Chapter 4

1.5K 164 4
                                    

Happy Reading!!!

***

Dania yang baru saja selesai menghadiri rapat, kini memilih untuk mencari makan di luar, mengingat jam sudah menunjukkan di angka 12:15 siang. Untuk pertama kalinya selama tiga tahun bekerja di perusahaan sang papa, Dania pergi ke luar hanya untuk mengisi perutnya. Tidak seperti biasa yang selalu menunggu paksaan dari papanya.

Berhubung dirinya tumbuh besar di Singapura, membuat Dania tidak memiliki teman untuk di ajak sekedar makan bersama atau jalan-jalan. Selain Ratu dan Queen -sepupunya- memang tidak ada lagi orang yang bisa Dania hubungi, tapi berhubung saat ini adalah hari kerja dan mungkin kedua sepupunya itu sibuk, jadilah Dania memilih untuk makan seorang diri. Dan Cafe yang tidak jauh dari kantornya adalah pilihan Dania menghabiskan jam istirahat.

Suasana Cafe sederhana yang nyaman ini lah yang sepertinya akan membuat Dania betah berlama-lama berada di tempat itu, dan Dania juga akan memberikan penilaian di angka delapan untuk tempatnya sendiri. Entah untuk rasa makanannya, karena begitu di lihat dari gambar yang ada di menu cukup menggiurkan, membuat Dania tidak sadar berapa macam makan yang dirinya pesan.

"Boleh saya duduk di sini? Tempat lain penuh dan hanya di sini yang kosong."

Dania menoleh dan mengernyitkan mata menatap orang di depannya, lalu menatap sekeliling yang ternyata memang dalam keadaan penuh, kursi-kursi yang beberapa menit lalu kosong kini sudah terisi, dan benar saja hanya dirinya yang duduk seorang diri. Dania merasa miris, tapi juga bahagia karena ada seorang pangeran yang bersedia menemani.

"Silahkan duduk." Kata Dania dengan senyum ramahnya. Untuk pertama kalinya ia kembali memberikan senyuman itu pada seorang laki-laki dan di balas tak kalah ramah oleh laki-laki itu, membuat jantung Dania yang sejak lama diam kini mulai berulah. Gugup mulai dirinya rasakan, dan Dania heran dengan respons tubuhnya ini.

"Sendiri?" tanya laki-laki itu yang Dania tahu hanya sekedar basa-basi. Sebenarnya Dania malas dengan laki-laki seperti ini, dirinya lebih suka pada laki-laki yang to the poin, mau ngajak kenalan yang langsung saja. Dania sadar dirinya cantik, jadi sudah dapat di pastikan bahwa akan banyak laki-laki yang ingin mendekatinya. Ah, entah lah kepercayaan dirinya memang tidak pernah hilang sejak dulu.

"Sekarang berdua." Jawab Dania sambil menatap laki-laki di depannya dengan tatapan menilai. Kekehan kecil itu dapat Dania dengar, dan entah kenapa dirinya begitu terpesona. Empat tahun menjomlo, Dania merasa kembali seperti ABG yang baru saja mengenal laki-laki dan terpesona pada pandangan pertama.

Tak lama makanan yang di pesan Dania datang, dan ia melongo melihat banyaknya makanan yang tersaji di meja. "Ini makanan samua punya Anda?" tanya Dania pada laki-laki di depannya.

"Bukan Mbak, ini semua punya Mbak." Si pelayan itu lah yang menjawab.

"Jir, kenapa gue gak sadar pesan sebanyak ini?" Dania bertanya pada dirinya sendiri, sementara laki-laki di depannya terlihat menahan tawa. "Ya udah deh Mba, terima kasih ya?" tambah Dania begitu hidangan sudah memenuhi meja, dan si pelayan itu melangkah pergi.

"Gimana dong Pak mejanya penuh sama makanan saya semua," menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Dania merasa tidak enak pada laki-laki yang menumpang duduk di mejanya.

"Tidak apa-apa, lagi pula saya hanya memesan kopi." Laki-laki itu kembali melemparkan senyumnya, bersamaan dengan minumannya yang datang.

Dania mengangguk-anggukan kepala, lalu menatap semua makanan yang terhidang di depannya. "Apa mampu gue abisin semua makanan ini?" tanya Dania pada dirinya sendiri, lalu menoleh pada laki-laki di depannya yang ternyata tengah memperhatikannya. "Pak, mau bantu abisin makanan ini gak? Tapi saya gak maksa loh, kal--"

"Kalau kamu memang gak keberatan, pasti saya bantu habiskan." Potong laki-laki itu dengan cepat bersama senyum yang entah kenapa sejak tadi mengiringi, membuat Dania merasa terserang diabetes saking manisnya senyum laki-laki itu. "Tapi ngomong-ngomong saya belum tahu nama kamu,"

Dania terkekeh pelan, mengingat bahwa mereka adalah dua sosok asing yang baru saja di pertemukan. Jangankan untuk mengenal bertukar nama masing-masing saja belum mereka lakukan.

"Saya, Dava Arfiandi Eka."

"Dania Putri Adiatamaya." Dania membalas uluran tangan laki-laki tampan di depannya, setelah pengenalan itu Dania mempersilahkan laki-laki yang baru di kenalnya untuk makan. Perutnya yang sudah mendemo, dan aroma wangi dari makanan di hadapannya begitu menggiurkan, membuatnya tidak ingin lagi menyia-nyiakannya.

Sudah lama Dania tidak bisa makan senikmat ini. Berlarut dalam kesedihan ternyata merugikan segala hal termasuk menyia-nyiakan makanan dan kebahagiaan. Tidak heran jika tubuhnya sekurus sekarang ini.

Melihat begitu lahapnya Dania makan, Dava entah kenapa malah terpesona. Wanita di depannya itu terlihat polos dan apa adanya, tidak seperti perempuan kebanyakan yang kadang selalu menjaga image di depan lawan jenis, apa lagi di saat mereka baru mengenal.

"Maaf ada saus di sini," Dava menyeka sudut bibir Dania yang terdapat saus kacang dari bumbu sate yang baru saja perempuan itu makan.

"Eh ..." segera Dania menjauhkan wajahnya dan menyeka sudut bibirnya sendiri yang sudah bersih. "Terima kasih." Ungkap Dania yang tiba-tiba saja menjadi canggung. Dava hanya membalas dengan anggukan dan kemudian tersenyum.

Makanan yang semula membuat Dania bingung, kini sudah habis di makan oleh mereka berdua yang sekarang benar-benar kekenyangan. Dania menatap sekeliling Cafe yang sudah mulai di tinggalkan satu per satu pengunjungnya.

Jam memang sudah menunjukkan pukul satu dan itu artinya, dirinya pun sudah harus kembali ke kantor. Walaupun sang papa tidak akan masalah jika dirinya kembali lebih telat. Namun Dania tidak ingin menyalah gunakan jabatan ayahnya sebagai bos di kantor tempatnya bekerja, bagaimanapun Dania adalah karyawan jadi sudah sepatutnya mengikuti peraturan, salah satunya masuk tepat waktu.

"Maaf Pak, saya harus kembali ke kantor. Terima kasih sudah bersedia menghabiskan makanan saya. Kalau tidak ada Pak Dava mungkin saya masih kebingungan menghabiskannya bagaimana." Dania tersenyum sebagai tanda terima kasih, lalu bangkit dari duduknya, di ikuti laki-laki itu.

"Kebetulan saya juga harus kembali," balas laki-laki itu ikut melangkah menuju kasir. "Saya saja yang bayar makanan tadi," Dava menghentikan Dania yang mengeluarkan dompetnya saat setruk pembayaran di berikan oleh kasih Cafe.

"Biar saya saja, itu semua pesanan saya." Kata Dania tersenyum ramah.

"Tapi saya juga ikut makan,"

"Tidak apa-apa, lagi pula itu saya yang minta. Jadi, biar saya yang bayar semua makanan itu." Dania memberikan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu pada kasir tersebut. Setelahnya pamit dan pergi terlebih dulu meninggalkan Cafe, juga Dava yang baru saja menyelesaikan pembayaran secangkir kopinya.

Kepergian Dania terus Dava perhatikan hingga sosok itu menghilang di parkiran. Dan begitu mini Cooper berwarna hitam keluaran terbaru melaju meninggalkan parkiran, Dava yakin bahwa itu adalah milik wanita yang baru di kenalnya.

"Semoga ada pertemuan selanjutnya." Gumam Dava mengukir senyum menatap mobil yang baru saja menghilang dari pandangannya.

***

Tbc ...

Welcome My HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang