Happy Reading!!
***
"Dav,” panggil Dania ragu.
Satu minggu memikirkan cara menghadiri pernikahan sahabatnya di Singapura sana, Dania bukan main dilanda kegalauan, apalagi saat beberapa hari lalu sahabatnya itu meminta langsung dirinya untuk datang. Dania bingung, di satu sisi ia rindu pada Ingrit dan sahabatnya yang lain, tapi di sisi yang lain ia pun memikirkan ketakutannya.
Kecelakaan itu memang bukan menimpa dirinya, tapi bayangan akan kecelakaan terjadi pada calon suaminya saat itu membuat Dania selalu di landa kegelisahan, pusing dan juga takut yang berlebihan, hingga membuat tubuhnya selalu bergetar begitu mendengar nama kendaraan terbang itu.
“Kenapa?” sahut Dava menoleh sekilas, sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.
“Ka--” Dania kembali mengatupkan bibirnya, ragu untuk berbicara. Sementara Dava sudah penasaran menunggu apa yang akan di katakan sang tunangan.
Satu minggu, Dava cukup menyadari bagaimana pendiamnya perempuan itu, tapi karena kesibukan mereka berdua yang menyita waktu, membuatnya urung untuk bertanya, padahal Dava sudah benar-benar di landa penasaran akut mengenai masa lalu Dania.
“Kita mampir makan dulu, gimana?” Dava sekilas menoleh meminta persetujuan, yang tak berapa lama di jawab lewat anggukan kecil dari Dania.
Setelahnya Dava membelokkan mobilnya di sebuah restoran tak jauh dari sana.
Hingga duduk di meja restoran dan makanan yang mereka pesan tersaji di meja, obrolan belum juga terjalin di antara keduanya. Dania terlalu bingung dari mana ia harus memulai, sementara Dava menunggu sang tunangan mengeluarkan suara. Sampai pada akhirnya makanan habis di santap tapi belum juga ada yang bersuara, hingga kemudian, Dava berdeham kecil, mengalihkan Dania yang semula menunduk.
“Kamu kenapa jadi pendiam?” tanya Dava memulai.
“Aku bingung,” cicit Dania pelan. Dava mengernyitkan kening tak paham, karena bagaimanapun ia belum tahu jelas mengenai kebingungan apa yang mendera calon istrinya.
“Boleh aku tahu apa yang membuat kamu bingung?” tanya Dava hati-hati, meskipun sebenarnya Dava sudah berhak mengetahui apa yang tengah menimpa Dania, tapi Dava tidak ingin memaksa jika memang tunangannya itu belum siap bercerita. Dava tidak ingin Dania terluka kerena keingintahuannya.
“Aku pengen datang ke pernikahan Ingrit,” tatapan yang Dania berikan sulit Dava pahami.
“Ya udah datang aja, nanti aku temani kalau memang kamu mau.” Baginya itu bukan sesuatu yang sulit, meskipun pekerjaannya tidak sedikit, Dava akan meluangkan waktu untuk menami calon istrinya, lagi pula ia juga ingin kenal dengan teman-teman Dania, seperti perempuan itu mengenal sahabatnya.
“Bu- bukan itu masalahnya,” Dania menatap Dava dengan raut yang sendu, bingung dan juga tak yakin.
“Lalu?”
“Aku takut naik pesawat,” jujur Dania pada akhirnya, berhasil membuat Dava tersedak minumannya sendiri.
Dava menatap tidak prcaya pada perempuan di depannya. Setahunya, Dania besar di Singapura, lalu bagaimana bisa perempuan itu takut naik pesawat? Namun melihat tubuh Dania yang bergetar seperti orang ketakutan, mengurungkan niat Dava untuk bertanya. Memilih menghampiri dan memberikan pelukan untuk menenangkan perempuan itu.
“Kita pulang aja, ya?” ajak Dava begitu di rasa sang kekasih sudah lebih tenang dari sebelumnya.
“Ke taman dulu boleh?” Dania mendongak menatap sang tunangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome My Happiness
قصص عامةKesedihan seolah sudah menjadi teman setia Dania sejak calon suaminya pergi tanpa pesan, bukan pergi karena sebuah penghianatan, melainkan kecelakaan yang tidak pernah terbayangkan akan merenggut nyawa orang tersayang. Kejadian itu merenggut kebahag...