Everything will never be the same

779 54 0
                                    

Pagi itu rasanya aku kesal sekali mendengar suara alarm dari handphone Kirana. Aku masih ingin tidur, pikirku.

"Kinanti, apa salahnya bangun dan non aktifkan alarm di handphone Kirana? Nanti tidur lagi..." Kata suara dari dalam kepalaku, yang juga membuatku makin kesal.

Alarm sudah kumatikan, tapi perasaan kesal ku makin bertambah saat aku melihat notifikasi chat dari 'Putri Indosat'.

Katanya : Oalah, ngobrol dong cah ayu kalau lagi sama mbak Posesiv, kan aku jadi bisa jaga kata2 🤣🤣🤣

What the heck...

"Aaargh!" Teriakku sambil menutup wajahku dengan bantal.

Dia menyebutku 'mbak Posesiv' dari tulisannya saja aku sudah muak. Bukanya harusnya posesif? Kalau bahasa inggris mungkin memang possessive... Dasar kampungan, pikirku.

Kirana terbangun karena teriakanku.

Aku tak menggubris Kirana, aku memberikan alasan yang nonsense dan aku pergi keluar untuk mandi, dan makan pagi.

Agenda Tante Diana hari ini adalah mengunjungi kakak nya di Batu. Dengar-dengar daerah Batu mirip puncak Bogor, aku penasaran.

Selesai makan pagi, aku packing sedikit beberapa baju untuk dibawa ke Batu. Memang tidak menginap tapi tetap aja aku harus bawaa baju ganti, dan bawa beberapa stuffs wajib kayak charger, headphone, dan jeroan ehehe.

Sesaat setelah packing, Kirana merasakan aura kekesalan ku. Jadi dia sedikit menginterogasiku. Karnanya aku jadi sedikit menangis menahan kesal. Pasalnya aku sudah ingin melupakannya, karena aku mau enjoy Batu, tapi Kirana mengungkit soal itu lagi dan kami sedikit bertengkar lagi.

Aku ingin pulang. Aku gak mau melihat wajah Kirana, pikirku.

***

Perjalanan ke Batu, ditempuh kurang dari 1 jam. Aku dan Kirana duduk di belakang, aku di kiri dan Kirana di kanan. Aku duduk menempel dengan pintu mobil dan menghadap ke luar, sedangkan Kirana duduk sebelahku, yang seharusnya masih banyak space di sebelah kanannya.

"I am a possessive bitch..." Kata sesuatu didalam kepalaku, ketika teringat chat Putri yang menjuluki aku mbak Posesif dengan ejaan yang salah. Apa yang Kirana ceritakan tentangku pada mereka? Apa balasan Kirana untuk Putri tentang julukan itu? Pikiran ku mulai bercabang lagi.

"Nanti..." Panggil Kirana padaku.

Aku hanya menoleh.

"Jangan diem aja dong. Ntar mabok..." Lanjutnya.

"Udah mabok." Jawabku singkat, dan kembali menghadap ke luar mobil.

Kirana menggenggam tanganku, diam-diam di belakang Eyang.

...

Aku kalah. Aku luluh. ku menggenggam balik tangan Kirana dengan masih menghadap ke luar mobil.

Genggaman tangan Kirana membuatku lupa tentang Putri. Aku seketika teringat saat aku mimisan karena terlalu excited dicium Kirana untuk yang pertama kalinya. Membuatku jadi ingin tertawa membayangkannya.

Aku menarik napas panjang... Dan membisikkan Kirana "I'm sorry...".

Kirana hanya tersenyum. Lalu aku kembali menghadap ke luar mobil.

***

Beberapa menit sebelum sampai, Tante Diana meminta Kirana untuk menghubungi pamannya untuk membukakan gerbang.

Dan tak lama kemudian, Eyang bicara bahasa jawa yang mungkin artinya "Itu dia udah di depan...".

Dari kejauhan ku lihat ada wanita anggun, tinggi semampai yang tak asing. Kak Hanna! Aku langsung senyum menyeringai, dan menoleh ke arah Kirana.

"What?" Kata Kirana bingung.

"Kak Hanna?!" Kataku.

"Kamu kenal Hanna?" Sahut Tante Diana melihat ke arah kaca.

Aku mengangguk. Dan membuka kaca jendela. Aku tersenyum excited dan melambaikan tangan ku pada Kak Hanna.

Wajah Kak Hanna terlihat terkejut melihatku.

"Kamu kok gak bilang kalau mau kerumah Kak Hanna?" Tanyaku pada Kirana.

"Aku lupa kalau kamu kenal dia." Respon Kirana singkat.

Saat turun aku langsung menghampiri Kak Hanna. Aku tak begitu mengenal Kak Hanna tapi, ia tipikal orang yang friendly jadi aku senang menyapanya.

"Loh kamu ada di sini..." Kata kak Hanna dengan nadanya yang sedikit medok.

"Iya aku ikut ke wisuda Kirana kemarin." Respon ku.

"Loh kok kita ngga ketemu?"

"Ajak masuk dong tamunya." Kata Eyang berjalan melewati kami.

Kak Hanna sudah 3 minggu berada di Batu. Selain ingin menghadiri wisuda Kirana, kak Hanna juga sedang libur kuliah.

Aku mengobrol asyik dengan Kak Hanna. Bercerita tentang kupingku yang sempat gatal beberapa saat penindikkan waktu itu. Kami juga bercerita tentang kisah ilegal cinta kami. Aku cerita pada kak Hanna kalau aku dan Kirana mudah bertengkar karena aku yang mudah cemburu.

"Cemburu mah wajar..." Kata kak Hanna.

"Tapi sering kak haha." Responku.

"Mungkin udah saat nya hubungan kalian maju selangkah lebih kedepan... Hehe" Kata kak Hanna dengan senyum yang mencurigakan. Aku hanya tersenyum malu, takut mengartikan apa maksud kak Hanna.

Kak Hanna bercerita kalau hubungannya dengan Chandra lagi gak baik, makanya Chandra lebih memilih pergi ketempat temannya dari pada ke Batu.

Now make sense.

Everything...

Tapi, maksud kak Hanna hubungan yang maju selangkah lebih kedepan itu apa ya... Masa itu sih... Aneh ah. Pikirku.

***

Di Batu, gak kerasa waktu lewat begitu aja. Tante Diana baru kembali dari pasar sore untuk membeli oleh-oleh sekitar jam 18.15. Kakak ipar  Tante Diana memaksa kami untuk menginap semalam dirumahnya.

Akhirnya kami memutuskan menginap semalam.

Untung bawa baju, pikirku.

Kak Hanna adalah anak satu-satunya dirumah ini. Kamar dirumah ini hanya ada dua. Kamar paman dan bibi Kirana, dan kamar kak Hanna.

Tadinya, kami ingin tidur bersama didepan, di ruang keluarga. Tapi, kak Hanna memaksa ku untuk tidur di kamarnya bersama Kirana. Alasannya aku ini tamu jadi harus di kamar.

Tante Diana hanya tertawa kecil saat kak Hanna memaksa ku tidur dikamarnya. Apa boleh buat, responku dalam hati sambil menenangkan pikiran ku tentang Kirana dan Putri.

Tante Diana terbilang dekat dengan ponakannya—kak Hanna, mereka memutuskan tidur hanya berdua di ruang keluarga.

***

"Aku tidur dibawah aja..." Kataku yang masih duduk di pinggir kasur.

"Kenapa?" Tanya Kirana yang sudah siap untuk tidur.

Kasur kak Hanna adalah kasur single yang berukuran single 200x120cm. Ukuran yang dibuat tidur sendiri sedikit kebesaran, tapi kalau tidur berdua terlalu sempit.

"Yaudah aku aja yang dibawah. " Lanjut Kirana.

"Ngga jangan. Yaudah gapapa, berdua... Sempit gapapa?" Kataku sembari menghadang Kirana turun dari kasur.

Kirana bergeser sampai dinding lalu bilang "This is all yours..."

Belasan tahun aku mengenal Kirana, sudah tak terhitung berapa kali aku tidur bersamanya, baru kali ini aku merasa canggung tidur di sebelah nya. Ditambah lagi kata-kata kak Hanna yang sampai sekarang masih takut untuk aku artikan.

***

Kinanti & Kirana (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang