Part 5

9.4K 599 23
                                    

"Gak papa, Mah!" Keduanya tersenyum hampa.

"Dah, Sayang ...." Panggilan pun terputus.

"Dah, Mah ...." Brendon menghela napas lega sementara Bianca masih tersenyum.

"Yah ... seenggaknya kalau tahun ini mamah enggak ada pun, lewat vidcall begitu kebayar semuanya." Kemudian, Bianca menatap Brendon. "Brendon?"

"Ah, iya! Hehehe ...." Brendon tertawa dengan nada aneh.

Bianca menghela napas. "Gue tau, kok, lo selalu lupa ultah gue. Ultah lo sendiri aja kadang lupa." Brendon menggaruk belakang kepalanya, tertawa sumbang. "Mamah yang selalu rayain, sih. Hm ... entah gimana dalam waktu sesingkat ini seorang Brendon Hadinata bisa ngadain pesta, bikin kue aja dia gak bisa."

"Woh, jangan salah ... gue gercep!" Brendon tak mau kalah. "Gak kek mamah pesta kecil-kecilan keluarga, ya! Tahun ini ... bakalan meriah!"

"Meriah? Duit dari mana?" Brendon menenggak saliva.

"Kalau gak meriah, ya udah beda! Pokoknya beda!" Bianca mengangguk-angguk. "Lo gak percaya gue?!"

"Percaya aja, percaya aja." Bianca tersenyum remeh. "Ya udah, sih, gak usah dirayain gak masalah. Gue yang penting itu mamah ...."

"Enggak, gak bisa gitu! Gue bakal mikirin ini!" Brendon mulai fokus berpikir.

"Terserah lo, deh." Bianca mengeluarkan ponselnya, pun mulai memainkan itu. Sesekali ia tertawa dan hal tersebut dengan mudahnya mengalihkan perhatian Brendon ke ponsel Bianca.

Hingga akhirnya larut bersama kelucuan di aplikasi berwarna biru tua tersebut.

Dan waktu-waktu berikutnya pun, sampai mereka pulang sekolah, Brendon tak ingat akan hal tersebut dan Bianca sendiri tak berniat mengingatkannya. Pria itu mengantarkan si gadis ke rumahnya yang lumayan besar.

"Pas sore nanti gue telepon, jemput gue, ya!"

"Iya, iya!" Kemudian Brendon menuju ke rumahnya.

Ia tanpa babibu usai memasukkan motornya ke garasi, masuk ke rumah, dan membaringkan tubuh ke sofa. Brendon menyalakan televisi dan tampaklah adegan iklan es krim saat ulang tahun.

"Hah! Ultah Bianca!" pekiknya, terduduk lagi. "Anjing, gue lupa itu! Aw, aw, aw!" Brendon menjauhkan tangannya yang tadi memegang kepala karena rasa perih hadir di keningnya. Ia menatap jam tangan di tangan kanannya itu. "Anjir, keknya emang bener kata Bianca jam gue tajem ... ada kegores apaan, nih?"

Brendon melepaskan jam tangannya tersebut, dan ia terperanjat sambil melemparkannya ketika jamnya kini berubah menjadi seonggok ....

"Anjing! Laba-laba besi!" teriak Brendon, terlompat ke belakang dari sofanya. Ia mundur dan kini seonggok laba-laba besi dengan mata merah itu berdiri di atas kepala sofa. Brendon menatap kaget sebelum akhirnya ia memperhatikan lagi apa yang ada di hadapannya. "Transformer, yak? Robot?! Canggih?!"

Robot itu mengeluarkan cahaya birunya dan memindai tubuh si pemuda. "Hah? Nga-ngapain? Eh, wait, transformer ... jam gue ... eh kenapa lo ngambil jam gue, dah? Motor gue, lah, biar kerenan dikit gitu. Jadi pahlawan gue, hehe ... but hell siapa yang mainin elo, sih? Anjing gue pusing!"

Brendon mengacak-acak rambutnya frustrasi.

Kini, robot itu turun dan menghampiri Brendon. "Woi, woi, lo mau ngapain?"

"Pemindaian selesai, kondisi luar dalam stabil, bisa dipakai," kata robot itu dengan nada khasnya yang bak radio, Brendon ternganga.

"Bjir, bisa ngomong ... canggih banget ...," gumam Brendon takjub. "Lo koloni si Megatron atau Optimus Prime? Atau gue ngehalu?"

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang