Happy Reading!!
***
Sekembalinya dari Resto Samudra yang menjadi tempatnya bertemu dengan Dava, senyum Dania tidak juga hilang entah karena alasan apa. Rindu yang melihat binar bahagia yang tak biasa di wajah atasannya itu pun merasa heran juga penasaran, tapi terlalu segan untuk bertanya, karena Rindu merasa bahwa dirinya belum sedekat itu dengan Dania yang sudah menjadi atasannya selama tiga tahun ini.
Setelah menyapa sekretarisnya, Dania masuk ke dalam ruangannya, menjatuhkan diri di kursi kerjanya dengan senyum yang kembali mengembang mengingat bagaimana pertemuannya dengan Dava. Pertemuan kedua yang rasanya seperti mereka sudah begitu mengenal dekat, Dania tidak menyangka bahwa mengobrol dengan pria itu akan senyaman ini.
Memang, setelah membicarakan mengenai kerja sama, mereka tidak langsung memutuskan untuk pulang. Pertemuan itu di lanjutkan dengan saling mengobrol, walau tidak jauh dari urusan pekerjaan, tapi bedanya obrolan itu sampai merambat mengenai hobi dan berakhir dengan bertukar nomor ponsel.
Pertemuan yang seharusnya berakhir dalam satu atau dua jam, malah merambat hingga empat jam. Namun entah kenapa waktu selama itu, yang hanya di habisnya dengan duduk-duduk ngobrol di restoran sambil menikmati kopi, terasa begitu singkat. Dan jujur saja Dania merasa belum puas.
Empat tahun dalam kesedihan, tanpa berinteraksi dengan orang-orang di sekitar, apa lagi mengobrol santai dengan seorang pria, membuat Dania seperti terlahir kembali begitu mengenal sosok Dava.
“Kak Dania kenapa senyum-senyum sendiri?”
Dania menoleh ke sumber suara yang mengejutkannya, dan mendapati adik lelakinya melangkah mendekat.”Kalau datang itu ketuk pintu dulu coba!” delik Dania begitu Devin duduk di sofa ruangannya.
“Devin udah ketuk beberapa kali, tapi kakak gak nyaut juga. Jadi, ya udah Devin masuk aja, takut kakak kenapa-kenapa, eh tahunya malah lagi senyum-senyum. Kenapa sih?” Devin tak ingin menyembunyikan rasa penasarannya, empat tahun tidak melihat kakak pertamanya tersenyum lebar seperti ini, tentu saja menjadi tanda tanya besar di benak Devin yang selalu saja ingin tahu.
“Masa iya?” tanya Dania pada dirinya sendiri. Devin memutar bola matanya, lalu bangkit dari duduknya, mendekati sang kakak yang hanya diam dengan kening mengerut, entah apa yang tengah wanita itu pikirkan.
“Kakak gak ada pekerjaan lagi ‘kan? Pulang yuk!”
“Jadi kamu datang ke sini cuma untuk ngajakin kakak pulang?” Dania menatap adiknya dengan mata memicing, dan satu anggukan dari adik lelakinya itu sukses mengeluarkan dengusan kecil Dania. Namun tak urung perempuan itu membereskan meja kerjanya, mengambil beberapa file yang akan dirinya kerjakan di rumah untuk mengisi waktu kosong.
Menggandeng tangan sang adik, Dania keluar dari ruang kerjanya, lalu berpamitan pada sekretarisnya untuk pulang lebih dulu.
“Devina mana? Biasanya kalian selalu tidak terpisahkan?” tanya Dania begitu masuk ke dalam lift yang hanya di isi oleh mereka berdua.
“Biasalah, adik Kak Dan yang satu itu mah kencan mulu,” dengusan kesal terdengar begitu laki-laki itu menyelesaikan ucapannya.
“Emang dia punya pacar?” tanya heran Dania.
Devin yang mendengar itu menghentikan langkahnya, menatap kakak pertamanya tak percaya. “Kak Dan apa segalau itu sampai tidak menyadari sekeliling Kakak? Tidak memedulikan sekeliling kakak termasuk adik sendiri? Bahkan setahu Devin, Kakak juga bukan hanya sekali dua kali lihat pacar Devina. Sempat kenalan juga waktu itu.”
Mendengar ucapan Devin, membuat Dania meringis, merasa bersalah. Tidak menyangka bahwa dirinya bisa seabai itu mengenai keluarganya sendiri, tidakkah adik-adiknya kecewa?
“Maaf,” cicit Dania menundukan kepalanya.
Sadar akan rasa bersalah yang di alami Dania, dengan cepat Devin kembali merangkul kakak cantiknya itu dan melanjutkan langkah mereka menuju parkiran.
“Gak apa-apa, Kak, kami semua paham. Lagi pula ini belum terlambat, masih banyak waktu untuk memperbaikinya, dan Devin harap bahwa mulai saat ini Kakak akan menjadi Kakaknya Devin juga Devina yang seperti dulu, peduli dan menyayangi kita.” Senyum manis terukir di bibir Devin, di akhiri dengan kecupan di pipi kakak cantiknya itu.
“Kakak pasti akan memperbaikinya!” Dania berujar dengan yakin. “Terima kasih karena tidak membenci Kakak.” Tambah Dania yang kemudian memeluk sayang adik lelakinya, yang pertumbuhannya tidak ia sadari.
🍒🍒🍒
Di hari libur seperti ini, Dania tidak jauh-jauh dari kertas-kertas berharganya. File yang kemarin dirinya ambil dari kantor selalu menjadi teman setianya menghabiskan waktu libur di tiga tahun belakangan, tapi untuk kali ini apa yang dilakukannya terasa membosankan. Sepertinya ia memang harus segera mencari kekasih agar tidak selalu berkutat dengan kertas-kertas itu. Setelah memutuskan untuk menyudahi kesedihannya, Dania memang cukup merasa bosan berada terus di rumah, apa lagi di hari libur seperti ini.
Ia ingin keluar, menjelajahi kota dan berburu makanan-makanan enak, tapi sepertinya itu tidak mengasyikan jika di lakukan seorang diri. Dania butuh teman, tapi sayang, dirinya tidak memiliki itu di negara kelahirannya. Teman-temannya berada di Singapura, dan tidak memungkinkan untuk Dania meminta mereka datang hanya untuk menemaninya.
Ratu dan Queen memang ada, tapi kedua perempuan cantik itu sudah memiliki keluarga masing-masing, tidak memungkinkan untuk Dania mengajak kedua sepupunya itu. Namun bukankah jika dirinya datang ke rumah salah satu dari mereka, itu mungkin tidak masalah?
Menjentikan jarinya, Dania lalu bangkit dari duduknya, meninggalkan berkas-berkas yang sedang di kerjakannya begitu saja. Sementara dirinya meraih handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak membutuhkan waktu lama, karena satu jam kemudian wanita cantik itu sudah siap dengan rok mini denim skirt yang di padukan dengan t-shirt hitam yang sedikit kebesaran, tidak lupa juga strappy flat putih yang mempercantik kaki jenjangnya. Rambut panjangnya Dania cepol asal, tak lupa memoleskan lipbalm untuk menjaga kelembapan bibirnya. Merasa sempurna dengan tampilannya, Dania kemudian meraih sling bag-nya dan keluar dari kamar.
“Kamu mau ke mana, Kak?” Devi yang melihat anak pertamanya menuruni anak tangga tidak menyimpan rasa herannya. Tidak biasanya melihat anak perempuan paling besarnya itu tampil cantik di hari libur seperti ini.
“Mau ke rumah Ratu, Dania bosan di rumah.”
Mendengar itu membuat Devi sebagai orang tua melebarkan senyumnya, senang karena akhirnya putrinya mau juga keluar dari rumah selain ke kantor. Bukan karena Devi ingin anaknya pergi, tapi mengingat bagaimana putrinya itu selama empat tahun ini, jelas saja menjadi kekhawatirannya sendiri. Dan begitu anaknya berinisiatif untuk keluar, membuat Devi bahagia. Itu artinya, anaknya memang benar-benar kembali pada Dania yang dulu, ceria dan senang jalan-jalan. Itu lebih baik, dari pada terus mengurung diri, menangis dan melamun di dalam kamar.
“Pergilah, Nak!” Devi memberikan senyum lembutnya. “Bersenang-senanglah.” Tambah Devi yang kemudian memeluk putri pertamanya itu, sebelum membiarkan Dania pergi.
“Ma,” langkah Dania terhenti, dan kembali menoleh ke arah Devi yang masih berdiri di tempat yang sama.
“Kenapa?” tanya Devi mengerutkan keningnya.
Cengengesan, Dania menggaruk tengkuknya yang tidak sama sekali gatal. “Kakak gak tahu alamat rumah Atu dimana.”
“Astaga, Dania!” pekik Devi tak percaya, walau sebenarnya ia tahu bahwa itu wajar, karena bagaimanapun Dania tidak pernah pergi kemanapun setelah kejadian beberapa tahun lalu.
***
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome My Happiness
General FictionKesedihan seolah sudah menjadi teman setia Dania sejak calon suaminya pergi tanpa pesan, bukan pergi karena sebuah penghianatan, melainkan kecelakaan yang tidak pernah terbayangkan akan merenggut nyawa orang tersayang. Kejadian itu merenggut kebahag...