Hanya Ingin Ibu

1.2K 98 8
                                    

Thea berjalan mendekati sebuah ruangan. Sebuah tempat, di mana Galang diharuskan dirawat inap akibat luka dan sakit yang dideritanya. Kakinya begitu lemas ia rasakan, bukan hanya karena perasaanya yang sedang di ujung kebimbangan. Tapi juga merasakan keperihan saat melihat orang yang paling berarti dalam hatinya ini menderita karenanya.

Ia berdiri di depan pintu, ada dua orang polisi yang berada di sebelahnya. Karena masih menjadi tahanan. Agak sulit untuknya menemui Galang. Jika bukan karena Pak Yahya, mungkin ia takan memiliki lebih banyak waktu untuk menemuinya.

Thea mulai menyentuh gagang pintu perlahan dan membiarkan dingin meresap kekulit telapak tangannya beberapa saat.

Klek!

Pintu akhirnya ia buka, dan iapun masuk kedalam setelah ia menguatkan dirinya.

Iapun melangkah masuk ke dalam dan duduk di kursi yang berada tepat disamping bed stretcher.

Thea mematung menatapi wajah pucat suaminya yang masih belum siuman hingga kini. Ia menggenggam erat tangan Galang yang biasanya hangat kini malah terasa dingin di telapak tangannya.

Perasaanya semakin menjadi, ia semakin tak menginginkan hal ini terjadi lagi kepada Galang. Baru satu malam suaminya itu berada di dalam penjara. Ia sudah seperti ini.

Wingky, pemuda itu benar-benar berniat memisahkan ia dengan siapapun yang berada didekatnya.

"Thea."

Thea terperanjat, ia melihat Galang perlahan sudah mulai membuka kedua matanya.

"Apa, ini beneran lo, Thea?"

Terdengar lagi sayup suara Galang berkata. Thea hanya mengangguk pelan dan masih menggenggam erat tangan suaminya itu dipipinya.

Galang tersenyum.

"Gue kira, gue lagi mimpi."

Thea tak berkata apa-apa dan hanya mengeratkan pegangan tangannya.

"Apa lo baik-baik aja?"

Thea tersenyum.
"Dasar bodoh, itu pertanyaan terbodoh yang pernah kudengar."

Mereka berdua tersenyum.

"Maafin aku, Lang. Aku bener-bener minta maaf."

"Buat apa?"

"Semuanya, kesalahan terburuk yang pernah kubuat, saat aku gak percaya sama kamu. Dan aku udah ngebuat kamu menderita kaya gini," ucap Thea lirih.

Galang tersenyum dan menarik Thea yang kini tengah menangis kedalam pelukannya perlahan.

"Apa lo mau denger kata-kata gue?" tanya Galang.

Thea mengangguk pelan.

"Maaa ashooba mim mushiibatin illaa bi'iznillaah, wa may yu'mim billaahi yahdi qolbah, wallohu bikulli syai'in 'aliim," ucap Galang seraya mengusap pelan rambut Thea yang berada di pelukannya.

"Yang artinya. Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Thea terdiam, merasakan sentuhan dan perkataan hangat Galang saat ini.

"Cepat atau lambat, ini semua akan berakhir, The. Saat ini, dengan lo berada di samping gue, itu udah lebih dari cukup."

"Tapi kamu akan dipenjara dengan kesalahan yang gak pernah kamu lakuin, apa yang harus aku perbuat? Aku bingung, Lang." Thea melepaskan pelukannya dan melihat ke arah Galang. Ia tahu, Galang pasti sudah mengerti apa yang mereka bicarakan ini. Dan saat ini, ia takan mengambil keputusan sendiri. Bagaimana pun, kelanjutan rumah tangganya dipertaruhkan.

YANG TAK DIINGINKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang