Chapter 28

1.2K 140 17
                                    

Happy Reading !!!

***

"Kita pulang sekarang, ya, keburu sore, nanti susah di jalannya.” Dava menangkup wajah cantik Dania seraya mengusap air mata yang turun membanjiri pipi Dania yang semakin terlihat tirus dari empat bulan terakhir dirinya lihat.

Satu kecupan Dava berikan di kedua mata sembab itu. Sejak satu jam lalu Dania memang menangis sambil mendengarkan penjelasan Dava mengenai perempuan yang sempat Dania lihat saat itu.

Dava senang calon istrinya cemburu, tapi Dava menyayangkan acara kaburnya Dania hingga selama ini.

Padahal jika tidak pergi masalah akan lebih cepat teratasi dan pernikahan tetap terlaksanakan sesuai yang di sepakati. Namun siapa yang bisa mencegah kecemburuan seorang perempuan?

Tapi terlebih dari itu, Dava cukup bersyukur karena dengan kejadian di Inggris tempo lalu dirinya jadi mengetahui bahwa Dania benar-benar mencintainya.

Dania akhirnya menyetujui ajakan Dava untuk pulang meskipun pada awalnya takut karena sudah mengecewakan dan membuat khawatir orang tuanya, tapi rasa rindu itu tidak dapat Dania sembunyikan.

“Devin sampai kelelahan nyari kamu.” Kata Dava di tengah perjalanan mereka menuju hotel tempat dimana Devin menginap.

“Memangnya kamu gak lelah nyari aku?” tanya Dania menoleh pada sang tunangan.

“Lelah banget. Tapi, selama itu kamu yang aku cari, lelah itu akan selalu aku khianati.” Dava menjawab dengan seulas senyum di kedua sudut bibirnya.

“Maaf.” Cicit Dania menundukkan kepala.

“Aku yang seharusnya meminta maaf karena sudah membuat kamu khawatir dan nyusul aku hingga dihadapkan dengan keadaan yang bikin kamu salah paham. Aku minta maaf karena gak ngabarin kamu mengenai Mirna.” Sesal Dava.

Ya, memang perempuan dari masa lalunya itulah yang menimbulkan kesalahpahaman antara dirinya dan Dania. Mirna yang saat itu terlihat kacau tidak sengaja bertemu saat Dava akan pulang, karena merasa kenal dan kedekatan mereka sebagai teman, pada akhirnya memilih tempat untuk mengobrol. Mirna menceritakan masalahnya dan Dava menjadi pendengar yang baik hingga membuat Dava berempati pada sosok yang pernah dirinya kejar dulu.

Siapa yang menyangka akibat sibuk membantu mengurusi masalah yang Mirna hadapi, Dava lupa membeli ponsel dan mengabari calon istrinya yang khawatir menunggu kabar darinya. Padahal jika saat itu Dava tidak kehilangan ponsel dan tidak lupa untuk segera membeli penggantinya, mana mungkin kesalahpahaman ini akan ada.

Tapi sekarang Dava sudah lega, Dania-nya sudah ia temukan dan kesalahpahaman sudah ia luruskan. Beruntung Dania bukanlah sosok keras kepala yang egois, dia paham mengenai masalah yang Mirna hadapi dan Dania ikut berempati. Semakin membuat Dava kagum pada sosok cantik Dania.

Perempuan itu tidak hanya cantik parasnya, tapi juga hatinya. Siapa yang tidak akan bangga memiliki Dania? Yang jelas itu bukan Dava orangnya, dan lagi tidak akan pernah Dava biarkan orang lain memiliki gadisnya.

“Kak Dania?” panggil Devin tak percaya.

Dania mengangguk, lalu merentangkan tangannya dengan mata berkaca-kaca. Harapannya adik bungsunya itu datang menyambut pelukannya, tapi sayang ia harus kecewa karena kenyataannya Devin malah membuang muka dan seolah tak peduli. Laki-laki itu malah justru melengos pergi masuk ke dalam kamar hotelnya dengan raut wajah marahnya.

Perlahan, Dania menurunkan kembali tangannya. Kecewa, itu yang kini Dania rasakan, tapi tidak sama sekali tersinggung dengan sikap Devin barusan, karena bagaimanapun Dania paham perasaan adiknya. Kepergiannya yang mendadak dan membuat semua orang khawatir pasti membuat Devin terluka. Apalagi mendengar keadaan sang mama yang sempat Dava ceritakan beberapa jam lalu.

Dania menyesal telah memilih pergi, tapi percuma, semua itu sudah terjadi dan orang-orang tersayangnya sudah terlanjur kecewa.

Mungkinkah mereka mau memaafkannya? Tanya hati Dania sangsi.

Mengusap lembut punggung tunangannya itu, Dava lalu tersenyum menguatkan Dania agar tidak berkecil hati. Lagi pula Dava tahu, Devin merindukan kakaknya, jika tidak, mana mungkin pria beranjak dewasa itu merengek meminta ikut mencari. Hanya saja mungkin Devin bingung mengutarakan kerinduan di tengah rasa kecewanya terhadap sang kakak.

“Sabar, Devin mungkin belum siap.” Kata Dava sebagai penyemangat. Dania mengangguk, lalu ikut masuk bersama Dava. Tubuhnya lelah dan Dania begitu ingin istirahat sebelum besok melanjutkan perjalanan pulang.

Dava menyimpan koper milik Dania juga tas ransel kecil miliknya sendiri di samping sofa yang ada di kamar hotel itu. Setelahnya duduk sejenak dalam suasana canggung karena Dania yang terus saja menatap Devin yang cuek berbaring di kasur, menghadap jendela besar yang mulai menampakkan semburat kemerahan, menandakan hari akan berganti malam.

“Kamu mandi duluan aja, aku beli makanan di bawah.” Dania hanya mengangguk, mengizinkan Dava pergi. Mungkin tunangannya itu paham bahwa Dania dan Devin membutuhkan waktu untuk saling bicara.

“Dek,” panggilan kecil dari Dania untuk adik bungsunya kembali ia lontarkan sambil perlahan berjalan mendekat pada bed single di sisi kiri. Kamar hotel ini memang memiliki dua bed single dan salah satunya pasti miliki Dava.

Tidak ada sahutan dari Devin atas panggilannya, membuat Dania menghela napas pelan dan melanjutkan langkah, kemudian duduk di pinggiran ranjang dimana ada Devin berbaring di atasnya.

“Maafin Kakak yang pergi begitu saja, maafin Kakak yang sudah membuat kamu dan semua orang khawatir, maafkan Kakak karena sudah membuat kecewa.” Dania menundukkan kepala, memainkan jemarinya yang di tetesi air mata penuh penyesalan juga kesedihan. Devin masih saja bungkam, laki-laki itu bahkan tidak sama sekali bergerak.

“Mungkin kamu sudah mendengar penjelasan Dava,” Dania menyeka sejenak air matanya. “Maaf, karena Kakak terlalu pengecut dengan memilih melarikan diri ….”

Isak tangis Dania mulai terdengar dan Devin yang sejak tadi bertahan untuk tidak merengkuh, akhirnya luluh juga. Bangkit dan langsung memeluk sang kakak yang amat dirindukan. Menjadikan dadanya sebagai sandaran Dania yang sesenggukan.

“Kak Dan punya Devin, punya Mama, Papa, Devina juga. Kenapa pergi yang Kakak pilih? Devin siap mendengar cerita Kakak, Devin siapa menjadi sandaran Kakak, mendengar kesakitan Kakak, dan Devin siap menjadi tempat Kakak mencurahkan air mata dari sakit hati itu. Kenapa Kakak malah memilih menjauh dan menikmatinya sendiri? Apa gunanya Devin sebagai adik jika dalam keadaan kecewa saja Kakak memilih untuk sendiri? Padahal Devin siap bantu Kakak bikin Bang Dava babak belur.” Devin semakin erat memeluk sang kakak yang masih terus menggumamkan kata maaf.

“Jangan pernah melakukan itu lagi, Kak, Devin mohon!”

Dania mengangguk-anggukan kepalanya, berjanji bahwa ia tidak akan lagi melarikan diri seperti empat bulan ini. Karena nyatanya menjauh bukanlah hal yang bisa menyelesaikan, malah semakin merumitkan dan menyakitkan, karena setiap hari harus menahan rindu di tengah rasa kecewa tanpa penjelasan.

Setelah acara tangis-tangisan itu, Devin beralih menanyakan ke mana saja kakaknya pergi dan bagaimana cara Dania sampai sulit di temukan. Dava yang tak lama datang ikut mendengarkan, dan tidak menyangka bahwa Dania ternyata memiliki tanda pengenal lain untuk penyamaran. Pantas saja Dava dan orang-orang suruhannya tidak juga menemukan wanita cantik itu.

Dania benar-benar pandai dan cerdas untuk bersembunyi. Setelah ini sepertinya Dava harus menyembunyikan semua itu agar bisa dengan mudah menemukannya kalau-kalau Dania melarikan diri lagi.

***
Tbc ...

Welcome My HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang