Terhitung sudah tiga hari ini Taeyoung masuk sekolah setelah tidak masuk karena mengalami demam malam itu. Ia tidak begitu ingat bagaimana ia bisa tiba-tiba demam tinggi.
Malam itu Taeyoung pulang pukul tujuh malam setelah seharian bermain basket di sekolah. Kepalanya tiba-tiba pusing saat sedang berbaring di kamarnya, hingga ia tiba-tiba menggigil kedinginan.
Setelahnya ia tidak begitu ingat.
Mungkin orang tuanya membawanya ke tetangganya yang kebetulan dokter? Atau memberinya obat? Entahlah. Ia tidak ingat.
Yang ia ingat, pagi harinya ia sudah merasa membaik walaupun orang tuanya melarangnya untuk pergi sekolah.
Ia berakhir ijin sakit hari itu.
Dug.
Dug.
Dug.
Taeyoung kembali mencoba fokus pada kegiatannya. Pantulan bola basket di tangannya terdengar santai mengiringi gerakan Taeyoung.
Syuuut!
Dalam sekali lemparan, bola berwarna oranye itu berhasil masuk ke dalam ring-nya.
Taeyoung menghela napas panjang. Lelaki itu membiarkan bolanya menggelinding tanpa berniat mengambilnya. Lagi pula tidak akan ada yang mengambil. Ia hanya sendirian di lapangan indoor ini.
Ia tiba-tiba teringat perkataan ayahnya pagi itu sebelum beliau berangkat kerja.
"Kamu demam karena terlalu capek. Ayah nggak melarang kamu bermain basket. Tapi Ayah harap kamu bisa sedikit mengurangi kegiatan basket. Kalau bisa... lebih baik kamu keluar dari ekskul basket. Ayah nggak mau kamu jatuh sakit lagi hanya karena kecapekan."
Taeyoung mendesah pelan. Ia begitu menyukai olahraga ini. Bagaimana bisa dirinya meninggalkan hobi kesayangannya ini? Keluar dari ekskul? Tidak. Taeyoung tidak akan melakukannya.
"Nih. Bolanya."
Masih sibuk melamun, tiba-tiba saja bola oranye miliknya—yang tadi ia biarkan menggelinding—sudah ada di hadapannya.
Taeyoung mengangkat pandangannya ke arah si pemilik tangan yang menyodorkan bolanya. Lelaki itu tersenyum simpul begitu mengetahui siapa yang menghampirinya.
Siapa lagi kalau bukan Ahn Seongmin?
Sret!
"Heh!"
Susu kotak yang tadi berada di tangan Seongmin, tiba-tiba saja sudah berpindah di tangan Taeyoung. Lelaki itu dengan santainya mengarahkan sedotan susu coklat tersebut ke dalam mulutnya—seraya mendudukkan dirinya di tengah lapangan.
Keningnya mengernyit saat merasakan tidak ada cairan yang masuk ke mulutnya. Ia mendongak menatap lelaki manis di hadapannya.
"Habis?"
"Emang," jawab Seongmin singkat.
Lelaki itu memilih ikut menjatuhkan tubuhnya, menyebelahi Taeyoung yang sudah lebih dulu duduk di lapangan.
"Ngapain di sini? Nggak ke kantin?" tanya Taeyoung.
"Nggak. Lagi males," jawab Seongmin sambil memainkan bola basket di tangannya.
"Nanti sakit kalau nggak makan."
Seongmin menghentikan gerakan tangannya, membuat gerakan bola yang tengah diputarnya ikut berhenti. Ia melirik Taeyoung di sampingnya.
"'Ninti sikit kili nggik mikin'. Coba lihat siapa yang ngomong dan siapa yang skip makan siang buat main basket," cibir Seongmin.
Mendengar kalimat Seongmin, lelaki berdarah AB itu hanya menampilkan cengirannya.
Benar juga sih. Seongmin melewatkan makan siangnya karena malas makan. Dan Taeyoung juga melewatkan makan siangnya dan memilih bermain basket di lapangan. Mereka berdua sama-sama melewatkan makan siang mereka.
"Ngomong-ngomong soal sakit, kok bisa ya kita kemarin barengan sakitnya?" celetuk Seongmin.
Memang beberapa hari yang lalu, lelaki manis yang usianya lebih muda dari Taeyoung ini juga sama-sama tidak masuk sekolah karena sakit. Persis seperti Taeyoung.
"Kamu nularin aku, Min," tuduh Taeyoung asal.
"Heh! Mana ada? Kita demam ya, panas, pusing, kedinginan, bukan flu!" balas Seongmin.
"Ya siapa tahu kan. Rumah aja tetanggaan. Siapa tahu saking seringnya bareng jadi kena virus yang sama."
Seongmin mengernyitkan keningnya, tidak setuju dengan penjelasan random dari Taeyoung.
"Apa sih, ngaco deh!" ucap Seongmin. "Tapi ya bisa juga sih. Habisnya aku juga nggak tahu kemarin sakit kenapa. Tiba-tiba aja panas. Padahal kecapekan juga enggak. Ayah bilang cuma demam biasa tapi ya nggak tahu sih."
Taeyoung menggangguk paham. Ia juga tidak tahu apa penyebab demamnya kemarin. Lagipula yang penting ia sudah sembuh. Bukankah begitu?
Ya, benar.
Walaupun ia tidak tahu mengapa pergelangan kakinya sampai sekarang masih terasa sakit. Dimulai semenjak demamnya sembuh. Hingga sekarang. Pergelangan kakinya sering tiba-tiba terasa nyeri dan panas.
Tepat di tempat di mana gambar berwarna kecoklatan itu muncul. Gambar berbentuk huruf C dengan garis miring yang menembusnya.
"Eh, Min, habis demam kemarin, pergelangan kaki kamu sakit nggak?" tanya Taeyoung tiba-tiba.
"Hah? Enggaklah. Kan kita demam, bukan terkilir."
"Oh..."
Taeyoung pikir Seongmin juga mengalami sakit yang sama di pergelangan kakinya karena mereka juga sama-sama demam malam itu. Ternyata hanya dirinya.
Mungkin ayahnya benar. Ia kecapekan bermain basket. Karena itu pergelangan kakinya terasa sakit.
"Tae, beli jajan yuk!"
"Katanya tadi males makan?"
"Ya gimana... tiba-tiba lapar. Ayo jajan!"
"Iya.. iya."
Hallo.. makasih yang udah baca. Ngomong-ngomong alurnya terlalu lambat nggak? Atau malah terlalu cepet?
Part ini segini dulu ya hehe.
Makasih buat vote dan komennya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ CRAVITY: it's time to back
FanfictionSebuah tattoo berbentuk huruf "C" dengan garis miring yang menembusnya, tiba-tiba muncul di tubuh sembilan pelajar SMA. Sebuah tattoo misterius yang tidak tahu darimana asal-usulnya. Semenjak itu... satu-persatu keanehan mulai terjadi. Hingga hal ya...