32'losing

1.3K 263 27
                                    

Masa kanak-kanak biasanya adalah masa yang paling membahagiakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masa kanak-kanak biasanya adalah masa yang paling membahagiakan. Masa-masa di mana kita belum mengenal beratnya kehidupan. Masa-masa di mana musuh terbesar kita adalah PR, ulangan, dan tidur siang.

Tetapi, Serim berbeda.

Usianya masih tujuh tahun saat ia pertama kali merasakan apa itu kehilangan.

"Serim."

Anak kecil itu mendongak, mengangkat kepalanya menatap sosok dewasa di hadapannya. Kedua matanya mengerjap. Bingung.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Alih-alih menjelaskan pada Serim, wanita tua di hadapannya ini justru menarik Serim ke dalam pelukannya. Sangat erat.

Bocah polos itu bertanya, "Nenek kenapa?"

Tetapi wanita di hadapannya tak menjawab. Hanya memeluk erat tubuh Serim, hingga hanya isakan yang mampu telinga Serim tangkap.

Sungguh Serim tidak mengerti.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Kedua obsidian Serim bergerak, menatap pintu yang berada tak jauh dari tempatnya duduk.

Yang Serim ingat, ibunya ada di dalam sana beberapa jam yang lalu. Dan ayahnya... entah apa yang dikatakan om-om berseragam hijau yang keluar dari ruangan itu tadi, hingga ayahnya menjerit histeris dan sekarang terduduk di sudut sana.

"Nenek, ibu mana? Adiknya Serim udah lahir belum?" tanya Serim—pada wanita yang masih memeluknya erat.

Perlahan dekapan itu terlepas. Kedua tangan nenek terangkat, menangkup pipi Serim.

"Sayang, mulai besok Serim hanya berdua sama ayah. Ibu sama adik lagi pergi jauh. Serim nggak boleh nakal, harus nurut dan dengarin ayah ya?"

"Ibu sama adik pergi ke mana? Kok Serim nggak diajak?"

"Ibu... harus pergi ke surga sama adik lebih dulu."

Kedua mata itu membulat. Ia menggelengkan kepalanya. Ke surga? Ke mana itu? "Serim mau ikut ke surga sama ibu sama adik," ucapnya.

"Nggak bisa, Sayang. Serim—"

"Serim mau sama ibu!"

Grep.

Lagi-lagi tubuhnya direngkuh oleh neneknya. Didekap erat. Ia tidak mengerti. Kenapa ibunya harus pergi bersama adiknya yang belum lahir? Kenapa mereka pergi ke surga? Kenapa ia tidak boleh ikut pergi?

Dan bahkan hingga perawat membawa keluar ranjang dengan ibunya di atasnya yang sudah diselimuti kain putih hingga kepala, Serim tetap tidak paham.

Bahwa mulai hari itu, dirinya sudah tidak bisa bertemu ibunya dan calon adiknya lagi.

Untuk selamanya.

✅ CRAVITY: it's time to backTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang