Satu dalam satu miliar.
Ia istimewa.
Langkah kecil itu terlihat lesu. Wajah manisnya terlihat sendu, juga kedua mata bulatnya yang kini tampak sayu.
"Anak Papa kok loyo begitu, kenapa?"
Bocah berusia delapan tahun itu menghentikan langkahnya, lalu mendongakkan kepalanya. Namun tak sampai tiga detik, ia kembali menunduk, membuat sang papa mengerutkan kening penuh tanya.
Tetapi si kecil memilih tak menggubris keberadaan papanya. Ia hanya melanjutkan langkah gontainya menuju ke kamar. Bahkan saat tantenya menyapanya dengan riang, ia tetap tak merespon.
"Minhee kenapa?"
Selimut tebal bergambar bulan dan bintang itu tampak membungkus bocah kecil yang kini terduduk lesu di atas tempat tidurnya. Kepalanya tertunduk, dengan dagu bersandar pada lipatan lengannya di atas lutut.
Cklek.
Pintu kamar terbuka, menampakkan wanita muda dengan mata bulat yang sama dengan bocah kecil tersebut.
"Minhee?" panggilnya.
Namun si pemilik nama masih enggan untuk menyahut.
Wanita itu mendekat, ikut duduk di tepian kasur milik putranya. Dengan lembut diusapnya rambut tebal sang putra.
"Minhee kenapa, Sayang? Kok lesu?"
Bocah itu mendongak, menatap mamanya dengan sinar mata yang sayu. Bibirnya mengerucut, dengan kedua sudutnya sedikit tertarik ke bawah.
"Mama, Minhee nggak mau sekolah."
Wanita itu terheran. "Loh kenapa?"
"Kata teman-teman, Minhee nyebelin. Setiap Bu Guru jelasin pelajaran, Minhee selalu jawab pertama. Mereka kesal sama Minhee karena Minhee bisa jawab dengan cepat dan benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ CRAVITY: it's time to back
FanfictionSebuah tattoo berbentuk huruf "C" dengan garis miring yang menembusnya, tiba-tiba muncul di tubuh sembilan pelajar SMA. Sebuah tattoo misterius yang tidak tahu darimana asal-usulnya. Semenjak itu... satu-persatu keanehan mulai terjadi. Hingga hal ya...