Happy Reading!!
***
Sejak Ratu mengabarkan mengenai Dania di grup keluarga besar, satu per satu orang datang dengan kepanikan dan raut cemas yang tidak bisa di sembunyikan. Beruntungnya Dania sudah di pindahkan ke ruang perawatan VIP yang di pesan Levin sebelumnya, jadi amukan Devi tidak sampai mengganggu orang lain. Bukan hanya Devi yang murka, melainkan juga adiknya, yang tak lain Lyra juga anak-anaknya, Devin dan Devina.
Levin bisa apa? Membantah pun tidak bisa, karena sudah jelas keadaan Dania saat ini karena ulahnya. Jika dirinya tidak meminta putri pertamanya untuk terbang ke Singapura, dan memaksa Dania, kejadian ini tidak akan ada.
Jiwa anaknya tidak akan kembali terguncang, dan kemarahan istrinya tidak akan Levin dapatkan, juga kesedihan orang-orang tercintanya tidak akan dirinya lihat.
Kata maaf terus Levin gumamkan di samping putri tercintanya yang tidak juga ingin bangun sejak dua jam yang lalu. Levin sedih, ia menyesal karena sudah menjadi penyebab anaknya kembali jatuh pingsan, setelah beberapa bulan belakangan ini keadaan sang putri sudah lebih membaik. Ketakutan itu kembali Devin rasakan, ia tidak akan sanggup jika anaknya kembali pada masa dimana Dania menjadi mayat hidup yang hanya menghabiskan waktu di dalam kamar dengan air mata yang selalu menemani wanita itu.
"Maafin Papa, Kak. Papa janji tidak akan pernah memaksa kamu lagi. Tolong maafin Papa." Kecupan demi kecupan Levin berikan di punggung tangan anaknya yang saat ini tengah ia genggam.
Perlahan mata Dania terbuka, dan menatap atap ruang rawatnya. Dania sudah dapat menebak dimana dirinya berada kini, suasana ini sudah tidak lagi asing baginya, apa lagi saat ingatan beberapa waktu lalu mampir di kepalanya.
"Mama ...." suara pertama yang Dania keluarkan adalah memanggil sang mama, ia butuh pelukan wanita itu.
"Kamu sudah bangun, Nak?" Levin mendongak saat mendengar suara lirih anaknya. senyumnya terukir dan kecupan Levin daratkan di kening putri pertamanya. "Maafin papa sayang. Maaf karena pa--"
"Mama,"
Kecewa itu Levin rasakan saat sang putri mengabaikannya, dirinya ingin terus menggumamkan kata maaf, tapi tepukan di pundak dan tatapan mata istrinya membuat Levin paham dan segera menyingkir dari hadapan anaknya, memberi ruang bagi Devi untuk menuruti keinginan anaknya.
Begitu sang mama sudah berada di hadapannya, Dania langsung berhambur dalam pelukan hangat itu dan menangis sejadi-jadinya.
Melupakan Mike memang tidak semudah itu ternyata, begitupun membuang ketakutannya. Walau bukan dirinya yang merasakan kecelakaan itu, namun mendengar seseorang yang begitu di cintai tewas dalam perjalanan saat akan menghampirinya jelas menjadi pukulan besar untuk Dania.
"Mama harap ini terakhir kalinya kamu menangisi dia, Mama tidak ingin kamu seperti ini lagi, Kak. Mama tidak sanggup jika harus mendapati kamu seperti dulu, Ma-Mama ...." Air mata Devin sudah tidak lagi bisa di bendung. Sebagai ibu, ia terluka mendapati anaknya seperti ini, cukup empat tahun ini, dan tidak untuk selanjutnya.
Tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Dania, perempuan itu hanya menangis dalam pelukan Devi, hingga beberapa lama kemudian hilang kesadarannya. Devi dengan hati-hati menjatuhkan kepala anaknya pada bantal, setelah itu memberikan kecupan singkat di kening dan pipi putri tercintanya itu.
"Anak kita baik-baik aja kan, Ma?" tanya Levin saat mendapati istrinya duduk di sofa, bersampingan dengannya.
"Dania gak apa-apa, dia hanya tidur."
Levin akhirnya mengangguk dan menjatuhkan diri di pelukan istrinya sambil terus mengucapkan kata maaf atas kesalahannya yang kembali membuat Dania terguncang. Levin benar-benar menyesal.
"Papa tidak sepenuhnya salah, hanya saja Dania belum sekuat itu untuk menghadapi traumanya. Ini hanya soal waktu, dan Mama berharap bahwa Papa bisa bersabar."
Levin mengangguk mengerti, setelahnya memejamkan mata untuk mendapat ketenangan dan mengistirahatkan tubuh juga pikirannya.
🍒🍒🍒
Dua hari ini Dania di rawat dan beruntung kondisinya sudah lebih baik, senyum sudah kembali terukir di bibirnya, membuat semua keluarga bernapas lega, karena tidak biasanya perempuan cantik itu membaik secepat ini.
Beberapa waktu lalu, satu minggu berada di rumah sakit tidaklah cukup, sementara untuk saat ini kemajuannya begitu cepat, dan Dania sudah di perbolehkan pulang.
Namun Levin adalah satu-satunya orang yang belum dapat mengukir senyum karena merasa bahwa kemarahan Dania masih tersimpan untuknya, dilihat dari bagaimana perempuan itu mengabaikannya, atau karena memang Levin tidak mampu mendekatkan diri pada putrinya itu?
Sejak berada di rumah sakit, Dania memang lebih banyak mengobrol dengan adik-adiknya juga sepupu-sepupunya, sementara Levin hanya duduk di sofa, menyaksikan senyum putrinya yang kembali. Tentu sebagai ayah dirinya bahagia, tapi hingga kini, Levin tidak tahu harus bagaimana mengutarakan penyesalan dan permintaan maafnya. Ia tidak ingin anaknya sampai membencinya, lebih tak ingin di abaikan oleh putrinya sendiri.
"Kak," panggil Levin begitu semua orang sudah membiarkan Dania istirahat di kamarnya. Berjalan menuju ranjang anaknya, Levin kemudian duduk di samping putrinya itu. Bagaimanapun dirinya harus mendapatkan maaf anaknya.
"Papa minta maaf untuk kejadian beberapa hari lalu, Pa--"
Menggelengkan kepala dengan cepat, Dania langsung berhambur memeluk sang papa. "Gak perlu minta maaf, Pa. Dania gak marah sama Papa, Dania hanya marah pada diri Dania sendiri yang tidak bisa menghilangkan ketakutan itu, Dania marah pada diri Dania yang belum bisa melupakan kecelakaan yang merenggang nyawa Mike, Dania hanya belum bisa sepenuhnya mengikhlaskan itu."
"Papa mengerti sayang, Papa mengerti. Tolong maafkan Papa yang sempat memaksa kamu, maaf." Sesal Levin, yang setelahnya mengeratkan pelukan pada sang putri. Dan menghujani puncak kepala Dania dengan kecupan.
"Sekarang kamu istirahat ya? Nanti papa bangunkan untuk makan malam." Dania mengangguk dan melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang sang papa, setelah itu membiarkan Levin pergi dengan kecupan di pipi sebagai perpisahan mereka.
"Sepertinya memang sudah saatnya aku melupakan semua tentang kita, Mike. Aku tahu kamu sudah bahagia di sana, dan aku pun sepertinya memang harus mengejar kebahagiaanku di sini. Dunia kita sudah berbeda, begitu pun dengan tujuan kita. Kamu pun tidak akan bahagia melihatku berada dalam kondisi seperti ini terus. Maka, aku akan mengikhlaskan kamu, aku akan menjalani hidupku dengan lebih baik setelah ini. Mike, semoga kelak kita akan kembali di pertemukan di kehidupan selanjutnya."
Dania mengembangkan senyumnya ke arah bingkai yang menampilkan sosoknya dan Mike yang saat itu berada di taman hiburan di Singapura. "Aku akan menata kembali hidupku menjadi lebih baik, Mike, dan aku pastikan aku akan berbahagia. Sama seperti kamu di akhirat sana." Dania semakin melebarkan senyumnya, begitu manis dan mungkin akan membuat siapa saja terpesona. Sayang, saat ini tidak ada yang melihat itu.
"Welcome my happiness, aku akan mengejarmu mulai saat ini."
***
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome My Happiness
Fiksi UmumKesedihan seolah sudah menjadi teman setia Dania sejak calon suaminya pergi tanpa pesan, bukan pergi karena sebuah penghianatan, melainkan kecelakaan yang tidak pernah terbayangkan akan merenggut nyawa orang tersayang. Kejadian itu merenggut kebahag...