Chapter 14

1.1K 129 4
                                    

Happy Reading!!!

***

Devin yang baru saja mendapat kabar dari abang tersayangnya mengenai Dava, langsung di landa kebingungan. Berkali-kali menoleh pada Dania yang duduk di meja kerja kamar perempuan itu.

Sejak tadi memang Dania memilih untuk melanjutkan pekerjaan yang belum selesai di kantor, itu jelas alasannya untuk menyibukan diri agar tidak selalu menoleh pada ponsel yang sejak siang memang tidak lagi berbunyi, karena tidak adanya telepon juga pesan singkat yang masuk dari Dava.

Devin jelas tahu alasan itu karena sejak kemarin dirinya selalu mengamati kakak tersayangnya. Ini pun terjadi selama beberapa tahun kebelakang, dimana Dania memilih menyibukan diri agar tidak lagi meratapi kesedihannya di tinggal calon suami.

Dan sekarang Devin bingung harus menyampaikan kabar dari Rapa bagaimana pada kakak pertamanya itu, Devin tidak ingin menyaksikan kakaknya kembali seperti dulu. Ia tidak ingin mematahkan harapan yang baru saja di bangun kembali oleh Dania. Terlebih, Devin tidak ingin menjadi alasan untuk kesedihan baru bagi perempuan tersayangnya itu.

Menyesal rasanya sudah mengikuti ajakan kerjasama abang laknatnya itu. Mereka memang cocok hanya menjadi saingan cinta terhadap Queen, dari pada menjadi patner kerjasama menguji keseriusan laki-laki untuk Dania.

Argghh!” teriaknya frustrasi, dan itu berhasil mengambil alih fokus Dania yang kini menatap heran ke arahnya.

“Kamu kenapa, Vin?” tanya Dania heran pada adiknya yang terlihat tak baik. “Berantem sama pacar kamu?” lanjutnya menebak.

Devin hanya mengangguk kecil, terlalu bingung untuk menyampaikan yang sesungguhnya.

Memaki dalam hati yang saat ini tengah Devin lakukan, tentu saja itu di tujukan pada Rapa yang berada jauh di sana, berharap bahwa laki-laki yang sejak dulu menjadi saingan cintanya terhadap Queen itu tersedak apa saja saat ini, bahkan jika perlu kabar mengenai kematian yang di sebabkan oleh hal itu akan menjadi pencapaian pertama di negara ini.

🍒🍒🍒

Seperti biasanya, pagi hari Dania selalu siap dengan stelan kantornya yang santai, menyapa kedua orang tuanya juga adik-adiknya, tapi untuk kali ini, sapaan itu tidak seceria beberapa hari ke belakang. Tentu saja itu membuat Devi dan Levin sebagai orang tua mengerutkan keningnya heran, begitupun dengan Devina yang saat ini meneliti setiap raut wajah sang kakak yang tidak sesemangat belakangan ini, lalu menoleh pada adik lelakinya yang terlihat bingung juga serba salah, sebelum kemudian Devina melayangkan tendangan di kaki kembarannya itu.

“Sakit, Sis!” dengus Devin melayangkan tatapan tajamnya pada sang kembaran.

Si pelaku hanya mengedikan bahu tak peduli, lalu menatap adik lelakinya itu dengan tatapan yang seolah bertanya.

Untuk beberapa saat keduanya seolah tengah berbicara menggunakan gerakan mata, dan sepertinya memang hanya kedua orang itu yang paham dengan apa yang di bahas, sampai pada akhirnya satu tendangan lagi Devin terima dari kembarannya, membuat laki-laki tampan itu mengaduh, sementara kedua orang tua semakin dibuat bingung.

“Kalian semua kenapa sih?” tanya Devi yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa bingung dan penasarannya.

Dania menoleh tak paham, kemudian menggelengkan kepala, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Memilih melanjutkan makannya hingga piring di depannya kosong, dan bangkit dari duduknya untuk segera berangkat kerja, pamit pada kedua orang tua serta adik-adiknya.

“Kamu gak ikutin kakak lagi, Vin?” tanya Dania begitu menyadari adiknya tidak ikut bangkit dari duduknya.

“Enggak Kak, misinya udah selesai. Nanti Kak Dan angkat aja kalau dia ada telepon, temuin juga kalau memang dia ngajakin ketemu.”

Dania mengerutkan keningnya mendengar penuturan adik lelakinya itu yang terkesan aneh hari ini. Dania juga bingung mengapa tiba-tiba adiknya mengatakan misi selesai. Apa mungkin Dava sudah lulus seleksi? Atau justru laki-laki itu sudah mengalah? Dania menghela napasnya berat, entah mengapa rasa kecewa menyerang hatinya saat ini, apa mungkin karena ia terlalu berharap?

Menggeleng kecil, Dania kemudian kembali menatap adiknya, memberikan anggukan sebelum kemudian melangkah meninggalkan ruang makan dan kebingungan kedua orang tuanya, serta tatapan bersalah Devin.

“Kalau sampai ada apa-apa sama Kak Dan, lo yang akan gue bunuh duluan begitu label legal di berikan untuk itu.” Ujar Devina dengan tatapan menusuknya.

“Ada apa sih sebenarnya?” heran Levin menatap satu per satu anak kembarnya.

Devin lebih dulu menghembuskan napasnya berat, menoleh pada mama dan papa-nya sebelum kemudian menceritakan mengenai laki-laki yang mendekati Dania, mengenai rencana Dava yang akan melamar, dan rencananya dengan Rapa untuk mempersulit laki-laki itu.

Semua yang Rapa beritahu hari itu, tidak lepas Devin ceritakan pada kedua orang tuanya, sampai kabar dari Rapa malam tadi yang belum sempat dirinya beritahukan pada sang kakak, karena terlalu bingung harus memulainya dari mana. Devin terlalu takut melihat sorot kecewa Devina nanti.

Melihat sorot frustrasi anak lelakinya itu, bukan membuat Devi serta Levin prihatin, atau sekiranya kasihan, tapi kedua orang tua itu malah kompak menertawakan kebodohannya. Satu kata ‘sukurin’ di layangkan keduanya dengan begitu semangat, seolah bahagia melihat anak lelaki tampannya di rundung kesulitan seperti saat ini. Membuat Devin semakin ragu dengan tingkat kewarasan kedua orang tuanya itu. Dan sepertinya Devin memang harus menanyakan kembali mengenai hubungan darah dengan kedua orang itu, siapa tahu Devin pada kenyataannya memang bukan anak dari pasangan Levin -Devi yang tingkat normalnya masih di pertanyakan.

“Kalau sampai Kak Dan kembali murung seperti dulu … kamu yang pertama kali Mama salahin!” ancam Devi yang tidak sama sekali berniat membantu anak lelakinya itu.

“Ck, Ma, Devin kan gak tahu kalau pada akhirnya akan seperi ini.” mengacak rambutnya kasar, Devin malah semakin di buat pusing dengan respons yang semakin memojokannya. Memang salah sepertinya berharap bantuan pada kedua orang tuanya yang menyebalkan itu.

“Makanya kalau apa-apa itu di pikirin dulu, setidaknya kasih tahu Mama dan Papa, jangan malah main setuju aja sama ajakan Abang kamu itu. Tahu sendiri tingkat kejahilan keluarga Aunty Lyra yang kadang tidak di pikir lebih dulu resikonya. Kamu tahu sendiri bagaimana kakak kamu empat tahun belakangan ini, seharusnya kamu bahagia saat tahu ada laki-laki yang mampu buat kakak kamu ceria, ini malah di jauhin!” Levin mencebikkan bibirnya.

“Niatnya kan cuma mau ngetes keseriusannya, Pa. Mana Devin tahu kalau pada akhirnya tuh cowok di jodohin orang tuanya.” Devin menghela napasnya lelah.

“Siapa tadi nama cowoknya?” tanya Levin yang ingin kembali memastikan.

“Dava, sahabatnya Bang Rapa.” Jawab Devin dengan tak bersemangat.

Hanya anggukan kecil yang di berikan Levin sebelum kemudian mengukir senyum tipisnya. Nama laki-laki yang sejak tadi di bahas anaknya memang terasa familier, dan kini Levin tahu bagaimana dirinya harus mengambil langkah begitu mengingat nama yang di sebutkan anaknya.

Jika memang pria itu yang diinginkan anak perempuan pertamanya, maka ia akan melakukan apa pun demi menyatukan mereka, karena yang terpenting adalah putri tersanyangnya itu terlepas dari kesedihan yang selama empat tahun menghantui. Tidak peduli bahwa Dava akan di jodohkan oleh orang tuanya, lagi pula jodoh tak akan ke mana, apa lagi mengetahui kedua manusia itu saling memiliki ketertarikan.

Sebagai orang tua, Levin hanya ingin anaknya bahagia, dan ia percaya dengan pilihan putrinya itu. Meskipun menyelidiki latar belakang cowok itu akan tetap Levin lakukan untuk memastikan bahwa laki-laki yang akan menjadi pedamping anaknya nanti terlahir dari keluarga baik-baik.

***

Tbc ...

Welcome My HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang