatan, kehangatan yang membawanya ke dalam ingatan saat ia masih bersama almarhum suaminya dulu. Galang sungguh menyerupai almarhum Puguh dari sifat dan fisiknya.

"Semalaman penuh aku selalu memikirkan ini," kata Galang pelan. "Aku memang tak bisa mengembalikan ingatan itu sepenuhnya, tapi sekarang sudah cukup membuktikan bahwa tak 'kan ada lagi yang bisa menghalangi kenyataan bahwa kau adalah ibuku. Terima kasih banyak untuk semuanya, sampai detik ini, aku merasa bahagia. Sangat bahagia ... Ma."

Galang tersenyum. Tak pernah sebelumnya ia merasa sebahagia ini dalam hidup. Tujuannya menginap di rumah ini telah terpenuhi, mencari tahu dan memancing sejauh mana reaksi ingatannya. Dan ia sudah mendapat jawaban itu. Setiap sudut rumah ini penuh dengan kenangan, walaupun kenangan itu seringkali mengantarkannya kepada kepedihan. Tapi, ia tidak menyesali itu.

Entah sedari kapan ia mendamba pelukan ini dalam hidup. Ia juga sadar wanita ini masih belajar memahaminya, dan kedua hal itu sekarang mempertemukan mereka secara nyata.

Galang mempererat pelukannya. Bu Rini perlahan menaikkan lengannya membalas pelukan Galang, ia tidak sanggup lagi membendung kebahagiaan.

"Ka-kamu tadi manggil mama--?" Suara Bu Rini bergetar, tercekat. Setiap kata yang ingin terucap tersendat oleh kebahagiaan. "Benarkah? Mama tidak salah dengar itu?"

"Tidak." Galang melepaskan pelukan mereka. Wajah Bu Rini telah penuh dengan air mata kebahagiaan, ia tersenyum. "Maaf karena aku telah berlaku kasar kemarin. Aku hanya butuh waktu untuk memahami semuanya sampai aku menerima kenyataan. Hubungan kita dulu mungkin memang tak pernah baik, tapi aku tidak akan pernah mengenang itu. Karena aku akan tetap menyayangimu dengan tanpa ingatanku kembali. Mama," kata Galang lagi.

Bu Rini melepas senyum lega. Sekali lagi dipeluknya tubuh Galang sejenak. "Alhamdulillaah. Mama akhirnya bisa mendengarmu memanggil mama. Mama akan mengingat hari ini sampai kapan pun."

YANG TAK DIINGINKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang