Chapter 12

1.1K 126 6
                                    

Happy Reading!!!

***

Dava baru saja hendak melangkah masuk ke lobi kantor yang menjadi tempat Dania bekerja, namun pemandangan yang tertangkap indranya menghentikan kaki Dava untuk maju, hanya matanya yang bergerak mengikuti seseorang yang baru saja ingin di temuinya itu tengah berjalan bersama seorang laki-laki yang tidak dapat Dava kenali.

Dan sialnya mereka saling merangkul, dimana tangan si perempuan berada di pinggang laki-laki yang harus Dava akui cukup tampan, dan tangan laki-laki itu merangkul mesra pundak perempuan di sampingnya. Belum sampai di situ saja, laki-laki itu pun memberikan kecupan di kening Dania sebelum membukakan pintu mobil untuk perempuan itu. Membuat Dava meradang dan semakin penasaran pada status Dania yang sebenarnya.

Namun begitu tatapan mereka bertemu, Dava dapat melihat seringai di berikan oleh laki-laki itu yang beberapa saat menatapnya. Ia tidak tahu arti tatapannya, tapi Dava tidak sebodoh itu untuk di bohongi. Dirinya cukup mengenal Rapa, sahabatnya itu pasti akan melakukan apa pun untuk mempersulitnya, tapi Dava jelas lebih pintar dari kucing menyebalkan itu.

Meskipun dirinya tidak tahu siapa laki-laki yang bersama Dania saat ini, tapi Dava yakin bahwa ini semua sudah di susun untuknya, dan tanpa sulit mencari pun Dava sudah tahu siapa dalangnya. Namun sebagai sahabat yang baik, Dava tentu akan membantu rencana Rapa agar berjalan dengan lancar sesuai keinginan laki-laki itu.

Sudah cukup sahabatnya menutup kebenaran mengenai status Dania, ia tidak akan lagi pedulikan mengenai itu, karena kenyataan akan segera terungkap begitu dirinya datang dan melamar wanita yang sudah mencuri perhatiannya di pertemuan pertama.

Jika Rapa bisa bermain-main dengannya, itu berarti dirinya pun bisa. Saat Rapa dan laki-laki yang baru di temuinya itu tengah membodohinya untuk mempersulit dirinya mendapatkan Dania, maka Dava akan memudahkan tujuan mereka.

Mengulas senyum kecil, Dava kemudian masuk ke dalam mobilnya, sejenak menatap sekeliling untuk mencari seseorang yang mencurigakan, karena Dava yakin sahabatnya sejak berada di bangku SMA itu tidak akan mungkin untuk tidak mengirim seseorang untuk memata-matainya.

Tolong di ingat bahwa Dava tentu lebih cerdas dari Rapa. Mengapa begitu?Karena tidak akan mungkin ada yang mengetahui dirinya datang ke kantor Dania jika tidak ada yang melaporkannya. Apa lagi saat laki-laki yang bersama Dania tadi bisa menyempatkan diri menoleh padanya.

Memangnya seketara itu wajah Dava yang ingin menemui Dania? Please jangan bodoh, orang di parkiran tadi ada beberapa, bukan hanya Dava seorang. Jadi, sudah dapat di tebak bukan?

Ah, untunglah Dava amat pintar, jika tidak, mungkin dirinya akan semakin galau karena di permainkan Rapa dan seseorang yang tidak di kenalnya itu.

🍒🍒🍒

Dania mengernyitkan keningnya saat bayangan Dava terlihat begitu mobil yang di kendarai Devin keluar dari parkiran. Setelah sosok itu tak terlihat lagi karena mobil sudah berbelok masuk ke jalan raya, Dania kemudian menoleh pada adik tercintanya itu.

“Kamu sengaja rangkul-rangkul kakak, cium-cium kakak karena tahu ada Dava di parkiran?” tanya Dania pada adiknya itu. Dan satu anggukan yang di berikan Devin cukup membuat Dania menggeram kesal. “Jangan-jangan kamu sudah tahu lebih awal kalau Dava datang?” tebak Dania yang lagi-lagi mendapat anggukan dari adiknya itu.

Pletak.

Satu pukulan Dania layangkan di pelipis Devin yang tengah menyetir. “Kamu sama Bang Rapa benar-benar mengirim orang untuk mengikuti dia?” Dania menggelengkan kepala tak habis pikir.

“Memangnya kenapa?” tanya polos Devin, menoleh sekilas pada kakak cantiknya itu, sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya. “Jangan bilang kalau Kak Dan beneran udah suka sama cowok itu?” Devin kembali menoleh dengan memicingkan matanya menatap sang kakak, dan itu sukses saja membuat Dania gelagapan. “Gak perlu di jawab, Devin udah tahu kok.” Lanjutnya kembali menegakkan tubuhnya dan fokus mengemudi

“Jangan sok tahu,” delik Dania menatap lurus pada jalanan.

“Devin bukan sok tahu, tapi memang tahu. Cukup lihat dari gelagat Kak Dan aja, siapa pun akan tahu, bahwa Kakak suka dia. Itu lah alasan kenapa kakak gak rela Devin sama Bang Rapa mempersulit cowok itu.” Senyum menyebalkan Devin layangkan, diiringi dengan tusukan-tusukan kecil telunjuknya di pipi sang kakak yang terlihat sedikit memerah, semakin membuktikan bahwa apa yang di ucapkannya memang benar.

Devin bisa memaklumi itu, karena bagaimanapun ini adalah kali pertamanya sang kakak kembali berinteraksi dan menyukai seseorang setelah empat tahun di habiskan dengan kesedihan yang di akibatkan oleh rasa kehilangan.

Dania yang sejak dulu selalu menjadi ratu yang begitu di perhatikan dan di manja oleh sang kekasih tentu begitu merindukan momen itu. Dan kehadiran Dava sepertinya memang tidak bisa kakaknya itu abaikan. Devin bisa apa jika kakak tertuanya bahagia dengan pertemuannya dengan laki-laki yang menjadi sahabat baik dari abangnya itu?

Namun untuk saat ini Devin hanya ingin tahu sampai batas mana keseriusan calon kakak iparnya mengenai ucapan pria itu, yang Devin dengar dari Rapa tempo hari. Devin tidak ingin sampai kakaknya masuk ke dalam pelukan orang yang salah, dan lebih tidak ingin menyaksikan kakak tertuanya yang baru bangkit dari kesedihan itu di sakiti oleh laki-laki tidak bertanggung jawab yang hanya bermodalkan janji manis.

Devin tidak ingin kejadian pada kembarannya dulu di alami pula oleh kakak tertuanya yang memiliki jiwa lembut dan lemah.

Memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah rumah makan sunda, Devin keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk kakaknya itu yang sejak tadi sepertinya enggan menatapnya, mungkin karena malu atau pun kesal. Tapi Devin tidak merasa membuat kakaknya kesal, jadi kemungkinan pertama adalah jawaban yang tepat.

“Kak Dan mau makan apa?” tanya Devin begitu duduk lesehan di rumah makan tersebut.

“Kakak masih kenyang, kamu aja yang makan.” Jawab Dania dengan keadaan yang sesungguhnya, Dania memang masih merasakan kenyang meskipun hanya memakan camilan di tengah-tengah aktivitas kerjanya.

“Disini makanannya enak-enak loh? Kak Dan harus coba.” Devin memberikan buku menu pada Dania yang sibuk meneliti setiap sudut bangunan yang di datanginya saat ini.

“Kalau gitu kamu aja yang pilih,” putus Dania pada akhirnya. Dan itu membuat Devin mengembangkan senyumnya.

Menunggu adiknya memilah berbagai menu yang akan mereka nikmati, Dania memilih mengambil ponselnya dari dalam tas dan berharap akan ada pesan yang masuk dari Dava, namun sayang harapan tetaplah harapan yang tidak selamanya menjadi kenyataan. Dania harus kecewa karena nyatanya tidak ada satu pun pesan yang masuk, tidak pula dengan telepon yang kali saja tidak terjawab olehnya.

Ponsel yang sebelumnya memang Devin sita sudah kembali Dania dapatkan dengan syarat tidak mengangkat atau pun membalas pesan Dava, tapi mengetahui bahwa laki-laki itu memang tidak ada menghubunginya membuat Dania mendesah kecewa. Padahal dirinya mengharapkan setidaknya ada satu pesan yang masuk, di sana Dania akan diam-diam membalas pesan itu dan mengatakan yang sebenarnya.

Namun sepertinya apa yang laki-laki itu lihat di parkiran tadi membuat Dava mungkin saja menyerah akan dirinya. Lalu harus apa Dania setelah ini? Bahagiakah? Atau justru bersedih? Entah lah, karena yang pasti ada sudut hatinya yang terasa kosong juga sepi.

Apa boleh aku berharap bahwa kamu tidak akan menyerah? Bolehkan aku berharap kamu tidak mempercayai apa yang kamu lihat? Jika memang perasaan itu memang nyata, tolong percayai hatimu. Aku menunggumu, walau tidak tahu apa alasan aku melakukan itu.”

***
Tbc ...

Welcome My HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang