The Villains (1)

50.8K 985 5
                                    

Gadis itu, Jessie bergegas turun ke bawah dari anak tangga yang ada di rumahnya, hal tersebut tentu saja mengundang perhatian dari dua orang yang sedang berada di meja ruang makan. Yaitu Savore dan Bram kedua orang tua Jessie. Savore menoleh ke arah suaminya, lalu sang suami hanya menggedikkan bahu tak tahu.

"Jessie"panggil Bram. Jessie menoleh, ia menepuk keningnya. Lalu segera berjalan ke arah ruang makan.

"Kamu kenapa lari-lari kaya gitu?"tanya Savore bingung.

"Mom....Dad....Ini hari pertama aku kuliah, dan aku sudah terlambat"ucap Jessie seraya mengecup pipi kedua orang tuanya.

"Daaaah Mom, daaaah Dad, aku berangkat dulu"Savore menggelengkan kepala. Berbeda dengan Bram ia terkekeh, sifat putri bungsunya itu mirip sekali dengan istrinya waktu muda dulu.

"Kamu kenapa senyum-senyum?" kini Savore bingung dengan suaminya, mengapa suaminya itu senyum-senyum sendiri? Bram menatap ke arah Savore lalu menggerlingkan mata nakal.

"Tidak, aku sedang sibuk" ucap Savore bangkit dari duduknya sambil berjalan menuju dapur. Bram pun ikut bangkit mengekori istrinya.

"Ayolah sayang, hari ini aku libur dan ingin bersenang-senang dengan istriku"tangan Bram melingkar sempurna di perut ramping istrinya.Savore memutar bola mata malas lalu memukul tangan suaminya menggunakan alat penggorengan.

Bram melepas spontan pelukannya, ia meniup tangan bekas pukulan dari istirnya, lalu mendesis"Tega banget kamu"ucap Bram lalu pergi menuju ruang tamu, dengan perasaan kesal.

----

Jessie kali ini benar-benar terlambat, ia segera berlari setelah turun dari mobilnya. Ia mengumpat, kenapa alarmnya tidak berbunyi?apakah dirinya salah mengatur waktunya? karena terlalu panik, Jessie tidak sengaja menabrak bahu seseorang, membuat bokong gadis itu mendarat mulus di atas lantai.

"Awssh"ringis Jessie. Gadis itu mendongakkan wajahnya, menampilkan wajah kesal. Ia berdiri dan spontan menampar orang tersebut.

Plak

Terkejut. Orang yang ditampar sangat terkejut dengan kelakuan gadis di depannya ini, memangnya dia siapa huh?berani menamparnya.

"Permisi tuan, apakah anda buta?"cibir Jessie dengan perasaan kesal. Mood paginya semakin hancur.

"Tutup mulutmu gadis bodoh" ucapnya dengan nada dingin, disertai tatapan elang yang siap menerkam mangsa, emosinya memuncak kali ini. Ia menarik pergelangan Jessie kasar, menyeretnya menuju ke dalam mobil. Jessie mengumpat sebisanya, ia tidak bisa melawan kekuatan pria di depannya ini.

"Brengsek, bisakah kau melepaskan cekalan tanganmu itu?hari ini aku terlambat sialan"

"......"

Jessie mendengus, tidak ada jawaban apapun, tiba-tiba tubuhnya terpental ke dalam mobil, ia merasa pusing karena keningnya menghantam dasbor mobil tersebut.Ia sadar jika mobilnya mulai berjalan, lalu matanya terbelalak, whattt?ia menoleh ke arah kemudi lalu memukul lengan laki-laki tersebut.

"Turunkan aku sialan, aku ada jadwal hari ini"namun lagi-lagi ucapan Jessie dianggap angin lalu begitu saja, membuat jessie semakin geram.

"Selain buta, ternyata kau juga tuli"ucap Jessie pedas membuat mobil tersebut berhenti mendadak.Untung saja Jessie segera berpegang pada tempat duduknya, jika tidak kepalanya akan terbentur lagi.

Mulut Jessie terkunci rapat, ia merasa bulu kuduknya berdiri.Mata gelap dan elang itu menatap benci ke arah Jessie.

"Awhhs"Jessie memekik ketika rambutnya ditarik kebelakang oleh orang tersebut.Sakit, sangat sakit.

"Kau sangat pemberani gadis kecil, apakah kau tidak mengenalku?hmm?"ucapnya dingin, membuat Jessie meneguk salivanya.

"Aku bisa mengeluarkanmu dari Universitas milikku, aku juga bisa menghancurkan hidupmu"kepala Jessie semakin tertarik kebelakang, gadis itu meringis sakit, ia hampir menangis.

"Aku juga tidak segan untuk membunuhmu, saat ini juga"nafas Jessie mulai tak beraturan, kini ia diliputi rasa takut yang amat, ia mengutuk mulutnya yang bodoh ini.

"Maafkan aku"kata tersebut spontan keluar dari mulut Jessie, membuat orang tersebut terkekeh pelan.Ia mengeluarkan sebilah pisau, Jessie semakin kalut, ia melihat dari ujung matanya.

"Aku mohon jangan bunuh aku"

"Tidak semudah itu gadis pemberani"

Sebilah pisau tersebut sudah berada tepat di leher Jessie, gadis itu menahan nafasnya dan memejamkan mata.Jika hari ini hidupnya akan berakhir, setidaknya ia mengingat dahulu wajah kedua orang tuanya.

Triinggg tringggg

Suara dering telpon membuat hati Jessie sedikit lega, tarikan di rambutnya terlepas dan sebilah pisau tersebut sudah tidak berada di leher Jessie.

"Aku akan segera ke sana"

Jantung Jessie kembali berdetak hebat, ia meneguk salivanya susah.

"Lain kali aku akan membunuhmu"ucap orang tersebut, seketika pintu mobil terbuka, dan jessie terjatuh yang kedua kalinya.Ia di dorong kasar hingga terbentur jalanan.Ia meringis, sikunya berdarah.

Gadis itu meneteskan air mata, setelah mobil tersebut hilang dari pandangan Jessie.Ia bangkit, berniat untuk pulang saja hari ini, masa bodo dengan kuliahnya.

----

Alfred menyipitkan mata, dari kejauhan ia melihat seorang gadis berjalan tergopoh-gopoh.Ia segera menghampirinya.

"Jessie"gadis yang dipanggil menoleh, ia terkejut.

"Al"Alfred turun dari mobilnya, dan membantu Jessie masuk ke dalam mobil.Setelah keduanya sudah ada di dalam mobil, Alfred segera menepikan mobilnya dahulu.

Kini Alfred menatap bingung Jessie,teman satu universitasnya.
"Kau..kenapa?"

Jessie menggeleng"Aku tidak papa"

"Tidak apa-apa dari mana bodoh, lihat sikumu terluka, dan kau berjalan tergopoh-gopoh"Alfred menarik tangan Jessie, ia mengambil kotak P3K di jok belakang, lalu mengobati luka Jessie, gadis itu hanya meringis ketika alkohol menyentuh lukanya.

"Jawab pertanyaanku Jessie"ucap Alfred melembut.

Jessie menangis tersedu, semakin membuat Alfred kebingungan.namun Alfred segera memeluknya.

The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang