Part 21

4.9K 400 5
                                    

Dan Brendon gabut sendiri, panik, membersihkan mulutnya sebersih mungkin kemudian memuntahkan isi perutnya lagi.

"Kurasa tidak beracung, Brendon." Sejenak tenang karena Cellulla, Brendon mengambuk lagi, ia kini berlari ke kelas.

Dan di sanalah ia, meminum kopi sahabatnya tanpa babibu, dan kini Bianca tertawa mendengar ungkapan itu.

"Ck, lain kali bisa, gak, keluarnya jangan lewat mulut, bjir?! Lewat pantat atau anu gue, kek!" Brendon merengutkan bibir, kemudian kesal menatap Bianca. "Lo juga! Gue bilang, kan, jangan diketawain!"

"Ya maaf ... tapi asli, gila kocak banget! Lagian ... beraknya kan rasa pepaya, kan? Jus pepaya ...."

"Diem lo!" Bianca terus tertawa sementara Brendon masih kesal. "Cellulla, lo denger gue, gak?!" katanya dengan kesal.

"Baiklah, akan kucoba, entah apa efeknya jika dicampur dengan racun lain di dalam tubuhmu ... kurasa berisiko."

"Biarin aja, sih, lewat mulut. Sekalian Brendon icip-icip!"

"Bianca!" Brendon menggeram, ia siap memeluk Bianca untuk menggulatinya namun Bianca menahan badannya.

"Ingat kata Bu BP!" Dan akhirnya, ia menghela napas panjang.

"Gue mau bebas dari ni alien stres, Bianca! Gue ogah jadi lain daripada yang lain!" katanya, menghela napas gusar.

"Yowes, kalau gitu ... lo mau nonton video MemerMan? Dia baru aja upload video baru!"

"Eh, mau!"

Dan keduanya pun menonton, guru pun tak masuk dan mereka asyik menonton hingga pembelajaran mapel pertama berakhir. Sayang, kegiatan menyenangkan keduanya berhenti karena kini guru pun datang, mengajar mata pelajaran kedua.

"Ada yang bisa mengerjakan soal ini?" tanya sang guru, menunjuk soal matematika yang baru ia jelaskan caranya beberapa saat lalu dan membuat soal baru yang hampir sama.

Tak ada yang angkat tangan.

Namun, tanpa disangka ....

"Brendon, wah tumben ...." Wajah Brendon memanik, ia menatap sahabatnya di sampingnya dan berusaha menurunkan tangannya. Tak bisa. "Ayo, maju ke depan." Bianca melihatnya tersenyum geli, menahan tawa.

Menurunkan tangannya, kakinya pun bergerak mendekati sang guru, namun tanpa disangka membelok-belok dan semuanya menatap heran serta geli, dan Bianca harus menggigit bibir bawah melihat Brendon.

"Brendon, kamu kenapa? Cepetan maju ke sini, kerjain soalnya, jangan main-main! Kamu mau ngerjain Ibu, huh? Mau Ibu hukum kamu?"

Brendon menatap sang guru, tersenyum miris, kemudian menatap Bianca lagi. Gadis itu berbisik, "Udah, biarin Cellulla ngerjain, dia, kan, pinter!"

Brendon mengernyit jijik dan akhirnya ia pun menghadap papan tulis, isi otaknya seketika terasa kosong melihat soal yang kelihatan asing. Dan ia ternganga tak tahu harus menulis apa kala sang guru memberikannya spidol.

Dan setelahnya ... tangannya bergerak sendiri.

Tak memakan waktu lama, soal telah terisi jawaban. "Ah, bagus, silakan duduk. Ayo kita periksa sama-sama, ya!" Brendon yang rasanya ingin pingsan pun duduk di tempatnya, ia menghela napas lega. Pun memukul Bianca pelan.

"Ish, sakit!" Bianca merengut, walau kemudian geli lagi. Brendon menatapnya benar-benar kesal.

"Ya, ini benar jalannya, benar-benar ... ya bagus! Benar!" Mata Brendon berbinar mendengar ungkapan sang guru. "Kerja yang bagus, Brendon. Tingkatkan lagi!"

Brendon tersenyum bangga. "Yeay! Makasih, Bu! Nilai tambahan, kan?"

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang