Happy Reading !!!
***
“Kamu yakin, Kak?” entah untuk ke berapa kalinya Devi menanyakan ini, karena jujur sebagai orang tua yang tahu bagaimana menderitanya sang putri selama ini, Devi begitu khawatir saat mendengar keputusan Dania mengenai kepergiannya ke Singapura.
Devi takut putri pertamanya itu kembali seperti dulu begitu bayangan mengenai mantan calon suaminya tewas akibat kecelakaan pesawat. Devi tidak siap jika harus mendapati jiwa putrinya kembali terguncang seperti beberapa tahun belakangan, ia tidak akan pernah siap.
“Ada Dava yang temani Kakak, Ma.”
“Tapi ...”
Dania menghentikan kegiatannya menyusun barang-barang ke dalam kopernya, menoleh pada sang mama dan mencengkram pundak itu dengan lembut. “Ma, Kakak juga tidak terlalu yakin, tapi kalau tetap diam bagaimana mungkin Kakak bisa mengatasi ketakutan ini? Bagaimana mungkin Kakak bisa bangkit dari bayang-bayang Mike?” Dania menghentikan sejenak ucapannya, lalu menarik dan membuang napasnya perlahan.
Menyebut nama mantan calon suaminya itu masih terasa berat ternyata, senyumnya masih selalu melintas dan bayangan kebersamaan mereka dulu membuat Dania selalu ingin tertawa dan menangis secara bersamaan. Namun Dania sadar, ia tidak bisa selalu seperti ini. Mike sudah tiada, dan sekarang ada hati yang harus dirinya jaga.
“Dava calon suami Kakak saat ini, Ma. Kakak tidak ingin menyakiti Dava hanya karena bayang-bayang masa lalu. Jadi, tolong izinkan Kakak pergi, Kakak janji akan baik-baik saja. Ada Dava yang menjaga Kakak.” Dania terus meyakinkan sang mama, hingga kekhawatiran itu sedikit demi sedikit di gantikan dengan senyuman lembut penuh kelegaan.
“Kalau begitu pergi dan bersenang-senanglah. Sampaikan salam Mama untuk sahabat-sahabat kamu.”
***
Entah sudah berapa kali Dania menghembuskan napas gusarnya sejak dalam perjalanan menuju bandara, keringat dingin berjatuhan dan remasan di ujung rok mini yang dikenakannya terlihat begitu gugup. Dava sejak tadi memperhatikan itu, dan dari sini Dava tahu bahwa ketakutan itu bukan hanya sekedar ketakutan biasa, ketakutan Dania terlalu mendalam.
Sungguh, Dava tidak tega untuk memaksakan kepergian mereka ini, tapi beberapa kali ia mengajak sang calon istri untuk kembali pulang, sebanyak itu pula penolakan Dania layangkan.
Hingga tiba di bandara, getaran tubuh Dania semakin menjadi, membuat Dava sukses bertambah khawatir, sampai akhirnya Dava memilih menutup mata Dania dan menyumpal telinga perempuan itu mengunakan headphone yang ia bawa dengan volume besar demi untuk masuk pesawat, dan ternyata itu cukup membantu hingga mereka duduk di bangku pesawat.
“Kamu baik-baik aja kan, Yang?” tanya Dava seraya melepas penutup mata dan headphone dari sang tunangan.
Anggukan kecil Dania berikan, meskipun gemetar itu belum sepenuhnya hilang, dan keringat dingin masih bercucuran.
Dava meraih tubuh mungil itu ke dalam pelukan, menepuk pundak sang tunangan untuk menenangkan, hingga beberapa saat berlalu dan pemberitahuan pesawat akan segera lepas landas membuat tubuh Dania semakin bergetar dengan hebat.
Ketakutan itu ternyata begitu besar, dan Dava kebingungan untuk menenangkan, apalagi saat isak tangis terdengar dan cengkraman jari-jari mungil itu menancap di kulit punggung Dava begitu erat, hingga rasa perih itu Dava dapatkan. Bukan hanya di punggung, tapi juga hati yang tidak jauh berbeda perihnya saat nama laki-laki lain meluncur dari bibir sang tunangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome My Happiness
General FictionKesedihan seolah sudah menjadi teman setia Dania sejak calon suaminya pergi tanpa pesan, bukan pergi karena sebuah penghianatan, melainkan kecelakaan yang tidak pernah terbayangkan akan merenggut nyawa orang tersayang. Kejadian itu merenggut kebahag...