Chapter 11

1.2K 127 3
                                    

Happy Reading!!!

***

Dava benar-benar di buat stres hanya dengan satu pemikiran, yaitu mengenai status Dania, perempuan yang akan Dava lamar setelah pertemuan ketiga dari ketidak sengajaan.

Perkiraan Dava, ia akan lebih mudah mendapatkan perempuan itu begitu tahu bahwa Dania adalah sepupu dari sahabatnya. Tapi Dava lupa siapa Rapa dan adik serta istrinya. Ketiga orang itu memang lebih suka mempersulitnya dari pada harus membantu rencana lamarannya.

Dua hari ia habiskan dengan uring-uringan, karena pertanyaannya belum juga terjawab. Semua orang seolah bersekongkol untuk mempersulitnya mendapatkan data mengenai Dania, bahkan anak buahnya yang Dava utus untuk mencari tahu semua tentang perempuan itu tidak bisa menemukan data yang benar-benar lengkap.

Padahal yang Dava butuhkan hanyalah mengenai status perempuan itu, tapi kenapa malah sesulit ini? Padahal niatnya baik, ingin menikahi perempuan cantik yang sudah mencuri perhatiannya sejak pertemuan pertama. Dava menyesal kenapa tidak bertanya lebih awal mengenai status perempuan cantik itu.

Sekarang dirinya harus apa? Melanjutkan melamar Dania? Bagaimana jika kemungkinan perempuan itu benar-benar sudah menikah, terlebih memiliki anak? Bukankah kedatangan Dava hanya akan mempermalukan dirinya sendiri? Jika tidak, bagaimana dengan janjinya yang sudah terlanjur terucap? Please, Dava bukanlah pria yang suka ingkar, apa lagi pada janji yang di ucapkan untuk dirinya sendiri untuk masa depannya.

“Dava, kamu kenapa?” tanya Sultan, sang ayah yang baru saja masuk ke dalam ruangan Dava dengan kening mengerut, melihat wajah anaknya yang terlihat kusut.

“Gak apa-apa. Papi ngapain ke sini?” Dava melangkah menuju sofa yang baru saja di duduki ayahnya.

“Emang Papi gak boleh ke kantor Papi sendiri?”

“Bukan gitu, tapi tumben aja Papi datang, biasanya juga milih ngasih makan ikan.”

Laki-laki berusia enam puluh tahun itu terkekeh pelan mendengar cibiran anak lelakinya. “Kamu masih marah sama Papi?” tanyanya, menatap sang putra dengan sedikit rasa bersalah karena telah memaksa laki-laki itu untuk mengurus perusahaannya yang berdiri di bidang periklanan juga properti, serta usaha kuliner milik sang ibu. Padahal Sultan tahu bahwa anaknya begitu menginginkan menjadi Dosen. Dava tidak sama sekali tertarik dengan dunia bisnis, tapi gara-gara paksaannya, mau tak mau sang putra harus menuruti keinginannya itu.

“Papi minta maaf soal itu, Dav. Kamu tahu sendiri, cuma kamu yang bisa Papi andal--”

“Iya-iya, Dava selalu jadi pelampiasan.” Dava dengan cepat memotong perkataan sang papi. Ia terlalu malas dan bosan mendengarnya, jangan lupakan bahwa perkataan itu pula yang selalu membuat Dava benci pada ayahnya, juga pada abangnya yang bisa dengan bebas memilih keinginannya sendiri untuk melanjutkan masa depan. Tidak seperti dirinya yang selalu di arahkan ke mana dirinya harus melangkah.

“Dav--”

“Papi siap-siap, malam minggu nanti Dava mau lamar seseorang.” Lagi-lagi Dava memotong ucapan papinya itu, bukan bermaksud tak sopan, tapi Dava selalu sulit mengontrol diri jika berlama-lama dengan pria tua itu.

“Anak gadis siapa yang akan kamu lamar? Kenapa tidak pernah kamu bawa ke rumah?” tanya Sultan dengan kening mengerut, heran karena anaknya yang tidak pernah terlihat pacaran atau membicarakan perempuan tiba-tiba meminta dirinya bersiap untuk melamar. Bukankah itu cukup mengejutkan? Padahal tadinya Sultan sudah berencana untuk menjodohkan Dava dengan anak dari rekan bisnisnya. Namun sepertinya ia memang harus menyetujui keinginan anak bungsunya itu. Cukup selama ini dirinya mengontrol hidup sang putra. Sultan tidak ingin semakin membuat Dava membencinya.

“Nanti Papi akan tahu sendiri.” Jawab Dava seadaanya. Sultan hanya menganggukkan kepala, tidak ingin mengundang perdebatan yang sudah di pastikan akan berakhir dengan hubungannya dengan sang putra semakin menjauh, seperti beberapa tahun lalu.

“Kalau begitu, Papi pulang dulu. Kamu jangan lupa pulang ke rumah, Mami kamu merindukan anaknya.” Setelah mendapat anggukan dari putra bungsunya, barulah Sultan meninggalkan Dava yang tidak sama sekali menatapnya.

🍒🍒🍒

Sejak beberapa menit yang lalu, Dania terus melihat ponselnya yang berdering dengan nama Dava tertera di layarnya, sebenarnya ia tidak tahan terus membiarkan itu. Namun apalah daya, Devin saat ini memperhatikannya, adiknya itu sudah bersekongkol dengan Rapa untuk mengawasi dirinya mengabaikan Dava, dan Dania tidak sama sekali di perbolehkan menemui bahkan hanya sekedar berkirim pesan dengan pria yang sudah melontarkan ucapan akan melamarnya. Bukan hanya itu saja, Dania pun di larang untuk mengatakan kebenaran mengenai statusnya yang saat ini tengah di galaukan oleh Dava.

Mereka benar-benar mempersulit Dava juga dirinya, tapi Dania tentu tidak bisa membohongi diri, bahwa dirinya pun ingin mengetahui sampai mana Dava menginginkannya, juga mengenai keseriusan pria itu dalam meminangnya. Rapa bilang, agar membiarkan Dava berjuang terlebih dulu, membiarkan laki-laki itu memastikan terlebih dulu perasaannya, sebelum membiarkan laki-laki itu memilikinya.

Dania menyetujui itu, karena itu pun dirinya jadikan untuk mengetahui hatinya sendiri, perasaannya dan juga keinginannya untuk memiliki pria itu. Dan sejauh ini, Dania merasa, bahwa dirinya merindukan pria itu walau mereka tidak bertemu selama dua hari. Padahal awalnya pun mereka tak saling mengenal, bertemu pun baru beberapa mali, tapi entah kenapa setelah laki-laki itu menyatakan akan melamarnya, Dania jadi berharap lebih, ia menantikannya. Dania tidak habis pikir mengenai hatinya yang bisa semurahan itu, hanya gara-gara ucapan laki-laki yang baru saja di kenalnya.

“Kak, makan yuk, Devin lapar.” Devin yang baru saja mematikan laptopnya melangkah ke arah sang kakak, lalu merebut ponsel di tangan perempuan itu yang sejak tadi berbunyi, mematikan dan memasukannya ke dalam saku celana tanpa mempedulikan lirikkan protes kakak pertamanya itu.

“Kamu sendiri aja, kakak gak lapar.” Jawab Dania kembali mengalihkan tatapan pada layar laptop di depannya. Kembali berkutat dengan pekerjaannya yang sejak tadi terabaikan.

“Kakak temani Devin, tahu sendiri kalau Devin gak suka makan sendiri,” rajuknya berusaha membuat sang kakak kasihan dan bersedia menemaninya.

“Makanya punya pacar jangan di biarin pergi jauh. Tuh contoh Devina, pacarnya selalu nemenin dia ke mana pun.” Cibir Dania tanpa sedikit pun mengalihkan tatapan dari layar di depannya.

“Itu mah karena cowoknya aja yang bucin. Sedikit aja Devina ilang langsung di cariin.”  Devin mencebikan bibirnya.

“Bagus dong, itu artinya Devina di cintai. Pacar kamu aja yang gak beruntung dapat laki-laki seperti kamu.”

Devin mendengus pelan mendengar cibiran kakak tersayangnya itu, dan memilih untuk mengalihkan percakapan, memaksa sang kakak untuk mau menemaninya makan mengingat perutnya yang lapar, di tambah dengan melanjutkan misinya dengan Rapa, saingan cinta Devin sejak dulu untuk mencari perhatian Queen. Namun untuk kali ini keduanya harus akur demi membantu Dania mendapatkan laki-laki yang memang benar-benar pas.

***

Tbc ...

Welcome My HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang