Bianca mengerutkan kening, sebelum akhirnya tertawa. "Anjing g*y! Lo ingat meme yang nganu diri sendiri?"
"YAN! GUE SERIUS, B*NGS*T!" Brendon bersikeras. "Lo tau setelahnya dia bikin gue s*nge, makanya gue nyuruh lo kabur karena dia pengen makan lo!!! Pake badan gue!!! Bian, lo harus percaya sama gue!!!" Brendon menatap sekitaran. "Gu-gue gak ngerasain dia sekarang ... a-apa dia keknya udah keluar?" Ia memegang badannya sendiri, tak ada yang terasa asing, kemudian menatap jam di lantai yang sama sekali tak bergerak.
"Brendon, udah aktingnya! Ya Tuhan ...."
Brendon bergumam, "Itu robot, isinya cacing, ngerasukin gue, terus gue gak sadar dan tiba-tiba ...." Brendon menenggak saliva. "Gue di sini?" Ia menatap Bianca yang mengangkat sebelah alis dengan malas. "Gue ada ngapa-ngapain lo?!"
Bianca menghela napas. "Brendon, udah aktingnya, oke? Iya, lo ngapa-ngapain gue semalem."
Brendon menenggak saliva. "Lo hamil sekarang?!"
"Iya, gue hamil, puas lo?"
"Yan, serius!!!"
"Lo yang serius, sialan! Udah aktingnya gila!" Brendon mengerutkan kening, bingung, kemudian menatap jamnya lagi dan ia terperanjat.
Bianca mendengkus, memungut jamnya.
"Jangan dipegang, Setan!!! Itu robot isinya cacing entar lo dimasukin!!!" pekik Brendon panik.
"Apa, sih? Orang cuman jam doang astaga ...." Bianca menatap benda itu, tak sadar ada cahaya merah menyala sekejap sebelum akhirnya menghilang. Ia memperhatikan sekitaran. "Kalau lo gak mau make, gue aja ... eh ini ada bagian besinya yang kebuka, nih, pantesan kemarin tajem banget!"
Bianca tersenyum lebar, memakai jam tersebut, dan Brendon masih panik.
"Bian, lepasin, itu kudu dibuang!" Brendon mundur beberapa langkah sementara Bianca mengerutkan kening. "Buang!"
"Astaga, ini cuman jam, Brendon! Liat sini, nih! Udah aktingnya, Jancok!" Bianca mulai emosi, mendekati Brendon dan mendekatkan jam itu ke dirinya. "Nih, liat! Ultah gue udah selesei, udah dirayain, udah akting jadi psiko gegara kerasukan setan bertentakelnya, demi Tuhan ...."
"Gue akting rayain apa?" Brendon mulai kikuk, ia menatap jam itu. "Bian, gue punya firasat buruk ... lepasin, gak?!"
"Ish, apa, sih?!" Keduanya pun mulai bergulat.
Hingga akhirnya, Brendon berhasil melepaskan jam tersebut dari Bianca, sebelum akhirnya ia ke belakang rumah yang berupa danau. Ia langsung melemparkan benda itu sejauh mungkin.
"Hah?! Brendon, lo udah gila, ya?! Gak sayang duit apa?! Lo ini akting atau emang beneran gak waras, sih?!" Bianca menatap kesal sahabatnya itu.
"Udah, beres, itu bahaya buat kita, oke? Lo harus percaya sama gue!" Brendon meyakinkan sementara Bianca memutar bola matanya.
"Serah lo, dah, gila! Ya udah, siap-siap sana, entar kita telat sekolah. Gak bisa ngerjain tugas Pak Gerard lagi." Bianca menghela napas sebelum akhirnya masuk ke rumah, Brendon pun menyusulnya dengan perasaan lega.
Keduanya kini bersiap-siap, sarapan, menyiapkan mata pelajaran Bianca, sebelum akhirnya mereka menuju rumah Brendon untuk menyiapkan keperluan sekolah pemuda itu. Kini, keduanya pun menuju ke sekolah, seperti biasa ia memakirkan motornya ke parkiran sekolah dan kini berjalan menuju ke kelas.
"Ini real, kan? Gue masih diri gue, kan?" Bianca hanya menghela napas, setelahnya sahabatnya itu memegang diri sendiri dan kelihatan bahagia.
"Udah napa, dasar gila!"
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]
Romance18+ Brendon memeluk erat Bianca. "Brendon!" pekik Bianca, meronta, namun kekuatan Brendon terlalu kuat daripada dirinya. Pemuda itu diam, dan kini wajahnya masuk ke tengah-tengah area dada Bianca. Bianca memekik. "BRENDON GILA LO SANG*!" Bianca men...