Keduanya kini keluar dari dapur, dan melihat keadaan rumah yang berantakan. Brendon ternganga.
"Ya udah, jaring birunya ilangin, terus anter gue pulang! Gue mau pulang!" pinta Bianca.
Brendon menatapnya tak percaya. "Bantu gue beres-beres, kek, astaga!" pintanya kesal.
"Oke, oke, astaga ...." Brendon tersenyum mendengar itu.
Mereka pun melakukan bersih-bersih, mulai perabotan, muntah, hal lainnya, dengan kadang Brendon mengomeli alien di dalam tubuhnya, dan hal itu membuat Bianca tertawa karena setelahnya Brendon membungkam mulutnya sendiri, lalu berusaha berkata, ia seakan bergulat dengan diri sendiri.
"Woi! Fokus bersih-bersih!" tegur Bianca, dan Brendon menggeram setelahnya kembali beres-beres.
Sang robot juga menelan jaring-jaring biru itu, dan membereskan kekacauan lainnya, termasuk memperbaiki pintu kamar mandi yang rusak dengan cepat. Selesai itu, keduanya kelihatan sangat lelah dan duduk di sofa.
"Gue capek, Yan ... nginep aja ya, lo? Udah terlalu malem, nih ...," kata Brendon dengan begitu letih.
Bianca menghela napas panjang. "Huh ... ya udah ...." Ia berdiri dari duduknya lebih dahulu kemudian menuju kamar tamu, meninggalkan Brendon yang masih terhenyak.
Mulut pemuda itu bergerak, "Episode ketiga, siasat Cellulla."
Brendon langsung terbangun terkesiap. "Lo ngomong apa?" tanyanya, namun Cellulla tak menyahut apa pun. Brendon pun menghela napas, bangkit dari sofa, kemudian menuju kamarnya. Pemuda yang tak memakai baju itu langsung melompat ke kasur, tertidur karena lelahnya.
Meski kemudian, ia merasa tak nyaman ....
Risi dalam tidurnya, ia memutar badan, atas bawah kiri kanan, dan akhirnya dengan kesal membuka mata dan duduk.
"Gila, gue gak nyaman banget," kata Brendon, memegang perutnya sendiri. "Lo netap di mana, sih, gue ngerasa ganjel banget."
"Kau tahu tubuhku bukan menjadi serupa k*nt*l yang kau bilang saat di dalam sini, aku menyatu dengan beberapa urat saraf hingga bisa mengendalikan fungsi tubuh."
"Cacing aja napa, sih, istilahnya. Ga enak banget astaga, dasar alien vulgar!" Brendon mendengkus. "Kok gue ngarasa ada yang ngeganjel di sini, dah!" Ia menunjuk bagian tengah dada dan perutnya.
Brendon menghela napas. "Itu kepalaku, bisa dikatakan pusat pengendalian utama, aku harus memindahkan itu ke otakmu agar mendapatkan pengendalian sepenuhnya tapi kalau tidak ... atau aku dalam masa mengisi tenaga, maka aku ada di tengah tulang rusuk, menempel di jantung dan hati maupun lambung. Kau ingin aku pindah?"
"Iya pindah ke mana, kek! Gak enak gue anjing!"
"Ya sudah kalau begitu, aku pindah, ada tempat yang tak akan membuatnya terasa mengganjal karena bentuknya sudah mirip denganku." Mata Brendon membulat sempurna. "Aku pindah sekarang."
"Woi! Jangan-jangan bjir!" pekik Brendon. "Jangan bilang lo mau pindah ke p*n*s gue, ya?! Tegang terus entar gue!!!"
"Aku berbicara tentang usus besar, Brendon. Bukan p*n*smu." Kedua pipi Brendon memerah, malu.
"Eh, apa gue gak usus buntu begitu?!"
"Tidak akan, aku punya kemampuan menembus, kau pikir bagaimana aku bisa masuk tanpa melukaimu, huh?"
"Eh bener juga, ya." Brendon manggut-manggut.
"Dasar otak udang!"
"HAH?! APA LO BILANG?!" Cellulla tak menyahut, Brendon kini merebahkan badannya dan bisa ia rasakan sesuatu bergerak dalam perutnya.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]
Romance18+ Brendon memeluk erat Bianca. "Brendon!" pekik Bianca, meronta, namun kekuatan Brendon terlalu kuat daripada dirinya. Pemuda itu diam, dan kini wajahnya masuk ke tengah-tengah area dada Bianca. Bianca memekik. "BRENDON GILA LO SANG*!" Bianca men...