Bianca menghampiri Brendon. "Wah ... Cellulla, lo keren!"
"Badan gue, nih! Berarti yang keren gue!" Brendon menyela, ia kemudian tersenyum bangga. "Gue ... gue bisa jadi superhero!!! Macam spiderman!!!" teriaknya bahagia. Walau kemudian, ia tertawa kegelian.
Brendon turun ke tanah, menggeliat-geliat kegelian, sementara semuanya menatap heran.
"Brendon, lo kenapa?!" tanya Bianca bingung melihat sahabatnya tertawa sambil memegangi tubuhnya.
"Iya!!! Anjir!!! Maaaf!!! Iya elo yang keren Cellulla! UDAH STOP JANGAN KELITIKIN GUE LAGI ANJIR!!!" teriaknya panik, berusaha menghentikan kegelian itu namun Brendon tak bisa melakukan apa pun. Rasa geli itu di dalam, bukan di kulitnya. "UDAAAAH!!! MAAAF!!!" Pemuda itu mulai menangis.
Dan bukannya menolong Bianca malah menertawakan Brendon. Ia menghela napas, mendudukkan tubuhnya di samping tubuh tak berdaya itu. "Udah, Cell ... hahaha ... kesian Brendon."
Rasa geli seketika hilang, Brendon menghela napas lega. Bianca membantu sahabatnya itu berdiri.
"Gila, napa dia nurut banget sama lo, sih?!" Brendon kesal sementara Bianca tertawa. "Woi, Cell, ngapa lo nurut banget sama Bianca, sih?! Pura-pura baik biar dia mau di*nt*t, ya?!"
Brendon berdeham. "Kau ingin mati kegelian?" Matanya lalu membulat sempurna dan Bianca kembali tertawa. "Sudah, aku lapar, ayo makan satay!"
Keduanya pun menuju ke tukang sate tadi yang ternganga melihat mereka walau kemudian berakting biasa lagi.
"Wuih ... keknya banyak kemampuan Cellulla, sih." Bianca mengomentari, sementara Brendon masih berwajah masam sambil memakan makanannya. "Jadi superhero keren juga."
"Berisik! Makan sate lo atau gue yang makan?!"
"Haelah ... sensian ... keknya elo yang PMS, bukan gue." Bianca tertawa, memakan satenya, begitupun Brendon.
Selesai itu pun, keduanya menuju ke rumah Bianca. Membersihkan diri masing-masing. Lalu, Brendon membaringkan badannya ke sofa, sementara Bianca ke kamar untuk mengambil kertas serta pensil di sana. Mendapatkan dua benda itu, ia meletakkannya di meja hadapan Brendon.
"Ya udah, gambar gue!"
"Nantilah ... gue ngantuk, mau tidur dulu." Brendon menutup matanya dengan tenang, mulai tertidur.
"Haelah ... sekarang, dong."
"Capek gue, Gila!" pekik Brendon kesal.
"Cellulla," panggil Bianca, mata Brendon langsung membulat sempurna.
"Mau apa lo? Ah enggak, enggak! Gue capek, mau tidur! Plislah gue gak mau mati kegelian!"
"Siapa yang mau minta Cellulla gelitikin elo. Kali aja dia bisa ngegambar, jadi dia aja yang mainin badan lo ... lo tidur aja!"
"Enggak, oi! Gue gak bisa tidur kalau dia make badan gue!" Brendon benar-benar dengan sahabatnya yang kini memasang puppy face di sana. "Woi!"
"Tentu saja aku bisa, ini badanmu ... aku beradaptasi dengan itu. Dan agar kau tidur selama aku mengendalikannya, itu mudah saja." Mata Brendon membulat sempurna ketika ia rasakan di dalam badannya sesuatu mulai bergerak naik.
"Woi! Enggak!! BIAN! INI GEGARA LO ANJER!!!" Bianca hanya menatap bingung, dan matanya membulat sempurna melihat keadaan sahabatnya. Brendon meronta sementara gundukan mulai naik, bergerak dari leher ke kepalanya, dan setelah menghilang ... Brendon tak sadarkan diri.
Dengan santai, Brendon membuka mata tak lama kemudian.
"Baiklah, biar kubuatkan untukmu." Ia bangkit duduk, memegang pensil itu, dan mulai menatap Bianca yang sedikit kikuk. "Santai saja, aku tak jahat ... jadi, gambar apa?"
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]
Romance18+ Brendon memeluk erat Bianca. "Brendon!" pekik Bianca, meronta, namun kekuatan Brendon terlalu kuat daripada dirinya. Pemuda itu diam, dan kini wajahnya masuk ke tengah-tengah area dada Bianca. Bianca memekik. "BRENDON GILA LO SANG*!" Bianca men...