Part 6

278 36 2
                                    

-Rasa benci yang teramat sangat, perlahan dalam waktu cepat berubah menjadi rasa cinta, menjadi sebuah kekaguman-

Khanza
***


"Khanza." Suara itu membuyarkan lamunanku. Ah, untuk pertama kali, senyumku sangat mengembang saat namaku dipanggil olehnya.

"Ya?" jawabku sambil meletakkan buku daftar hadir di meja pendaftaran.

"Kamu dan teman-teman yang lain, pulanglah dulu ke ponpes, bersihkan diri, sarapan, terus kembali lagi ke sini. Semuanya sudah siap, tinggal nunggu para peserta. Nanti bisa digantikan oleh teman-teman yang baru hadir. Tuh liat, mereka sudah datang," ucap Risky sambil menunjuk ke arah pintu masuk. Anggotaku sudah banyak yang datang ternyata.

Aku hanya mengangguk dan lagi-lagi tersenyum. Kemudian aku berjalan menemui teman-teman untuk mengajak mereka ke ponpes. Pak Sanusi juga siap mengantar kami dengan mobil, lumayan bisa menghemat waktu lebih cepat.
_______________________________

Upacara pembukaan sedang dilaksanakan. acara dimulai pukul 07.00 WIB diawali dengan upacara, dan lomba mata pelajaran dilaksanakan pukul 08.00 WIB. Aku yang baru turun dari mobil lengkap dengan menggunakan pakaian panitia. Jilbab hitam, baju putih, rok hitam dan ID Card bertuliskan 'Ketua 1' pun siap untuk bergabung.

Segera aku menuju barisan para panitia. Sekilas kulihat di barisan panitia putra, di barisan depan nampak Risky berdiri dengan khidmat. Mengenakan pakaian senada denganku, dilengkapi dengan dasi dan kopyah hitam, sungguh menambah maskulinitasnya. Rasanya tak jemu aku memandangnya. Salahkah bila saat ini aku mencintainya?

Matahari yang sudah gagah menampakkan sinar dan hangatnya, seolah membiusku, membawaku kembali di saat aku pertama kali bertemu dengannya. Rasa benci yang teramat sangat, perlahan dalam waktu cepat berubah menjadi rasa cinta, menjadi sebuah kekaguman.

Aku luluh akan kelembutan, aku lemah akan senyuman. Biarlah ini menjadi kenangan indah. Bahhkan jika setelah ini kita tak lagi bersua, setidaknya ijinkan aku mencintainya meski nanti, suatu saat dengan sekuat tenaga harus kukubur dalam-dalam rasaku, saat tak kunjung berbalas.
____________________________

Bel tanda lomba dimulai pun sudah berdering 10 menit yang lalu, aku berkeliling dengan Risky, mengecek setiap ruangan untuk memastikan semuanya lengkap dan terkendali. Aku menuju basecamp panitia putri dan Risky berjalan menuju kantin.

Ah, ada waktu sekitar 2 jam sampai bel tanda selesai berdering. Masih ada waktu untukku tidur di basecamp, mengingat aku hanya tidur 2 jam semalam.

"Uh, Khanza, Sayang, pasti capek ya, sini bobok di pangkuanku," rayu Maya tiba-tiba saat aku baru masuk basecamp.

Aku hanya tersenyum miring dan merebahkan tubuhku di samping Maya. Baru saja mata ini hendak terpejam, tiba-tiba ...

"Za, tadi pagi aku ngeliat sesuatu, loh," ujar Egha sambil menindih pundakku.

"Uh, Egha, apa-an? Kaget banget aku. Udah mau ketiduran juga," keluhku sambil mendorong-dorong Egha agar tak menindihku lagi. Berat.

Egha hanya nyengir, kemudian, "tadi pagi, waktu aku baru datang, aku melihat Risky dan Alfi lagi ngobrol berdua, di tempat pendaftaran itu, mereka ketawa-ketawa. Aku nggak tau pasti apa yang mereka bicarakan, tapi kayaknya mereka lagi bercanda gitu, aku mau nyariin kamu buat kasih liat, ternyata kamu lagi ke Ponpes."

Aku terkesiap, jantungku seakan mencelus begitu saja, dan kepalaku mendadak pening. Apa ini? Kenapa dadaku terasa sesak sekali? Cukup lama aku diam tak menanggapi cerita Egha, karena diriku masih mencerna kata-katanya. Apakah ini benar-benar perasaan cemburu?

Kembali kuingat beberapa kejadian, yang belakangan ini membuatku mantab untuk mencintainya. Apa artinya? Apa maksudnya? Selain aku, juga pada Alfi? Atau sebenarnya Alfi dulu baru kemudian aku? Lalu apa mau Risky sebenarnya?

"Udah, jangan dipikirin dulu, Za, siapa tau itu hanya kebetulan, mereka bercanda sekilas dan tertawa," ucap Maya berusaha menenangkanku.

Tidak! ini bukan kebetulan, ini nyata dan memang benar adanya! Beberapa kali kulihat Risky tengah mengamati Alfi dan Alfi sendiri berusaha menutupi kedekatannya dengan Risky.

Mengapa aku tak menyadarinya? Mengapa aku hanya terlena dengan tindakan manisnya? Oh, Tuhan, aku takut, aku takut jatuh dan sakit lagi.

"Um ...  biarlah, terserah mereka. Aku lelah, mau tidur dulu," ujarku seolah bersikap abai dan berusaha mengakhiri percakapan ini. Egha dan Maya pun memahaminya.
_____________________________

Jam sudah menujukkan pukul 11. 00 WIB, perlombaan sudah selesai sejam yang lalu, dan kini saatnya pertunjukan di pentas yang dipersembahkan oleh masing-masing ekskul di sekolahku.

Aku tengah duduk santai di depan basecamp bersama Wanda, tiba-tiba dikagetkan dengan suara deru motor dari arah barat. Kulihat ternyata Risky dan Adi tengah berboncengan hendak menuju gerbang sekolah.

Aku menautkan Alis, bertanya seolah mengucapkan, "mau kemana?" dan Risky hanya tersenyum kemudian menunjuk ke arah gerbang. Dia mengedipkan mata dan tertawa lebar kepadaku.

Refleks aku membalas senyumannya, selayaknya sepasang kekasih yang tengah saling melempar senyum. Jujur, aku sangat bahagia meski dalam kebimbangan. Apa tujuan dia bersikap seperti itu? Disisi lain aku masih bimbang dengan kedekatan Risky dan Alfi. Ada rasa sakit yang menyeruak tatkala aku mengingat beberapa kejadian antara mereka.

Ah, aku takut, aku takut jatuh cinta sendirian lagi. Tetapi aku juga tak mampu membendung perasaanku. Mengingat lagi cerita Egha saat di basecamp tadi, benar-benar membuatku sakit.
______________________________

"Za, Alhamdulillah agenda ini berjalan dengan lancar. Terima kasih, ya, sudah menjadi partnerku selama 2 bulan ini. Aku sangat senang bisa mengenalmu, setelah ini mungkin kita nggak akan bertemu untuk waktu yang lama, tapi aku nggak akan lupa segala tentangmu. Aku minta maaf sudah menekanmu, sudah membuatmu marah dan benci padaku, " ujarnya saat ini, di sore hari saat acara sudah sepenuhnya selesai.

Angin yang membelai jilbabku saat ini tengah mengejekku, seolah-olah kembali membuatku salah tingkah. Jujur aku sangat berat melepas semua ini. Entah ini akan berlanjut atau berhenti sampai disini.  Aku menghela napas dan tersenyum.

"Iya, Ky, aku juga berterima kasih banget sama kamu. Aku udah dapat pelajaran berharga saat ber-partner denganmu. Maafkan aku yang sudah meremehkan kemampuanmu waktu itu ... " ucapku sambil menunduk. Tak mampu aku memandangnya, entah karena malu atau takut apabila air mata ini tiba-tiba tumpah ruah.

"Za, aku sudah maafin semua, kok, itu hal yang wajar." kini senyumnya mengembang sangat lebar, matanya mengguratan kebahagiaan yang nyata. Ah, andaikata dia dapat kumiliki seutuhanya.

Aku hanya mengangguk.

"Aku, kembali ke basecamp dulu, ya, Za. Nitip salam buat teman-teman, terima kasih atas kerja samanya. Bye, Khanza," ucapnya kemudian sambil berjalan menjauh dan melambaikan tangan.

Dengan kegugupan, kubalas lambaiannya dengan mata berkaca-kaca. Ah, apakah ini benar-benar saat terakhir?

"Risky," panggilku tiba-tiba.

Dia hanya menoleh dan tersenyum.

"Kapan-kapan kalau ketemu sama aku, jangan segan-segan untuk menyapaku, ya!" teriakku dengan senyuman lebar dan mata yang berbinar.

Dan dia hanya tersenyum kemudian mengangguk. Jantungku mencelus, ada segurat kekecewaan disana. Apakah hanya diriku yang berharap untuk kembali dipertemukan. Lalu bagaimana dengan dia?
______________________________

tbc.
Salam,
Zakia Khanza Al Malik

Jodohku Playboy [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang