Sahabat Bernama Kinanti.

1.1K 109 1
                                    

19 Juni, pertama dalam hidup gue, di hari ulangtahun Kinanti, gue tidak memberinya hadiah, bahkan tidak 1 kata ucapan pun. Rasanya risih, tapi gue masih lebih risih kalau ingat saat Kinanti mengutarakan perasaannya ke gue.

Semenjak kejadian itu, gue gak ada kontak Kinanti sama sekali. Gue dengar kabar tentang Nanti, hanya dari mendengar pembicaran ibu-ibu kami.

"Di, itu lho si Kinan, dari kemarin, nangiiiis terus. Kayaknya dia baru putus deh sama pacarnya"

Semacam itulah.

Gue iba. Tapi gue gak bisa menurutin apa yang Kinanti mau__ jadi pacar Kinanti.

Saat gue pergi ke Surabaya untuk kuliah, gue benar benar lost contact, dengan Kinanti. Itu membuat gue agak kesepian karena satu-satunya teman yang selalu ada untuk gue, selalu balas chat gue, di telepon selalu angkat, hanya Kinanti. Dan, nyokap sih... Ditambah, gue sedikit kesulitan cari teman di Surabaya.

Suatu hari, gue berada dititik terjenuh dalam hidup gue di Surabaya. Gue menghubungi nyokap.

"Kenapa sayang?"

"Kirana telepon malah ditanyain kenapa."

"Ya engga. Tumben aja anak mommy yang telepon duluan."

"Kirana kayaknya gak betah deh kuliah disini Mom."

"Coba ditanya lagi sama Kirana."

"Apaan sih Mom, ah. Serius."

"Iya mommy juga serius. Tanya sama dirimu sendiri, kenapa kamu bilang begitu sekarang. Padahal waktu mau masuk itu kamu sangat menggebu-gebu. Sampe omongan mommy gak ada yang didengerin."

"..."

"Ya kan?"

Gue terdiam, nyokap gue ada benarnya, gue yang memutuskan untuk kesini, gue harus menyelesaikan apa yang gue mulai.

"Iya ngga?" Kata nyokap memecah diam gue.

"Iya Kanjeng Ibu Ratu."

"Haha... Kamu ada masalah ya?"

Gue diam dan mulai menangis sampai sesunggukkan, lalu nyokap bingung.

"Kamu kenapa?/ Nilai mu turun?/ Kamu di buli?/ Kamu hamil?" Segala pertanyaan di lemparnya ke gue, sampe akhirnya gue sedikit tertawa sambil terisak, merespon pertanyaan terakhir "Kamu hamil?"

"Mom, Kirana mau bilang sesuatu, tapi gatau mommy akan bereaksi kayak gimana..."

"Kalau belum di coba, ya belum tau."

Sembari sedikit terisak, gue mulai cerita, tentang Kinanti, semuanya, tentang Kinanti mengutarakan perasaannya ke gue, tentang perasaan gue yang sekarang seakan kosong tanpa kehadiran Kinanti.

"Oh, jadi kamu yang bikin Kinanti sampe dibawa ke psikiater sama Bunda nya?"

Gue kaget, dan baru tau kalau Kinanti sampai diperlakukan seperti itu dengan Bunda nya.

Gue mendengar suara tawa kecil nyokap, dan bilang "Kirana, Tante Anggie kehabisan akal menangani Kinanti. Mommy yang merekomendasikan Tante Anggie untuk membawa Kinanti ke psikiater."

"Kinanti ngga apa apa kan Mom?"

"Ngga, tapi kalau didiemin ya bisa kenapa-kenapa."

"Wait mom, mommy udah tau ya Kinanti begitu karena apa..."

Lagi-lagi gue mendengar tawa kecil nyokap yang memberi tanda kalau bliau sudah tahu semua "Tante Anggie nangis-nangis datang kerumah. Cerita tentang Kinanti. Tante Anggie minta mommy untuk supaya kamu  mau rayu Kinanti biar Kinanti kembali seperti sediakala... Tapi mommy gak bisa maksa kamu kan? Dari pada nanti mommy yang di semprot kamu..."

Kinanti & Kirana (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang