Bianca merawat Brendon sepenuh hati, membuatkan makan, membersihkan badan, dan berbagai keperluan Brendon lain. Ia agak kewalahan karena pemuda itu benar-benar seperti bayi yang baru lahir, terlebih Cellulla jarang muncul karena harus memulihkan diri, dan karena khawatir mau tak mau ia menurut saja, akhirnya kala senin ia bisa bersyukur sahabatnya telah membaik.
Ia mengecek suhu tubuhnya, normal.
"Brendon, lo udah sembuh. Cellulla?"
"Yah ... aku sudah membaik," kata Brendon tanpa membuka matanya.
"Ya udah, ayo ke sekolah, upacara!"
Brendon melenguh. "Enggak, ah ... males astaga ... masih pusing." Brendon membalikkan badannya menjadi posisi tiarap. "Lo juga istirahat aja, capek jagain gue, kan? Bolos aja kita bolos!"
"Ish, gue mau ketemu Louis! Gimana keadaannya sekarang, ya? Pesan gue gak dibales-bales terakhir dua hari lalu ...."
"Dia gak on?" Brendon mengangkat kepalanya, menatap si gadis yang menggeleng. "Mungkin di rumah sakit kali, dirawat, gue liat dipukulinnya parah, sih. Mungkin pendarahan."
"Brendon! Kok lo nakutin gue, sih?!" Mata Bianca mulai berkaca-kaca, ia memukul bahu sahabatnya itu.
"Eh gu-gue cuman nebak!"
"Pokoknya ayo ke sekolah, gue khawatir banget sama dia!!! Lo sendiri, gak khawatir sama Selena? Lo ke lokasi gue kemarin ... udah anter Selena emang?!" Bianca menggoyang-goyangkan badan Brendon.
Mata Brendon membulat sempurna. "Bjir, gue gak sengaja ngebut, dia gue turunin ... gue sempet liat dia gemetaran dan gue denger dia teriakin ... holy f*ck!!!" Brendon berteriak panik sementara Bianca kini menertawakannya.
"AYO BURUAN KITA KE SEKOLAH!!!"
Dan keduanya pun gabut, ke sekolah bersama dengan amukan asal-asalan. Mereka pula harus ke rumah Bianca terlebih dahulu untuk mengambil buku-bukunya namun sialnya, garis polisi di sana membuat mereka harus melintasi jalur alternatif berupa jalanan hutan.
Sesampainya di sekolah, semua anak tampak sudah mulai berbaris, keduanya ke kelas untuk meletakkan tas sebelum akhirnya menuju ke tengah lapangan. Brendon menatap sekitaran dan mengangkat Bianca yang juga menyusuri sekitaran.
"Eh, itu Selena ... tapi Louis mana, ya?" tanya Bianca bingung, turun dari badan sahabatnya dengan sedih.
Keduanya kini berbaris, tepat di samping Selena yang awalnya tersenyum bahagia, menemukan Brendon langsung merengut seketika.
"Sel, ma-maafin gue soal yang kemarin-kemarin," kata Brendon, penuh sesal, sementara Bianca masih menyusuri sekitaran.
"Iya, gue maafin lo." Selena menoleh, tersenyum paksa ke Brendon yang balik tersenyum ke arahnya. "Tapi gue narik semua ucapan gue, kita cukup ... teman saling kenal aja."
Mata Brendon membulat sempurna.
Lalu, seorang pemuda menghampiri Selena, Brendon ingat ia orang yang sama yang menembak gadis itu waktu lalu. "Kenapa, Sayang?"
Selena menoleh. "Gak papa, Sayang."
Bianca yang melihat itu memegang bahu sahabatnya, sebelum akhirnya mereka pindah ke barisan yang lebih belakang. Wajah Brendon masih murung terlihat.
"Yah ... mungkin dia bukan jodoh gue." Brendon menggedikan bahu. "Dia bukan satu-satunya cewek di dunia."
"Sabar, ya, Bren. Tapi, bukan berarti itu bukan jodoh lo, kok. Ini semua cobaan." Brendon hanya menggeleng, menghela napas.
"Yah, gak usah dipeduliin, gue santuy!" Brendon kembali dengan gaya konyolnya. "Terus, mana Louis, nih?" Ia menatap sekitaran dengan berkecak pinggang.
Selena menggeleng. "Entahlah ...."
Upacara pun dimulai, dan keduanya benar-benar tak menemukan Louis. Hingga akhirnya, selesai upacara, sebelum masuk kelas mereka buru-buru ke kelas pemuda itu.
"Louis pindah sekolah." Mata keduanya membulat sempurna.
"Lho, kok begitu?"
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]
Romance18+ Brendon memeluk erat Bianca. "Brendon!" pekik Bianca, meronta, namun kekuatan Brendon terlalu kuat daripada dirinya. Pemuda itu diam, dan kini wajahnya masuk ke tengah-tengah area dada Bianca. Bianca memekik. "BRENDON GILA LO SANG*!" Bianca men...