Chapter 19

1.2K 135 29
                                    

Happy Reading !!!

***

Dava mengernyitkan kening begitu tiba di pekarangan rumah calon istrinya dan mendapati mobil yang begitu dirinya kenali.

Tidak ingin hanya menebak-nebak, Dava langsung keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah yang semalam menjadi tempat peresmian antara hubungannya dengan Dania.

Niat awal menekan bel, terpaksa urung saat di lihatnya sahabat-sahabatnya berada di dalam. Kening Dava mengernyit, bertanya-tanya mengenai apa yang mereka lakukan di rumah calon mertuanya sepagi ini.

Hendak melanjutkan niat menekan bel karena merasa tak sopan jika langsung masuk, Dava mengurungkan niatnya kembali saat si cantik yang menjadi tujuan kedatangannya menampakan diri.

"Selama pagi, sayang." Sapa Dava dengan senyum terukir lebar.

Dania yang masih berdiri di tempatnya merona mendengar sapaan tunangannya. Bagaimanapun juga panggilan itu masih terasa asing, meskipun Dania menyukainya.

Bugh.

"Sialan lo tunangan gak bilang-bilang."

Bugh.

"Teman bukan lo, Nyet?!"

Bugh.

"Hal sepenting ini lo gak ngasih tahu. Bilangnya di jodohin sama cewek Filipina, tahunya lo tetap tunangan sama Dania. Sialan!"

Bugh.

"Sakit bego!" protes Dava, segera menghindar saat berhasil membaca gerak gerik Daniel yang akan melakukan penyerangan yang sama seperti yang di lakukan Chiko, Akbar dan Nino. Bahkan temannya yang bergingsul itu memberi tendangan paling keras, seolah memiliki dendam.

Dava memegangi perutnya yang cukup nyeri, lalu menatap satu per satu sahabatnya itu dengan tajam. Ia tidak menyangka kedatangannya pagi ini akan di sambut tak ramah, meskipun itu tidak dilakukan oleh si tuan rumah. Tapi tetap saja, Dava merasa begitu sial pagi ini. Lagi pula sejak kapan keempatnya itu bangun? Dava tidak mungkin salah lihat bahwa beberapa detik lalu dirinya masih menyaksikan sahabat-sahabatnya memejamkan mata di sofa.

"Katanya mau jemput jam delapan, ini masih jam tujuh loh, Dav?" Dania membuka suara, sekaligus melerai kelima laki-laki itu. Kemudian berjalan mendekat, dengan sorot khawatir pada Dava yang masih memegangi perutnya. Cukup ngilu hanya melihat tendangan yang di berikan mereka pada tunangannya.

"Aku udah keburu kangen abisnya," kedipan genit Dava layangkan pada sang tunangan, membuat rona merah itu kembali menghiasi pipi Dania. Sementara keempat laki-laki lain yang menyaksikan di sana berlaku seolah ingin muntah, kemudian melengos kembali duduk di sofa.

Dania yang semula ingin menanyakan keadaan laki-laki itu, urung melihat Dava yang sudah kembali baik-baik saja. Lagi pula ia masih merasa malu untuk mengutarakan kekhawatirannya langsung pada pria yang baru semalam menjadi tunangannya.

"Mereka ngapain datang ke sini pagi-pagi?" tanya Dava kembali mempertanyakan keberadaan sahabat-sahabatnya.

"Gara-gara foto yang lo kirim di grup semalam, Si Rapa maksa kita datang." Daniel menyahut dengan nada kesal. Sejenak Dava mencerna, sebelum kemudian terbahak.

"Siapa suruh permainin gue." Ujar Dava di tengah tawanya. "Sekarang dimana tuh bocah?" melemparkan pandangan kesekeliling, Dava tak juga menemukan sosok yang di carinya, ia ingin tertawa puas di depan wajah Rapa yang berani mempermainkannya di awal, meskipun pada akhirnya tetap dirinya yang menang. Tapi rasa kesal itu masih Dava miliki, dan menghajar Rapa adalah keinginannya saat ini.

Welcome My HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang