Part 17

146 15 2
                                    

Suhu udara pagi ini begitu dingin, aku merapatkan jaket yang kukenakan dan menggosok-gosokkan telapak tanganku. Tempat tinggalku termasuk daerah dataran tinggi, tepat di lereng gunung, pantas saja suhunya membuat nafasku berasap kalau bicara.

"Za, kamu mau kemana?" tanya ibu tatkala melihatku berdiri di dekat pintu

"Aku mau jalan-jalan, ya, Bu?"

"Sendirian?"

"Iya, lah"

Dan ibu hanya mengangguk, aku pun mulai melangkahkan kakiku. Aku berjalan tanpa alas, jadi saat menginjak kerikil rasanya sedikit linu-linu. Tapi aku suka.

Aku berjalan perlahan kearah barat, sambil sesekali menghirup nafas panjang-panjang, seolah-olah tak mau jika oksigen ini terbuang sia-sia. Matahari masih malu-malu menampakkan wujudnya, jadi kabut pun masih betah menyelimuti desaku.

Setelah 100 meter aku berjalan, aku bertemu dengan ibu-ibu yang akan pergi memetik teh. Ah, damai sekali rasanya. Hampir 10 bulan menghabiskan waktu di pesantren, terkadang membuatku rindu dengan alam di sekitarku. Inilah saatnya, aku memanfaatkan liburanku sebaik mungkin.

Aku memasang kabel earphone pada ponselku dan menyematkannya pada telinga. Alunan lagu yang membelai sungguh melengkapi suasana pagi ini. Apalagi setelah kejadian tadi malam, hatiku terasa panas tak terkira. Bawel? ah, sakit sekali saat sebutan itu keluar dari mulut Risky untuk orang lain.

Aku sudah hampir mencapai titik yang akan ku datangi, aku berlari agar bisa lekas sampai. Senyum sudah sedari tadi tersungging dari bibirku, tapi tiba-tiba ponselku bergetar, tanda ada notifikasi yang masuk, ting!

@Irwan
Selamat Pagi, Khanza

Irwan, huft ... lagi-lagi cowok ini. Aku bimbang, haruskah aku membalasnya?

@ZaKhanza
Pagi, Ir

@Irwan
What are you doing?

@ZaKhanza
Lagi jalan-jalan, um ... Aku lagi males pakai English, nih

@Irwan
It's Okay

Hanya kubaca dan kumasukkan ponsel kedalam saku. Aku sudah sampai pada puncak tertinggi di desa. Sebuah bukit yang tak terlalu tinggi dan akses jalan yang sudah gampang dilalui. Kulihat, hamparan kebun teh yang indah dan mempesona.

Aku menutup mulutku, menahan gejolak kekaguman yang tak terkira. Matahari juga sudah mulai sedikit menampakkan wujudnya meski masih malu-malu. Ya Tuhan, indah sekali ciptaanmu? setelah melihat semua ini, apakah aku masih sanggup bersedih?

Cukup lama aku mengamati semua ini, dan tiba-tiba wajah Risky yang tengah tersenyum terlintas di pikiranku. Ah, andai keindahan ini bisa kunikmati dengannya. Tapi, sepertinya mustahil.

Aku kadang berpikir, betapa bodohnya aku. Bertahan pada orang yang berkali-kali menyakiti, bahkan di depan mataku sendiri. Entah, pesona apa yang telah dia pancarkan, aku benar-benar tak bisa berpaling.

Sudah hampir satu jam aku melamun dan meresapi penampakan di depanku, kini saatnya aku pulang. Aku mulai menyusuri jalan turunan yang tadi kulewati. Matahari pun sudah menampakkan wujudnya, sinarnya membuat wajahku terasa hangat.

Ku buka ponselku dan ternyata ada spam chat, kulihat pengirimnya, ah, lagi-lagi Irwan

@Irwan
Za, Aku boleh tanya, nggak?

Za, Khanza, Khanza yang manis

Za, Khanza yang baik hati

Za, jangan di diemin, dong

Jodohku Playboy [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang