Happy Reading !!!
***
Hari pertama menjadi seorang istri, Dania yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah termasuk memasak, cukup kebingungan di tengah-tengah dapur yang lengkap dengan perabotan. Ia ingin membuat sarapan untuk suami tercinta, tapi apa yang harus dirinya buat? Jangankan di biarkan sendiri, bersama sang mama saja sudah membuat kacau.
Isak tangis mulai keluar begitu setengah jam Dania lewati tanpa pergerakan. Ia merasa menjadi istri yang tidak berguna di hari pertama pernikahannya.
“Kamu kenapa, Yang?” Dava yang baru saja turun dari kamarnya, terkejut saat mendapati istrinya berjongkok di tengah dapur sambil menangis. Dan begitu Dava membawanya ke dalam pelukan, tangis Dania bukannya berhenti, malah semakin menjadi, membuat Dava semakin heran dan tentu saja cemas.
“Kamu kenapa? Kenapa nangis gini?” ulang Dava bertanya, namun yang di dapat bukannya jawaban, tapi malah gumaman maaf yang terus berulang. Hingga Dava tersadar akan kejadian semalam, dan mengira bahwa mungkin kejadian itu lah yang membuat istrinya menangis dan merasa bersalah. “Kamu gak perlu nangis, aku gak marah soal semalam, Yang, itu wajar, kok. Aku bisa nunggu sampai tamu bulanan kamu berakhir.”
Dania menggeleng di tengah isak tangisnya. Namun tangisnya malah semakin keras terdengar, satu hal lagi yang membuat Dania bersalah. Semalam, ia tidak bisa memberikan haknya sebagai istri. Bukan karena tidak ingin, tapi di saat Dava ingin memulai malam panas, sesuatu terjadi hingga membuat aktivitas mereka terhenti karena keadaan Dania yang tidak memungkinkan untuk menunaikan kewajibannya.
Tamu yang tak di sangka akan hadir, malah datang tanpa permisi dan mengacaukan aktivitas mereka. Untung saja saat itu, Dava belum berhasil melepas pakaian Dania, karena Dania lebih dulu sadar ada yang tidak beres dengan dirinya, dan tanpa mengatakan apa pun Dania berlari begitu saja ke kamar mandi untuk mengecek. Meninggalkan Dava seorang diri dengan kebingungannya.
“Yang, kamu kenapa?” tanya Dava dari depan pintu kamar mandi.
“Aku gak apa-apa, Dav,” balas Dania yang kebingungan di dalam kamar mandi karena tidak menyangka bahwa tamu bulanannya akan datang secepat ini, di tambah dengan tidak adanya persediaan pembalut. Dania benar-benar di landa kebingungan, sampai tidak sadar berapa lama dirinya di dalam hingga sebuah gedoran pintu terdengar dengan suara panik Dava.
Tidak memiliki pilihan selain meminta tolong suaminya, Dania pada akhirnya membuka pintu dengan raut wajah yang benar-benar malu dan juga ringisan bersalah.
“Kamu kenapa?” kembali Dava melayangkan tanya, dengan wajah cemas yang amat ketara dan gairah yang masih tersimpan.
“Aku baik-baik aja. Dav … bo—boleh aku minta tolong?” cicit Dania tak enak hati. Tangannya meremas ujung piyama yang di kenakannya, dan kepalanya ia tundukan, enggan melihat Dava yang sudah dirinya kecewakan. Meskipun sejujurnya bukan ini yang dirinya inginkan. Bagaimanapun ini malam pertama pernikahannya, tapi ia sudah begitu merepotkan sang suami.
“Minta tolong ap--”
“Beliin aku pembalut,” ucap Dania dengan suara amat pelan yang terkesan berbisik.
“Be—beli apa, Yang? Pem—pembalut?” Dava bertanya untuk meyakinkan pendengarannya tidak benar-benar salah. Namun satu anggukan yang di berikan istrinya sukses membuat Dava menelan saliva yang terasa keras di tenggorokan, dan hasrat yang semula menggebu, secepat kilat seolah dihempaskan dari ketinggian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome My Happiness
Fiction généraleKesedihan seolah sudah menjadi teman setia Dania sejak calon suaminya pergi tanpa pesan, bukan pergi karena sebuah penghianatan, melainkan kecelakaan yang tidak pernah terbayangkan akan merenggut nyawa orang tersayang. Kejadian itu merenggut kebahag...