27. Apa maunya?

929 47 18
                                    

"terkadang bukan kita yang salah berharap, namun dia yang salah. Salah karena seolah-olah dia menginginkan kita yang pada faktanya tidak seperti itu. Sikapnya lah yang membuat kita terlalu berharap."

-Author
______________________________________

Saat ini Aurel berjalan di koridor sekolah menuju kantin bersama sahabat-sahabatnya dengan diam termenung. Ia masih memikirkan soal apa yang menimpanya kemarin. Ia memikirkan, apa sebenarnya dirinya di mata Aldric? Apa tidak ada rasa sedikit pun pada diri Aldric?

Ia menghela nafasnya. Ia memutuskan untuk berhenti memikirkan semua itu, hanya membebaninya saja. Namun saat ini dirinya merasa bingung, apa yang harus dilakukannya? Menghindari Aldric seperti tadi saat ia baru saja sampai di sekolah atau menjadi dingin seperti di novel novel? Atau--- ah sudahlah, hilangkan pemikiran konyol itu.

Ia menghela nafasnya lagi.

Alea yang menyadari perubahan sikap Aurel dari biasanya pun menepuk bahu Aurel lembut. "Lo gak papa kan, Rel?" tanyanya.

Aurel menatap Alea sambil tersenyum memaksakan. "Gak papa kok, Le." Alea menganggukkan kepalanya saja. Sebenarnya ia tahu ada yang tidak beres pada diri Aurel. Namun iya hanya mengiyakan saja, mungkin saja gadis itu ingin sendiri dengan pemikirannya.

Saat sampai di kantin matanya langsung memperlihatkan Aldric yang tertawa tanpa beban bersama para sahabatnya di bangku kantin. Melihatnya membuat Aurel berdecih. Tak ingatkan cowok itu dengan apa yang di lakukannya kemarin?

Tatapannya pun bertemu dengan Aldric, namun cepat-cepat Aurel mengalihkannya. Aldric pun bangkit dari duduknya dan berniat menghampiri Aurel. Saat di depan Aurel, Aldric tersenyum lebar. Sedangkan Aurel menatapnya malas dan berdecak, ia pun langsung melenggang pergi ke arah bangku kantin yang kosong di pojok tanpa menghiraukan Aldric. Aldric pun mengernyitkan keningnya. Ia pun mengejar Aurel. "Stop disitu!" kata Aurel tanpa menoleh, Aldric pun memberhentikan langkahnya.

Aurel pun melangkahkan kakinya kembali. Begitupun Aldric yang mengikuti langkah Aurel. Aurel pun menyadari itu, ia memberhentikan langkahnya dan berbalik badan menatap Aldric. "Ber.hen.ti! Tau gak si?!" tegas Aurel lagi sambil menekankan kata 'berhenti'. Aldric pun memberhentikan langkahnya dengan kikuk.

"Gak usah ikutin gue!" kata Aurel lagi, lalu kembali melangkah. "Marah ya lo sama gue?" tanya Aldric, bodoh. Apalagi namanya kalo gak marah? Siapa juga sih yang gak marah di tinggal sendirian, malem-malem pula? Bodoh kali Aldric ini.

Namun, semua kalimat itu hanya tertahan di hati Aurel, ia memilih diam.

Keempat sahabat Aurel hanya tertawa melihat nasib Aldric, lalu mereka melangkah mendekati Aurel yang sudah duduk di bangku kantin paling pojok.

Sesampainya di sana, Alea menanyakan tentang apa yang terjadi pada Aurel. "Lo kenapa sih, Rel? Gitu banget ke Aldric-nya?" tanyanya di sertai kekehan.

Aurel menstabilkan raut wajahnya. "Gak papa kok," balasnya.

"Gak pinter banget nyembunyiin sesuatu," celetuk Rea, Aurel termenung. Sedetik kemudian ia tersenyum tipis.

___

"Gimana tuh rasanya di anggurin sama gebetan?" tanya Kevin saat Aldric kembali ke bangkunya.

Aldric menatap kevin datar. "Sialan lo!" umpatnya pada Kevin.

Kevin pun tergelak.

"Pastinya gak enak lah, Vin. Enakan juga di apelin." Andreas menimpali.

Bad Girl vs Crazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang