Part 11

6.8K 411 7
                                    

Bianca menghela napas. "Lo sendiri? Gimana si Selena? Lo sama Louis PDKT-nya keknya hampir sama aja."

"Woi, gue beda, ya! Lo inget anak kelas sebelah nembak Selena dan Selena nolak karena dia dilarang pacaran sama ortunya? Nah ... mulai saat itu gue prinsip buat PDKT aja, pas udah tamat dan dia dilegalin ortunya, langsung gue ajak nikah!" kata Brendon, begitu bangga. "Lah? Si Louis?!"

"Bacot kamu, Mas! Dia keknya gitu gegara lo suka banget skinship sama gue! Syuh, jauh-jauh! Personal space!" Bianca mengusir pemuda itu.

"Lah, kok jadi nyalahin gue? Kan dia udah tau kita gak ada hubungan apa-apa?" Bianca memutar bola mata. "Intinya, doi lo itu pussy pengecut!" ejeknya, tertawa keras, dan Bianca memukuli pemuda itu gemas.

"Aduh! Aduh! Aduh! Santai, dong!" Brendon mengaduh, melindungi badannya.

Bianca mendengkus. "Makanya jangan asal jeblak! Diem! Lagian ... jodoh gak bakal ke mana, kali aja Louis langsung lamar pas tamat, kan?"

"Masuk akal, sih ...." Brendon manggut-manggut. "Tapi, gimana ternyata yang nikah karena jodoh, gue sama elo."

Bianca menatap Brendon yang balik menatapnya, sama-sama berwajah heran.

"OGAH!" kata keduanya bersamaan, kemudian menggedik jijik.

Selama beberapa saat kesal, Brendon kemudian angkat suara. "Lo mau liat cringe tikitokok video compilation, gak?"

"Hayuk!"

Lama menonton, guru pun masuk kelas, terus seperti itu dan kala istirahat pertama menonton lagi di kantin sambil makan siang. Setelahnya pun belajar dan belajar hingga akhirnya istirahat kedua.

"Eh, non—"

Brendon memegang perutnya, rasanya perutnya bergejolak, dan Bianca langsung menutup hidung. "Sana lo ke WC sebelum lu ledakin di sini!" pekiknya, mendorong sahabatnya tersebut.

Si pemuda buru-buru berdiri, menuju salah satu bilik toilet pria, dan menatap dirinya di depan cermin. Napasnya terengah ... dan ia bisa rasakan gejolak di perutnya bukan gejolak biasa.

Ada yang bergerak menggeliat-geliat di sana.

"Nggh ... nggh ...." Brendon bisa merasakan sesuatu naik ke kerongkongannya, membuatnya memegang bagian di leher yang keram dan sakit, sebelum akhirnya ia memuntahkan isi perutnya. Sebuah cairan keemasan yang begitu banyak ia muntahkan di westafel.

Di balik cermin, gundukan itu bergerak dari leher Brendon, terus naik ke atas dan menghilang. Tubuhnya mengejang sesaat, netra cokelatnya menghilang naik ke atas ....

Dari jendela toilet, melompat robot berkaki delapan dan mata merah cahayanya ke tangan Brendon, melingkar ke sana mengecil dan membentuk sebuah jam yang tadi dibuangnya.

"Pengisian tenaga selesai, pembuangan limbah selesai, status 10 jam hitungan mundur."

Netra cokelat Brendon kembali ke tempatnya, dan ia menatap cermin dengan santai. "Sial, penguasaan begitu terbatas. Apa ini bisa dikatakan misi tak bisa diteruskan?" tanyanya pada diri sendiri. "Yah ... kita belum melihat sepenuhnya persoalan manusia. Aku masih tertarik dengan dunia ini ...."

Dinyalakan air keran, membersihkan muntahannya, sebelum akhirnya mencuci wajah.

Brendon menatap wajahnya sendiri di cermin yang tersedia di sana. "Episode kedua, hanya sekadar sahabat."

Brendon kini menuju ke kelas, namun baru di pertengahan jalan ada Bianca bersama buku paket dan tulis di tangannya.

"Woi! Kita ampir kelupaan ngerjain tugas Pak Gerard! Mana ternyata banyak banget gila!" panik Bianca. "Ini gimana, nih, ngerjainnya?! Apa waktunya cukup?! Elo, sih, pake ngemim terus segala!"

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang