Setelahnya, tak ada yang mengganjal lagi. Brendon bisa tidur dengan nyenyak walau paginya ... ia seperti orang kurang tidur.
Ia keluar dari kamar, begitupun Bianca, dan bersamaan keduanya berkata ....
"Bolos, yuk!" Dengan wajah mengantuk masing-masing.
Walau kemudian, mereka semangat lagi. "Eh jangan! Entar doi kita kangen!" kata keduanya bersamaan dengan PD-nya. Setelahnya pun mereka bersih-bersih badan, memakai pakaian, serta persiapan sekolah Brendon, dan menuju rumah Bianca untuk mengambil persiapan sekolah Bianca.
Sesampainya di sekolah, keduanya kembali terlihat mengantuk lagi, bahkan berjalan sempoyongan dan Bianca perlu memeluk tangan Brendon untuk tetap berjalan.
Sampai akhirnya, Brendon bersandar di tembok, tak kuat juga berjalan. Posisi mereka terlihat seperti pacar yang saling memeluk dan berciuman.
"ASTAGA!!! PAGI-PAGI UDAH MESRA-MESRAAN!" Tanpa disangka suara teriakan terdengar mengagetkan keduanya, sang guru wanita pun tanpa babibu menjewer telinga masing-masing keduanya dan keduanya mengaduh. "KALIAN BENER-BENER, YA! IBU UDAH ENGGAK TAHAN LIATNYA!"
Wanita itu menyeret mereka ke ruangan bimbingan konseling.
Brendon dan Bianca berusaha sekuat tenaga menahan kantuknya.
"Kemesraan kalian benar-benar enggak bisa ditolerir lagi, kami tahu kalian sahabat baik tapi kalau seperti tadi ... Ibu ragu kalian cuman sahabatan!" katanya dengan tegas.
"Tapi kami enggak pacaran, Bu. Dan tadi kami cuman—"
Ungkapan Bianca diputus sang guru. "Pokoknya gak ada tapi-tapian, mulai besok kalian harus menjaga jarak di mana pun dan kapan pun. Kalian harusnya tahu kalian sudah remaja beranjak dewasa, otak kalian ... terutama Brendon itu mesumnya bukan main." Mata Brendon membulat tak terima. "Kalian tahu, kan, soal itu?!"
"Tapi, Bu, kami—"
"Enggak ada tapi!" Seakan penjelasan keduanya tak pantas lagi didengarkan sang guru. "Intinya, jaga jarak, dan kurangi skinship kalian, terutama di sekolah. Kalau terjadi apa-apa, kan, kalian juga yang susah."
"Baik, Bu ...."
"Yah, masih Ibu tolerir, tapi di lain waktu ...." Wanita itu menggeleng. "Poin kalian berkurang masing-masing sepuluh. Ya sudah, kalian boleh keluar! Ingat pesan Ibu!"
"Baik, Bu ...." Keduanya berdiri bersamaan, menyalami sang guru. "Kami permisi!" Setelahnya keluar dari ruangan BK dan menuju ke kelas.
Sesampainya di kelas, keduanya duduk di bangku masing-masing, melipat tangan di atas meja dan tertidur.
Brendon tiba-tiba mengangkat kepalanya. "Bianca, aku ingin bertanya."
Bianca menolehkan kepalanya malas. "Apa, Cell?" Kemudian kembali ke mode tidurnya.
"Malam itu, saat kau bisa tahu garam murni adalah kelemahanku?"
"Gak tau, mungkin karena lo berlendir kayak cacing di air yang warna merah itu, pas dikasih garem dia kek menggeliat terus melebur, terus mati," katanya, malas.
"Yah, itu tidak membunuhku, hanya membuatku sakit, aku punya kemampuan beregenerasi tinggi." Bianca hanya menyahut dengan gumaman. "Aku harus melakukan pembuangan limbah sebentar. Brendon!"
"Hah?" tanya Brendon yang tadi berwajah santai berubah menjadi terkantuk-kantuk.
Dan perasaan mual datang.
Pria itu buru-buru keluar dari kelas sambil menutup mulutnya, dan Bianca mengangkat kepalanya, melihat sahabatnya itu yang menghilang keluar kelas.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]
Romance18+ Brendon memeluk erat Bianca. "Brendon!" pekik Bianca, meronta, namun kekuatan Brendon terlalu kuat daripada dirinya. Pemuda itu diam, dan kini wajahnya masuk ke tengah-tengah area dada Bianca. Bianca memekik. "BRENDON GILA LO SANG*!" Bianca men...