Belum menyahut, sang ibunda langsung mematikan sambungan.
"Lho, buru-buru banget, sih, Mamah. Ada apa, deh?" tanya Brendon bingung.
"Lo perhatiin, gak, wajah Mamah lo? Dia kek khawatir gitu ...."
Brendon manggut-manggut. "Mamah keknya kemimpi kita kenapa-napa."
"Atau ...." Brendon menyahut dirinya lagi. "Ada masalah lain di sini."
Sementara itu, di sebuah laboratorium yang ada, terlihat seorang pria dan wanita dewasa, ibunda Brendon, duduk bersama di ruangan penuh barang-barang elektronik.
"Jadi ... sinyal yang ditangkap dari lama sudah turun ke bumi, dan dia ada ... di anak kamu?" tanya pria dewasa itu, wanita itu memijat kening seraya mengangguk. "Kita harus memberitahukannya ke atasan."
"Kamu gila? Aku tak rela putraku jadi bahan percobaan!" pekiknya kesal. "Lagipula, aku memperhatikan makhluk itu ... mungkin kita bisa melakukan hal lain, tentu saja tanpa anakku. Setelah pekerjaan ini di rasa beres ... aku akan langsung pulang. Kumohon rahasiakan ini, oke?"
"Tapi ... kita bisa saja dengan bantuan atasan, kan? Kita bernegosiasi dengan mereka untuk mengeluarkan itu terlebih dahulu—"
"Itu bukan pilihan bagus, karena kau harusnya tahu ... mereka tak akan melakukan itu dan melakukan percobaan pada keduanya ...." Dengan sendu, wanita itu menatap temannya yang ikut sadar maksudnya. "Aku akan membuat alien itu merasuki tubuhku dulu, dan kembali ke sini. Akan kubiarkan dia melakukan sesuatu padaku sekalipun nyawa taruhannya."
"Tidak, jangan begitu, tidak ...." Si pria menahannya. "Ajak aku pulang bersamamu, biar tubuhku saja!"
Mata ibunda Brendon membulat sempurna. "Apa kamu sudah gila?!"
"Kamu bilang alien itu ingin menyelesaikan rumusan masalahnya, bukan? Begini saja ... dia memakai tubuhku, kita menikah, dan setelahnya ... kita biarkan makhluk itu pergi. Kau sendiri pula yang bilang makhluk itu tak sejahat itu, bukan? Ia sesama makhluk hidup, aku sudah cukup sakit hati melihat kelakuan bejat atasan. Setelah menikah, kita akan dipecat, jadi semuanya aman ...."
"Bagaimana jika hipotesaku salah, Robert?!"
"Susan, aku tak peduli kita salah atau tidak ... setidaknya generasi muda kita terlindungi." Susan menatap sendu pria tua itu. "Bagaimana menurutmu?"
"Baiklah ... tapi kita harus menyelesaikan pekerjaan kita yang menumpuk dahulu."
Kembali lagi ke tempat Brendon beberapa waktu lalu, kedua remaja itu bingung akan ungkapan sang alien di sana.
"Ibumu seorang ilmuwan, bukan? Bidang apa, huh?"
"Mm ... sejenis NASA-NASA-an?" Brendon menggedikan bahu.
"Huh ... ibumu cerdas, kenapa anaknya sebodoh ini?" Brendon menatap sebal. "Sudahlah, lupakan saja ...."
"Woi! Cellulla! Nyokap gue kenapa?!" tanya Brendon kesal karena ungkapan yang digantung. "Cellulla alien songong!"
"Brendon, udah, keknya Mamah emang kemimpi kita kenapa-napa aja, kan biasanya begitu. Bentar lagi dia pasti pulang."
Brendon menghela napas. "Napa chat gue gak pernah dibaca, sih? Sukanya video call ...." Ia memutar bola matanya. "Ya udah, gue badmood, kita nyanyi hardcore aja!"
"Woi anjay!"
"When the feelin' is ended
There ain't no use pretendin'
Don't ya worry it's only love ...."Brendon bernyanyi dengan amukannya, membuat Bianca menutup telinga, dan akhirnya terhenti karena ia membungkam mulutnya sendiri. "Mmm mmm ...."
Bianca menertawakan itu.
Malam pun terlewati, keduanya yang kelihatan lelah masuk ke dalam kamar masing-masing, dan menidurkan diri di sana. Namun, Brendon yang tertidur, bermimpi aneh ....
Ia berada di kamar Bianca, melihat sesuatu masuk ke jendelanya dengan pisau di tangan, menghampiri gadis yang tertidur layaknya orang mati itu dan ....
"BIANCA!" Ia bangun dari tidurnya, memekik.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
![](https://img.wattpad.com/cover/220816128-288-k335201.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]
Romance18+ Brendon memeluk erat Bianca. "Brendon!" pekik Bianca, meronta, namun kekuatan Brendon terlalu kuat daripada dirinya. Pemuda itu diam, dan kini wajahnya masuk ke tengah-tengah area dada Bianca. Bianca memekik. "BRENDON GILA LO SANG*!" Bianca men...