33. There is me

798 59 23
                                    

"Lo tau? Gue juga punya hati. Hehe."

-Aurellita.

______________________________________

"Yang di ucapin Lia.... Beneran?" tanya Aldric membuka suara.

Aurel mendongakkan kepalanya menatap Aldric yang menatapnya dengan tatapan sulit dijelaskan.

Ia menghela nafasnya. Mungkin memang sekarang ia harus jujur mengenai perasaannya. Untuk apa juga dirinya berbohong? Toh, nantinya juga Aldric tahu sendiri. Lagi pula mengungkapkan perasaannya mungkin akan sedikit membuatnya lega. Meski apapun respon Aldric nanti, Aurel tidak peduli. Sekalipun dirinya harus menahan sesak di dada dikarenakan orang yang sama.

"Iya," kata Aurel, lalu menunduk.

Aldric mengusap wajahnya kasar. Mukanya memerah, seperti menahan amarahnya. Sedetik kemudian ia menghembuskan nafasnya dengan muka yang memerah. "Mulai sekarang jauhin gue!"

Aurel terlonjak. Sontak ia pun menatap Aldric dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Kenapa? Cuma karena gue ada rasa sama lo, lo nyuruh gue jauhin lo?" tanya Aurel dengan nada sedikit meninggi.

"Lo tau? Gue kira lo gak bakal seperti cewek lainnya! Gak bakal suka gue dan gak gampang suka gue. Ternyata lo sama aja, Gampangan!" ujar Aldric menusuk.

Aurel pun terkejut dengan kata terakhir yang diucapkan oleh Aldric. "Gue gak gitu!" Sentak Aurel tak terima.

"Tapi nyatanya emang begitu!" balas Aldric.

Tatapan Aurel berubah menjadi sendu. "Sehina itu gue di mata lo, Al?" lirihnya masih bisa di dengar oleh Aldric.

Aldric menatap Aurel tajam. "Kalo lo mikirnya gitu, mungkin emang iya." Sinisnya pada Aurel.

"Semua orang normal juga bakal baper kalo di perlakukan istimewa." Tegas Aurel, Aldric terdiam sebentar.

"Gue gak pernah mengistimewakan lo!" kilah Aldric.

"Terus selama ini apa yang selalu lo lakuin ke gue?" Lirihnya dengan sorot kecewa. "Kalo lo gak suka gue, lo gak usah manis ke gue lagi. Harusnya lo gak bodoh, cewek mana sih yang gak baper ketika diperlakukan manis?"

Aldric tersentak. "Gue gitu karena gue gak mau persahabatan kita jadi hambar setelah gue punya pacar." Aurel terdiam. "lo anggep gue sahabat kan, Rel?" tanya Aldric dengan nada memelan.

Aurel bergeming. Ia merasakan sesak di dadanya. Sahabat? Ia kira ia lebih dari itu. Nyatanya tidak. Ah bukan, Aurel saja yang tidak sadar diri. Harusnya ia tidak boleh memiliki rasa pada Aldric, lelaki itu sudah memiliki kekasih. Ah! Mungkin Aurel melupakannya.

Aurel menunduk dalam, namun tidak menangis. Ia menahan tangisnya walau tangis itu ingin pecah saat ini juga.

"Jauhin gue, Rel!" tegas Aldric.

Deg.

Aurel mendongak. "Kenapa, Al? Lo anggep gue sahabat kan? Sahabat gak akan nyuruh sahabatnya jauhin dia, Al. Gue bakal berusaha ngilangin perasaan gue. Tapi, plis! Jangan nyuruh gue jauhin lo, gue gak bisa, Al." ujar Aurel yang semakin lama, semakin melirih.

"Gue gak mau nanti ada yang ganggu hubungan gue Rel! Gue mohon! Jauhin gue!" kata Aldric frustasi.

"Gue gak bakal ganggu lo, Al!" Sentak Aurel. "Kenapa? Kenapa lo dengan mudahnya nyuruh gue jauhin lo? Lo tau? NGILANGIN PERASAAN ITU GAK SEGAMPANG NIMBULIN PERASAAN! HARUSNYA LO TAU ITU!" Teriak Aurel.

Aldric masih bergeming, berminat mendengarkan Aurel saja.

"Oh iya, lo gak bakalan tau. Kan disini cuma gue yang punya perasaan. Iya kan?" Aurel tertawa hambar.

Bad Girl vs Crazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang