(ಥ_ಥ)
Bumi duduk di lantai, ia melakukan hal yang sama seperti saat pertama kali bertemu dengan Adam. Ia duduk menyenderkan dirinya ke tembok, dengan kepalanya yang menengadah menatap langit-langit rumah sakit. Ia sendirian di lorong itu, ia duduk di depan kamar rawat sang adik. Ia tidak berani masuk, ia takut.
Di sana Adam sedang terbaring lemas di atas brankar rumah sakit, di sampingnya ada sang Bunda, Andin, yang setia menemaninya. Dengan masker oksigen yang menempel di wajah tampannya itu, Adam belum sama sekali membuka matanya sedari tadi ia pingsan saat sampai di rumah sakit. Ia benar-benar hampir kehilangan nyawanya jika kakaknya itu tidak memberi tahu Bundanya. Ia sangat berterima kasih pada Bumi.
Tidak. Bumi bahkan tidak menangis, ia hanya diam mempertanyakan mengapa adiknya seperti itu dan dia tidak. Mereka kembar, tapi beda. Bumi terus bergelut dengan berbagai tanda tanya di dalam kepalanya, ia benar-benar bingung dengan semua ini. Anak itu bangkit dari duduknya, ia memberanikan diri untuk menengok adiknya yang bahkan saat ini belum membuka kedua Netra cantiknya. Bumi memegang kenop, lantas perlahan ia membuka pintu putih itu, dan menahan mencium bau obat yang sangat menyengat di indra penciumannya.
Bumi berjalan mendekat, ia hanya terdiam memandangi adiknya yang tidak berdaya di atas brankar itu. Lantas, ia berdiri di samping sang Bunda.
"Bun" panggil Bumi pelan
Andin menoleh pada anak sulungnya itu, lantas Andin tersenyum pada Bumi, "Makasih ya" ucapnya
Bumi diam, ia bingung. Sungguh. "Makasih buat apa, Bun?" tanya Bumi
"Udah selamatin Adam" ucap Andin lagi sembari tersenyum. Ia benar-benar tidak bisa berucap selain berterima kasih pada anak sulungnya itu, karena ia telah menyelamatkan kembarannya dari kematian.
"Adam sakit apa, Bun?" tanya Bumi sembari memandangi wajah adiknya yang pucat itu, hatinya benar-benar terkoyak melihat ini, entah ia ingin menangis tapi tidak bisa
Andin tidak menjawab, karena ia sudah berjanji dengan anak bungsunya untuk tidak mengatakan hal itu pada Bumi. Andin menatap nanar anak bungsunya. Ia benar-benar tidak tega melihat anak yang selama 15 tahun terpisah darinya menderita seperti ini. Ia benar-benar merasa seperti Ibu yang gagal.
Tak lama Adam membuka matanya pelan-pelan. Hal yang pertama ia tangkap adalah Bumi, yang sedang memandangi dirinya dengan tatapan sendu khas milik Bumi dan dirinya. Sama persis. Lantas ia menoleh pada Bundanya.
"Apa yang sakit, hmm?" tanya Andin sembari mengelus-elus pipi anaknya.
Adam menggeleng pelan. Lantas ia kembali menoleh pada sang kakak yang terus memandanginya. Ia benar-benar merasakan kenyamanan saat ini.
"Kak..." panggil Adam samar-samar, karena ia masih menggunakan masker oksigen yang membuat suaranya tidak terdengar jelas
Bumi berusaha tersenyum. Ia tidak ingin terlihat khawatir atau hal semacamnya, "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin [✔]
FanfictionSetiap rahasia akan terbongkar pada waktunya, dan setiap tanda tanya pasti akan ada jawabannya. © Kalejengga Mars, 26 Maret 2020 Cover by neomuchoaa 020420 #2 in Perasa 090420 #1 in Tanya 120420 #4 in Sick 180420 #2 in Batin 030520 #3 in Jahat 040...