Part 2

18K 904 30
                                    

"Ah, bener ... besok ultah gue. Akting yang bagus, Brendy. Oke, gue bakal pura-pura ngikutin skenario lo ... entah hadiah apa nanti." Ia tersenyum hangat, sebelum akhirnya berjalan menjauh.

Sementara di dalam rumah, nyatanya Brendon masih bergulat, kali ini bukan hanya tubuhnya melainkan ditambah tentakel-tentakel gurita hingga ia kalah telak setelah mengelilingi seisi rumah dan menghamburkan segalanya.

Ia terbaring di kasur, memegang kepalanya, sementara tentakel-tentakel itu membungkam mulutnya.

"Mmmmmmmm ...." Netra cokelatnya naik ke atas hingga menyisakan putih, pegangan di kepalanya mulai melemah, dan setelahnya ia tak sadarkan diri.

Jam di tangan kanannya bersuara ala robot disertai cahaya warna merah di sana. "Penyatuan 100%, selesai ...."

Mata itu terbuka lagi, netra cokelat yang kini tenang melirik kiri dan kanan. Tentakel yang tumbuh menghilang seiring tubuh itu mendudukkan diri dan setelahnya Brendon bergerak, melenturkan otot-ototnya.

"Sebelum melakukan misi utama, mari kita menikmati keberhasilan kita menguasai tubuh ini ...."

Beberapa waktu yang lalu ....

Suara itu terdengar entah di mana, serupa dengungan angin namun tak ada benda di sana. Hewan-hewan sekitar tengah hutan yang lapang mulai berlarian menjauh, dan di tanah itu terlihat seperti ada yang menekan namun tak ada apa pun di sana.

Tetapi perlahan, wujud itu terlihat ....

Berupa bola sebesar kepala manusia berbentuk meteor yang tadinya transparan kini menampakkan wujudnya, pun mulai berasap dan terbelah di tengah-tengah. Bola meteor itu terbuka, dan sebuah kaki runcing mulai keluar.

Sebuah robot berkaki delapan panjang keluar, cahaya merah dari kotak yang seperti mata menatap sekitaran, kemudian cahaya kebiruan muncul seakan memindai area di sana. Suara-suara bak siaran kosong radio terdengar beberapa saat setelah selesai memindai, dan sang robot menembak bola di belakangnya, benda itu menjadi kecil lalu ia seakan menelannya di bagian terbuka di bawah matanya.

Mata robot itu kembali memancarkan cahaya, bukan pindaian kali ini melainkan sebuah layar. Terpampang map di sana dan ada titik merah radar di sana.

Suara seperti radio kembali terdengar sebelum akhirnya ia mulai melangkah sambil memindai setiap benda-benda berbeda yang dilihatnya.

Hingga di pagi hari, ia sampai di jalan raya. Tampak sebuah motor melintas dan ia baru ingin memindainya namun kecepatan motor itu membuatnya gagal melakukan. Suara seperti radio kembali terdengar sebelum akhirnya ia berlari, begitu cepat, kemudian menghilang dan terus mengejar.

Motor itu sampai di sebuah parkiran sekolah, sosok yang duduk di belakang turun dari sana dan yang di depan memarkir sebelum akhirnya ikut turun juga. Keduanya bersamaan melepaskan helm, membuka bagasi motor, dan meletakkan dua benda itu di sana.

"Bren, Bren, Bren!" Si pemuda mendongak menatap gadis di seberangnya yang menunjuk ke arah di belakang, Brendon menoleh dan menemukan seorang gadis cantik melangkah bersama teman-temannya itu.

Si pemuda terperangah ....

Namun rasa sakit di tangannya membuatnya menoleh ke depan, di mana gadis di hadapannya, Bianca, tengah mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Anjir, napa, sih?!" tanyanya kesal.

Bianca menatapnya, bingung. "Kenapa?"

"Lo, kan, yang nyubit tangan gue tadi?" Brendon menodong Bianca.

Bianca mengerutkan kening. "Lah? Ngapa nuduh gue? Gue dari tadi nyari sesuatu di tas!" Bianca kembali merogoh tasnya sementara Brendon mendengkus sambil menatap ke arah ... wajahnya merengut karena tak ada lagi gadis itu di sana.

"Elu, sih! Ilang, kan, si doi!"

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA BEDA SPESIES [Brendon Series - H]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang