"Sekalian Kesal..."

780 61 5
                                    

Dimalam setelah Kinanti gue bikin mimisan, we had a little fight.

Berawal dari chat Putri yang dilihat Kinanti, yang sampai saat ini gue gak tau maksud Putri tiba-tiba chat gitu tuh kenapa.

"Ada chat tuh..." Kata Kinanti ketus, memberikan handphone gue ke gue.

Bisa terlihat jelas Kinanti kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bisa terlihat jelas Kinanti kesal.

Hidung Kinanti sudah berhenti meneteskan darah.

Sekarang ia berbaring, membalikkan badannya membelakangi gue.

Gue mengabaikan chat Putri dan mencoba menggubris Kinanti.

"Dia cuma belum kenal sama kamu aja..."

"Terus?" Respon Kinanti dengan suara yang berat.

Gue menarik lengan Kinanti memaksa Kinanti untuk menghadap ke arah gue.

"Sorry..." Mohon gue pada Kinanti.

"Kenapa kamu yang bilang sorry?" Kinanti kembali membalikkan badannya dan membelakangi gue.
"I know she likes you..." Lanjut Kinanti.

"She siapa?" Tegas gue.

Kinanti menoleh ke arah gue dengan tatapan mata yang sinis. Lalu kembali membelakangi gue.

"Aku gak ngerti..." Kata Gue.

"The way she talk, the way she looks, tha way she treat you... Udah jelas kalo si Putri Putri itu tuh suka sama kamu..." Kata Kinanti dengan suara yang sedikit gemetar.

"Putri memang begitu ke semua orang, Kinanti. Aku tau percis Putri kayak gimana..."

Belum selesai napas gue berhenti untuk menyelesaikan kalimat gue, Kinanti bangun dari baringnya, dan duduk. 'Oops kayaknya gue salah ngomong' dalam hati gue.

"Iya, kamu kenal sama Putri. Kamu tau percis Putri kayak gimana, tapi kamu inget kamu itu gak peka..." Kata Kinanti dengan penekanan disetiap kata-kata nya.

Gue diam. Bukan karena gue setuju dengan ucapan Kinanti. Gue cuma merasa Kinanti hampir mencapai batas limit.

"Jangan marah, aku minta maaf... Bukan maaf untuk Putri... Maaf udah bikin kamu khawatir... Lanjut marahnya kalau udah di Jakarta aja. Please?" Rayu gue.

Kinanti diam, dan terlihat sedang mengatur napasnya yang cukup terdengar terengah-engah. Karena yang gue bilang tadi, dia udah hampir di batas limit nya.

"Sorry..." Kata Kinanti sambil menunduk.

Gue meraih tangan kiri Kinanti, mencium punggung tangannya, dan menaruh di pipi kanan gue.

"I will fix this... Kamu mau aku gimana supaya kamu gak kepikiran?" Tanya gue yang udah kehabisan ide dan kata-kata.

Kinanti menggelengkan kepalanya yang masih tertunduk.

"Ada unek-unek yang mau kamu bahas gak? Sekalian..."

"Sekalian apa?" Respon Kinanti sangat sinis sambil menarik tangannya dari pipi gue.

"Sekalian kesel deh, biar besok liburannya gak kepikiran... Hehe" Jelas gue yang sebenarnya gue agak takut Kinanti makin marah atau kesel.

"Ihh gak jelas lu..." Kata Kinanti dengan alis nya yang mengerut tanda ia semakin kesal.

"Yaudah maaf ya... Please?"

Kinanti menarik napas panjang, dan melipat kakinya, layaknya orang yang siap bercerita.

"... Waktu kamu mau sidang. HP mu kan rusak... Aku gak tau, kamu masih pakai HP kawanmu atau gimana waktu itu. Malam itu aku akhirnya bisa ngehubungin kamu. Nomormu akhirnya aktif..."  Kinanti bercerita tanpa menoleh ke arah gue.

Gue mendengar dengan hati-hati dan mengangguk di setiap jeda ceritanya.

"Waktu aku telepon ada yang jawab. Si Putri... Dia jawab kayak dia udah dikasih otorisasi sama kamu untuk jawab telepon dari HPmu." Lanjut Kinanti.

Kinanti menoleh ke arahku dan bilang "Aku penasaran, apa Putri bilang ke kamu waktu itu ada telepon dari aku? Karena sampe sekarang kamu gak ada bahas itu sama sekali."

Luar biasa ingatan Kinanti. Itu kejadian udah lebih dari dua bulan lalu, atau malah empat bulan. Gue udah lupa apa yang terjadi waktu itu.

Gue mencoba mengingat-ingat, karena Kinanti terlihat seperti menunggu penjelasan dari gue.

"Hemm... Aku... udah lupa sih gimana kejadiannya, cuma seingetku iya Putri gak ada bilang apa-apa soal ada telepon dari kamu..." Jelas gue.

"Iya lah, dia pengen aku ribut sama kamu..."

"Ya masa' sih? Mungkin dia cuma lupa..." Respon gue mencoba menenangkan Kinanti.

"Lupa... Coba tanya sana! Maksudnya apa kayak gitu. Jawab telepon kayak punyanya aja... Gak sopan!"

Di satu sisi gue juga penasaran kalau emang Putri nerima telepon Kinanti kenapa gak dikasih tau ke gue.

Akhirnya Kinanti tarik napas panjang, dan bilang "hah... Udahlah aku ngantuk..." Lalu Kinanti berbaring dan memejamkan matanya.

Gue rebahan, dengan tangan kiri yang gue lipat keatas kebelakang kepala gue. Tapi masih belum bisa tidur, mikirin apa yang harus gue lakuin supaya Kinanti gak kepikiran ini lagi. Kinanti merubah posisinya menghadap ke arah gue, dan memeluk gue dari sebelah kanan.

Mungkin besok gue akan langsung tanya Putri soal telepon Kinanti dan chat-nya semalam. Tapi, kok gue merasa lebay ya...

Atau gue membiarkan ini begitu aja. Membiarkan Kinanti tenggelam dalam rasa penasarannya tentang Putri.

Anyone can help Me decide?

***

Kinanti & Kirana (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang