Hari-hari berlalu setelah itu, Thea mulai menunjukan perubahan sikap. Dokter memang sudah mengijinkannya pulang meskipun dengan syarat harus tetap melakukan kontrol setiap minggu setelahnya. Tapi yang jadi masalahnya, Thea kini jadi pendiam dan murung. Ia seolah masih larut dalam kesedihannya yang belum bisa ia lupakan.
Selama berada dirumah sakit, Galang selalu berusaha menghiburnya, apapun ia lakukan demi membuat istrinya itu kembali tersenyum meskipun tipis. Wingky, Pangeran, dan Aida pun sering datang kerumah sakit. Melakukan hal yang sama demi sahabat mereka.
Meskipun ada sedikit rasa cemburu saat melihat perhatian Wingky pada Thea, namun Galang masih berusaha berfikir positif."Asalamualaikum, Bi." Galang membuka pintu rumah dan mendorong kursi roda yang diduduki Thea. Pukul sembilan lebih mereka sampai dirumah setelah sebelumnya mereka pergi ke pemakaman.
"Wa'alaikum salam, alhamdulillah ... akhirnya Non Thea pulang juga," ucap Bi Esti yang sedikit berlari kecil menghampiri Galang dan Thea.
Galang tersenyum.
"Biar Bibi bantu," ucap Bi Esti lagi seraya mengambil tas yang menggantung dipundak Galang.
"Makasih, Bi."
"Kalau begitu, lebih baik aden langsung bawa Non Thea ke kamar. Bibi sudah menyiapkan semuanya, supaya Non Thea bisa nyaman beristirahat," kata Bi Esti.
"Iya, Bi." jawab Galang.
Bi Esti pun langsung membawa tas itu dan pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi sebelum itu, Galang melangkahkan kakinya kedepan dan berjongkok di hadapan Thea.
"Nah, sekarang, kan, kita udah pulang. Apa lo butuh sesuatu sebelum kita ke kamar?" tanya Galang.
Thea tak menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Galang menghela napas pendek, sekarang sangat sulit membuat Thea berkata apalagi tertawa. Tapi ia akan terus berusaha, sampai Thea kembali seperti semula.
"Ya udah, kita langsung ke kamar aja, ya." Namun, belum sempat ia mendorong kursi rodanya ia mendengar satu teriakan yang membuatnya menoleh seketika.
"Thea!" teriak Aida yang baru datang dari luar dan langsung berlari menghampiri mereka. Tanpa basa-basi lagi ia memeluk Thea yang masih berada di dekat pintu masuk.
"Thea! Aku kangen banget sama kamu, kangen, kangen, kangen!" ucap Aida berteriak dan memeluk erat Thea yang terlihat datar dengan kedatangannya.
"Eh, ini apaan si maen peluk-peluk aja, lepasin!" Galang langsung menyerobot dan melepaskan pelukan Aida pada Thea.
"Kenapa? Aku kangen sama sahabat aku, emangnya salah?" gerutu Aida.
"Jelas salah lah, Thea itu istri gue. Dan gak ada yang boleh meluk dia kecuali gue!" timpal Galang.
Aida semakin merengut kesal. "Lebay!"
Galang berdecak malas, apalagi setelah ia lihat Pangeran dan Wingky juga datang ke rumah beramai-ramai.
"Hei, hei, sudahlah. Kenapa kalian berdua selalu saja berdebat jika bertemu? Aku bosan mendengarnya." Pangeran dengan logat bahasa bakunya yang masih khas menempel.
"Sama! Ge juga bosen liat kodok sama anggota teletubies mulu setiap hari!" sindir Galang pada mereka yang masih berdiri.
Ia benar-benar jadi kesal karena mereka bertiga terus saja datang, meskipun tujuan mereka sudah jelas tapi ia risih dengan apa yang dilakukan Wingky jika sudah berada didekat Thea. Jelas sekali pemuda itu ingin mengambil kesempatan dari situasi ini.
"Ck, berenti manggil dia kodok!" Aida sedikit mencubit lengan Galang.
"Bodo, lagian kalian bertiga tuh dateng-dateng ucap salam dulu ke, maen masuk-masuk aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
YANG TAK DIINGINKAN
FanficEND❤ Tentang perjuangan dari seorang anak yang ingin mendapat pengakuan dari ibu kandungnya selama belasan tahun. Perjalanan mempertahankan rumah tangga dengan pertaruhan nyawa. Penuh siasat dan intrik.